kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Faktor Risiko Dibalik Sakit dan Meninggalnya KPPS Pemilu 2019

Faktor Risiko Dibalik Sakit dan Meninggalnya KPPS Pemilu 2019

Kamis, 09 Mei 2019 19:01 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta -  Sejumlah petugas penyelenggara adhoc mengalami musibah, sakit hingga meninggal dunia sebelum, saat dan pasca bertugas di Pemilu 2019. Hingga Selasa, 7 Mei 2019, tercatat ada 440 petugas meninggal dunia sementara 3.668 lainnya jatuh sakit.

Berangkat dari fenomena tersebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menerima kedatangan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Ketua Umum IDI Daeng M Faqih, Anggota Ombudsman Adrianus Meliala, Wakil Ketua Komnas Ham Hairansyah serta Dekan FKUI Ari Fahrial Syam, Rabu (8/5/2019) untuk membedah sebab terjadinya musibah ini.

Menkes Nila F Moeloek mengatakan ada banyak kemungkinan yang mengakibatkan para penyelenggara adhoc sakit bahkan meninggal dunia.

Namun dari analisa sementara, berdasarkan laporan dari tiap provinsi, sakit dan meninggalnya para petugas selain karena faktor usia juga karena adanya faktor risiko yang menyebabkan dirinya mudah sakit hingga meninggal dunia.

Dia mengambil contoh, DKI Jakarta dimana ada 18 petugas adhoc yang diketahui wafat dan 2.641 sakit. Dari 18 yang wafat diketahui 2 di antaranya berusia 70 tahun, 5 berusia 60-69 tahun dan 8 lainnya berusia 50-59 tahun. "Dan dari mereka diketahui meninggal karena sakit jantung mendadak, gagal jantung, liver, stroke, gagal pernafasan," jelas Nila.

Meski begitu Nila juga menyebut faktor kelelahan bukan jadi faktor utama, namun lebih pada kesadaran akan kondisi kesehatan masing-masing atau riwayat penyakit yang mungkin diderita.

Sementara itu Ketua KPU Arief Budiman mengaku senang dengan kedatangan para ahli dibidang kesehatan dan kemanusiaan ini. Momen pertemuan ini menurut dia dapat menjadi pembelajaran lembaganya dalam menyelenggarakan pemilu yang lebih baik.

Arief menyebut bahwa pemilu tidak dapat dilepaskan dari penyelenggara yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan. Menurut dia tugas yang banyak dan kompleks membuat jajaran penyelenggara ini terkadang lupa menjaga kesehatan. "Mereka (petugas adhoc) bekerja mulai dari menyebarkan form C6 (undangan memilih) ke 300 pemilih, kemudian mengawasi pendirian TPS, paginya bertugas sampai larut bahkan keesokan harinya untuk menyelesaikan rekapitulasi," ucap Arief.

KPU sendiri menurut dia bukan diam dalam menyikapi kondisi yang sudah terjadi ini. Bahkan jauh sebelum pemilu digelar, lembaganya telah berupaya mencegah dengan membuat simulasi dan mengusulkan agar jumlah pemilih di tiap TPS dikurangi dengan tujuan mengurangi beban kerja para petugas adhoc. (hupmas kpu)

Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI
Komentar Anda