Beranda / Berita / Nasional / Dukungan UE Khusus Pada Masyarakat Sipil Yang Ramah Gambut

Dukungan UE Khusus Pada Masyarakat Sipil Yang Ramah Gambut

Minggu, 17 November 2019 21:57 WIB

Font: Ukuran: - +

Kelompok Mekar Sari tanam nenas pada lahan gambut. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Muamar Vebry, Manajer program SUPA Minggu (17/11) mengatakan, dukungan terhadap masyarakat sipil akan fokus pada masyarakat atau orang yang hidup di hutan dan gambut dalam mengatasi atau mencegah karhutla serta menjalankan praktik pertanian berkelanjutan yang ramah gambut.

Untuk itu, mereka akan berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil, organisasi tani dan lain-lain, dengan kegiatan seperti mengidentifikasi dan penilaian lahan gambut terutama terkait kedalaman.

Guna membantu ASEAN mengatasi bencana asap lintas negara dan kebakaran gambut lewat program Sustainable Use of Peatland and Haze Mitigation in ASEAN (SUPA), Uni Eropa menyiapkan dana sekitar Euro 24 juta sampai lima tahun ke depan.

Inisiatif yang rilis Jumat (15/11/19) di Jakarta ini kontribusi dari Uni Eropa sebesar Euro 20 juta dan Euro 4 juta dari Pemerintah Jerman.

Kawasan ASEAN memiliki gambut sekitar 24,7 juta hektar– terbesar di Indonesia–atau 56% dari lahan gambut tropis dunia. Luasan gambut itu, katanya, dengan perkiraan menyimpan karbon 68 miliar ton, atau 14% cadangan karbon gambut dunia.

Selama ini, intervensi terhadap gambut baik dengan penebangan pohon, tebas dan bakar, deforestasi, kanal buat pertanian, alih fungsi lahan tak berkelanjutan, mendorong peningkatan kebakaran hutan. Kondisi ini, mengubah lahan gambut kaya karbon dari penyerap jadi penghasil karbon raksasa.

Inisiatif baru melalui SUPA ini, mendukung tujuan strategi pengelolaan lahan gambut ASEAN (ASEAN peatland management strategy/APMS) melalui aksi bersama dan peningkatan kerja sama. Ia bertujuan, meningkatkan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, mengurangi dampak buruk perubahan iklim, mengelola risiko kebakaran hutan, dan mengurangi kabut asap lintas batas negara.

Kebakaran hutan dan lahan terutama di lahan gambut menyebabkan banyak masalah, dari kabut asap lintas negara yang berdampak pada kesehatan jutaan warga, sampai kerugian ekonomi. Kawasan ASEAN, setidaknya punya 24,7 juta hektar lahan gambut, sebagian besar ada di Indonesia.

Guna membantu ASEAN mengatasi bencana asap lintas negara dan kebakaran gambut lewat program Sustainable Use of Peatland and Haze Mitigation in ASEAN (SUPA), Uni Eropa menyiapkan dana sekitar 24 juta Euro sampai lima tahun ke depan. Inisiatif yang rilis Jumat (15/11/19) di Jakarta ini kontribusi dari Uni Eropa sebesar 20 juta Euro dan 4 juta Euro dari Pemerintah Jerman.

Igor Driesmans, Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN mengatakan, kawasan ASEAN memiliki gambut sekitar 24,7 juta hektar atau 56% dari lahan gambut tropis dunia. Luasan gambut itu, katanya, dengan perkiraan menyimpan karbon 68 miliar ton, atau 14% cadangan karbon gambut dunia.

Selama ini, intervensi terhadap gambut baik dengan penebangan pohon, tebas dan bakar, deforestasi, kanal buat pertanian, alih fungsi lahan tak berkelanjutan, katanya, mendorong peningkatan kebakaran hutan. Kondisi ini, katanya, mengubah lahan gambut kaya karbon dari penyerap jadi penghasil karbon raksasa.

"Hasilnya, gambut di ASEAN pun jadi kontributor utama emisi gas rumah kaca dengan estimasi tahunan sekitar dua miliar ton, mendekati 5% emisi dari energi fosil global," katanya kepada wartawan di Jakarta, sebelum peluncuran inisiatif ini. Angka itu, sama juga dengan total emisi gabungan energi fosil Jerman, Inggris dan Prancis pada 2012.

Tak sekadar soal karbon. Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kabut asap lintas negara yang berdampak pada kesehatan manusia sampai merugikan secara ekonomi.

Di Indonesia, saja, dalam 2019 ini terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seluas 857.755 hektar. Angka ini lebih tinggi dari karhutla 2018, sebesar 529.266 hektar. Karhutla terbesar pada 2015, telah menyebabkan karhutla sekitar 2,6 juta hektar.

Inisiatif baru melalui SUPA ini, katanya, mendukung tujuan strategi pengelolaan lahan gambut ASEAN (ASEAN peatland management strategy/APMS) melalui aksi bersama dan peningkatan kerja sama. Ia bertujuan, meningkatkan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, mengurangi dampak buruk perubahan iklim, mengelola risiko kebakaran hutan, dan mengurangi kabut asap lintas batas.

Inisiatif ini gunakan dua pendekatan, pertama, dengan pemerintah dan, kedua, aktor bukan pemerintah atau masyarakat sipil.

Dalam kaitan pendekatan kepada pemerintah melalui ASEAN dan negara-negara anggota ASEAN, dalam mengimplementasikan strategi pengelelolaan gambut ASEAN (peatland management strategy/APMS) dilakukan oleh Pemerintah Jerman, melalui Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ).

Untuk aktor bukan pemerintah, katanya, akan dijalankan World Resources Institute (WRI) Indonesia yang berkolaborasi dengan Tropical Rainforest Conservation & Research Centre Malaysia (TRCRC) and the IDH Sustainable Trade Initiative.

"Saya kira ini dana program perubahan iklim terbesar untuk masyarakat sipil," kata Driesmans.

Uni Eropa menyadari, masyarakat sipil merupakan pemain kunci dalam mempromosikan tata kelola berkelanjutan.

"Mereka akan terlibat dalam penilaian gambut, pencegahan kebakaran, pengelolaan lahan terintegrasi dan pengembangan mata pencarian masyarakat," katanya.

"Kadang orang bicara soal gambut tetapi tak tahu sebenarnya apa itu gambut. Ini sangat problematik. Jadi, mereka akan memulai dengan masyarakat untuk mengidentifikasi, inventori, dan penilaian gambut terutama ketebalan gambut," katanya.

Selain itu, katanya, juga pembuatan sekat kanal, karena banyak gambut terkuras oleh kanal-kanal. "Kala kemarau, api kecil saja bisa menyebabkan kebakaran besar."

Pembuatan kanal, katanya, akan menggunakan teknologi untuk mencari cara paling cocok. Dalam kegiatan ini, kata Muamar, akan bekerja sama dengan masyarakat lokal, organisasi masyarakat lokal, organisasi tani dan lain-lain.

"Kami juga akan bekerja sama dengan masyarakat atau petani untuk mencari tanaman-tanaman apa yang cocok untuk ekosistem gambut," katanya, seraya memberikan contoh beberapa tumbuhan ramah gambut seperti jelutung dan nenas.

Kegiatan ini juga akan bekerja bersama masyarakat lokal dalam menjalankan praktik-praktik penanaman tanpa bakar.

Dalam rilis yang diterima Mongabay, Dato Lim Jock Hoi, Sekretaris Jenderal ASEAN menekankan, semangat kerja sama ASEAN dalam menangani isu-isu regional dan lintas batas tetap kuat dan bertambah dengan tema ASEAN tahun ini, Kemitraan untuk Keberlanjutan.’

Dengan ada program SUPA, katanya, akan membantu negara-negara anggota ASEAN dan lembaga terkait mencapai peningkatan kapasitas dan koordinasi regional dalam pengelolaan hutan dan lahan gambut secara berkelanjutan. (j/ Mongabay)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda