Senin, 31 Maret 2025
Beranda / Berita / Nasional / Ini Catatan Penting KPPMPI terkait Modernisasi Kapal Perikanan Indonesia

Ini Catatan Penting KPPMPI terkait Modernisasi Kapal Perikanan Indonesia

Senin, 24 Maret 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna. [Foto: HO/Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Saat ini tercatat 65% kapal perikanan di Indonesia rata-rata telah berusia lebih dari 10 tahun yang didominasi oleh kapal berbahan dasar kayu. Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Lotharia Latif.

Masih banyaknya kapal perikanan yang berbahan dasar kayu turut dibenarkan Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna dalam keterangan resmi yang diterima Dialeksis.com pada Senin (24/3/2025).

Menurutnya, saat ini memang rata-rata nelayan menggunakan kapal yang sudah berusia 10 tahunan terlebih bagi nelayan muda yang meneruskan profesi orang tuanya.

“Masih digunakannya kapal-kapal berusia 10 tahun bahkan di atas itu, dikarenakan kemampuan nelayan untuk memperbarui kapal atau alat produksi nelayan lainnya sangat minim. Terutama bagi pemuda yang baru menjadi nelayan, dengan sumber daya laut saat ini, mereka kesulitan untuk memperbarui kapalnya," jelas Hendra.

Ia menilai, minimnya kemampuan nelayan dalam memperbarui kapal tersebut karena banyak faktor penyebabnya. Pertama, meningkatnya dampak perubahan iklim yang menyebabkan intensitas melaut menurun. Sehingga menyebabkan pendapatan nelayan menurun, yang selanjutnya berdampak terhadap angka kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir.

Merujuk data BPS, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin ekstrem di wilayah pesisir dari 2,1 juta menjadi 3,9 juta pada periode 2011-2022 dan jumlah penduduk miskin juga naik dari 7,8 juta menjadi 17,7 juta pada periode yang sama. Maka perlu upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, terlebih menghadirkan kebijakan berupa undang-undang tentang perubahan iklim yang nantinya mampu melindungi nelayan.

Kedua, masifnya perusakan ekosistem baik di laut dan pesisir maupun di hutan, hal ini menyebabkan nelayan harus melaut lebih jauh untuk mendapatkan ikan dan sekaligus menambah ongkos melaut. Alih fungsi lahan hutan mangrove dan reklamasi contoh perusakan ekosistemnya, atau perusakan hutan yang akhirnya menyebabkan sedimentasi di sungai dan muara mengganggu alur kapal nelayan melintas dan pemijahan ikan. Oleh karena itu, pentingnya pengawasan dari pemerintah dan masyarakat," jelas Hendra.

Selanjutnya, Ketiga, belum terbangunnya sistem logistik perikanan yang memadai. Kata Hendra, menyoal logistik atau distribusi ini perlu kerjasama antara KKP dengan BUMN yang bergerak dalam jasa pelayaran atau angkutan logistik dan ke pelabuhan. 

"Harapannya akan menekan biaya logistik yang selama ini menjadi persoalan para pengusaha perikanan, yang akhirnya juga berdampak terhadap harga dan penyerapan hasil tangkapan nelayan," tuturnya.

Adapun mengenai penggunaan kapal kayu dan dorongan peralihan kepada kapal berbahan dasar besi atau baja yang disampaikan oleh KKP, Hendra menyampaikan beberapa catatan.

“Penggunaan kapal kayu menjadi pilihan utama, mengingat kemampuan penggunaan kapal yang secara turun temurun diwariskan kepada generasi muda nelayan. Selain itu, keberadaan tukang atau ahli bengkel kapal kayu lebih dekat, karena berada di kampung nelayan.” jelas Hendra.

Sehingga menurut Hendra, peralihan dari kapal kayu ke kapal berbahan dasar fiber, besi atau baja membutuhkan upaya besar untuk meyakinkan para nelayan. Selain karena pembiayaan, hal lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah transfer pengetahuan dan ketersediaan bengkel perbaikan yang harus dekat dengan sadar kapal nelayan.

Mengenai pembiayaan, jika sebelumnya kapal kayu hanya menjadi agunan tambahan dalam nelayan mengakses permodalan, maka untuk ke depannya seharusnya kapal nelayan dapat menjadi agunan utama. 

Meski demikian, Hendra menggaris bawahi bahwa andai saja laut terjaga atau kembali pulih dan sehat, maka nelayan sebenarnya tidak lagi memerlukan bantuan permodalan. Nelayan akan sejahtera dari laut yang sehat, sekaligus membantu pemerintah mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen.

“Adapun terkait dengan transfer pengetahuan dan ketersediaan bengkel perbaikan, hal ini bisa dihadirkan dengan memberikan dukungan kepada pemuda di desa pesisir untuk memiliki kemampuan perbengkelan kapal besi atau baja serta dukungan permodalan. Kelembagaan bisa dalam bentuk koperasi, seperti yang disampaikan presiden terkait dengan Koperasi Desa Merah Putih," pungkas Hendra.

Maka kesimpulannya, menurut Hendra dalam upaya KKP untuk memodernisasi kapal perikanan indonesia, perlu rencana yang matang dan melibatkan nelayan dalam proses perencanaannya. 

"KPPMPI berharap agenda ini tidak hanya hanya sekedar menjadi peralihan bisnis pembuatan kapal dari pengrajin kapal-kapal tradisional ke pengusaha kapal besi dan baja," tutup Hendra. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI