Global Aceh Solidarity Forum Peringati 17 Tahun Tsunami Aceh di Kantor BPN Jakarta
Font: Ukuran: - +
Global Aceh Solidarity Forum (Diaspora Global Aceh) memperingati 17 Tahun bencana terbesar tersebut, di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta, Ahad, 26 Desember 2021. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Setiap 26 Desember Indonesia mengenang kembali bencana tsunami Aceh. Kini, 17 tahun telah berlalu sejak kejadian yang memakan korban jiwa dalam jumlah besar tersebut.
Berdasarkan rilis yang diterima Dialeksis.com, Senin (27/12/2021), Bencana Tsunami Aceh pada 2004 masih menjadi pembahasan, mulai dari ketinggian gelombang air, gempa besar yang menjadi penanda, hingga total kerusakan dan korban jiwa.
Global Aceh Solidarity Forum (Diaspora Global Aceh) memperingati 17 Tahun bencana terbesar tersebut, di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta, Ahad, 26 Desember 2021. [Foto: Ist]Terjangan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah pesisir Aceh dan Nias, terjadi hanya dalam waktu 30 menit, dengan ketinggian hingga 30 meter dan kecepatan mencapai 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam. Akibatnya, lebih dari 220 ribu orang meninggal dunia dan hilang pada dalam bencana tersebut.
“Lebih dari 600 ribu orang harus mengungsi. Tercatat sekitar 139 ribu rumah rusak akibat bencana tersebut, 2.600 Km jalan rusak, dan 669 bangunan pemerintah dilaporkan rusak. Total nilai kerugian ditaksir menyentuh angka US$4,5 miliar kala itu,” kata Fakhrulsyah Mega. Salah satu diaspora Aceh, di Jakarta kepada media ini Senin (27/12/2021) pagi.
“PBB waktu itu menyatakan tsunami Aceh 2004 sebagai salah satu bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi. Komunitas internasional bergerak melakukan evakuasi dan pemulihan di provinsi Aceh,” kenang dia.
Ahad, 26 Desember 2021, para diaspora yang tergabung Global Aceh Solidarity Forum (Diaspora Global Aceh) memperingati 17 Tahun bencana terbesar tersebut, di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta, ratusan orang baik daring maupun fisik menghadiri dan berbicara pada peringatan Hari Relawan Nasional tersebut, antara lain Wakil Presiden ke-10 dan 12 Muhammad Jusuf Kalla, Pemilik Media Group Surya Paloh, Pemilik Trans Corp Chairul Tanjung, Menteri Agraria/Kepala BPN, Sofyan Djalil, Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias, Kuntoro Mangkusubroto, Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Mustafa Abubakar, Teuku Taufiqulhadi, Ramli Ibrahim, Said Faisal Baabud, dan Pimpinan Negara sahabat (Singapore, Australia, Venuzuela) Europe), United Nations, World Bank, Asia Development Bank dan banyak lagi perwakilan negara sahabat dan non government international.
Para hadirin tersebut, disajikan menu makan siang kuliner Aceh, antara lain: kuah beulangong mie gureng udeung, pecal Aceh, roti jala, gulee eungkot suree bubur kanji, kue adee, pulot, payeh, tapee, thimpan, kupi sareng, dan sanger, dan Ie boh timon.
“Kita selain mengenang korban tsunami, juga mengenang karya budayanya, antara lain karya kuliner,” timpa Fakhrulsyah Mega.
Menurutnya, kuliner Aceh saat ini sudah menjadi menu dan masakan yang digandrungi di masyarakat Indonesia dan dunia. Setiap even yang menghadirkan kuliner Aceh, itu banyak yang menyukainya.
“Itu sudah dimulai sejak masyarakat dan relawan internasional/nasional berkunjung ke Aceh untuk melakukan rehab rekons paska bencana,” imbuh mantan Staf Khusus Gubernur Aceh yang saat ini Staf Ahli BPN-RI.
Saat ini di Jakarta, ada satu komunitas yang terus menerus mempromosikan dan melakukan diplomasi kepentingan Aceh lewat makanan, yaitu Sahabat Kuliner Aceh. Komunitas itu, kata Fakhrul, setiap bulan menyelenggarakan acara dan mengundang diaspora yang lain, termasuk tokoh-tokoh nasional.
“Sahabat Kuliner Aceh, selain sangat gencar promosi, mereka juga membangun link, untuk mensupport para pebisnis kuliner, di Jabodetabek, kehadirannya sangat membantu,” ujarnya. []