kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Ini 6 Alasan Larangan Ekspor CPO Harus Dicabut

Ini 6 Alasan Larangan Ekspor CPO Harus Dicabut

Kamis, 05 Mei 2022 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi sawit. [Foto: Istimewa]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Siapa pun yang membaca uraian lelaki 56 tahun ini, besar kemungkinan dan bahkan bisa pasti akan bilang 'yess' larangan ekspor dicabut. 

Sebab, uraian itu tidak hanya terkait sisi ekonomi dan sosial di dalam negeri, tetapi juga dampaknya kepada negara-negara miskin di belahan dunia lain.

Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) ini mengatakan bahwa sudah selayaknya sepekan setelah Idulfitri, kebijakan larangan ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein dievaluasi dan bila perlu dicabut. 

Alasannya, pertama, momen Ramadan dan lebaran yang notabene membikin kebutuhn minyak goreng (migor) lebih banyak ketimbang hari biasa, sudah usai. 

Alasan kedua, sebetulnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) migor, untuk 23 juta rumah tangga kurang mampu sudah disalurkan untuk bulan April-Juni sebesar Rp300 ribu.

Ketiga, kalau kebijakan larangan ekspor masih tetap ada, tentu akan memperpanjang ketegangan antara petani sawit dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pada level lokal. Pemicu ketegangan ini adalah ketidakpastian harga Crude Palm Oil (CPO) referensi untuk harga TBS. 

Alasan keempat, kebijakan larangan ekspor telah dibayar mahal oleh produsen Tandan Buah Segar (TBS), khususnya 2,5 juta rumah tangga petani sawit di berbagai daerah. Kalau makin lama kebijakan larangan ekspor ini diberlakukan, maka semakin besar korban kebijakan itu.

Kelima, kalau kebijakan larangan ekspor berlangsung terlalu lama, akan memunculkan potensi penyelundupan akibat disparitas harga di dalam negeri dengan luar negeri akibat kebijakan larangan ekspor itu. Bagi Tungkot sendiri, ini menjadi alasan kelima. 

Kemudian, alasan keenam, Indonesia sebagai ketua Presidensia G20, perlu berkontribusi pada upaya pengurangan inflasi dunia khususnya pada negara-negara berpendapatan rendah yang kebetulan pula banyak mengkonsumsi minyak sawit. 

"Kalau pemerintah ingin kebutuhan domestik terlindungi (tidak terlalu mahal), menurut saya, itu bisa diatasi pakai instrumen Pungutan Ekspor (PE) sawit sebagai pengganti larangan ekspor," katanya. (Wartaekonomi)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda