kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Diduga Ada Praktek Maladministrasi Dalam Pengesahan SK Kepengurusan Pusat ORARI

Diduga Ada Praktek Maladministrasi Dalam Pengesahan SK Kepengurusan Pusat ORARI

Jum`at, 04 Maret 2022 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Foto: Ilustrasi.


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Fenomena praktik oligarki dengan modus operandi melalui cara-cara yang mengarah pada terjadinya mal-administrasi terhadap keputusan bagi eksistensi suatu organisasi, dewasa ini sering dialami berbagai organisasi masyarakat, organisasi politik, dan lain sebagainya.

Demikian disampaikan Anwar Suadi Koordinator Garda Milenial Nasional Demokrat, usai menyerahkan petisi ke Ombudsman Republik Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dua hari lalu.

Anwar menyebut, salah satu diantaranya dialami oleh Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) yang diduga menjadi korban praktek oligarki dan praktek kolusi oleh penyelenggara negara yakni Menteri Komunikasi & Informasi RI dan Menteri Hukum dan HAM.

Menurutnya, indikasi itu terjadi pada proses terbitnya SK Menkominfo no.575 tahun 2021 Tentang Pengukuhan Kepengurusan Pusat Organisasi Amatir Radio Indonesia periode 2021-2026 Hasil Munas XI ORARI lanjutan di Bengkulu yang melanggar AD/ART ORARI dan SK Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022 tentang pengesahan Kepengurusan Pusat ORARI tersebut

“Bagi kami siapapun, yang menjadi korban praktek oligarki, kolusi & bahkan dugaan mal-administrasi oleh penyelenggara negara, maka kami bela, dan kami bongkar, nah, kebetulan hal ini dialami oleh ORARI, karena itu kami sampaikan petisi ke Ombudsman Republik Indonesia,” ucap Anwar Suadi yang juga Koalisi Gerakan Milenial Lintas Parpol, Kamis (3/3/2022).

Menurut Anwar Suadi, dari hasil penelusuran tim investigasi yang dibentuk oleh Koalisi Gerakan Lintas Parpol, telah ditemukan dugaan praktek kolusi, Donny Imam Priambodo ketua umum ORARI terpilih hasil Munas XI ORARI lanjutan di Bengkulu tersebut, adalah seorang kader Partai NasDem bahkan salah satu ketua DPP Partai Nasdem, dan juga salah seorang staf ahli di Kementerian Komunikasi & Informasi RI

Sementara Bapak Jhonny G Plate Menteri Komunikasi & Informasi RI yang juga masih sebagai Sekjen DPP Partai NasDem. dengan demikian, terjadinya dugaan mal-administrasi di latarbelakangi oleh adanya sikap dari Bapak Jhonny G Plate Menkominfo yang telah mengeluarkan surat keputusan no.575 tahun 2021 secara sepihak yang menafikan peran dan fungsinya sebagai ex-officio Pembina ORARI Pusat sesuai Pasal 12 ayat (2.b.) Anggaran Dasar ORARI, sehingga sikap dan kebijakannya telah melanggar asaz-azas umum pemerintahan yang baik, dan azas penyelenggaraan pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, 'mestinya Bapak Jhonny G Plate sebagai Menkominfo dan sekaligus ex-officio Pembina ORARI, bersikap netral & menghormati AD/ART ORARI.'

“Ya, penerbitan surat keputusan Menkominfo no.575 tahun 2021 tersebut, menimbulkan akibat hukum yang merugikan keberlangsungan eksistensi ORARI, dan ini yang dirugikan bukan hanya keluarga besar anggota ORARI melainkan juga kepentingan bangsa dan negara dalam hal pelayanan di bidang komunikasi, kami sebagai kader milenial Partai Nasdem sangat prihatin terhadap keterlibatan kader Partai Nasdem dalam masalah ini, insyaallah dalam waktu dekat ini, kami melaporkan ini ke Ketua Umum DPP Partai Nasdem,” tukas Anwar Suadi.

Sementara itu, ditempat terpisah, Abdullah Fernandes koordinator Gerakan Banteng Milenial Anti Korupsi, saat dihubungi awak media di Jakarta, ia mengatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekan kader milenial lintas parpol telah mengirim petisi ke Ombudsman Republik Indonesia, atas temuan mereka adanya praktik oligarki, mal-administrasi (perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik, mal-administrasi ada berbagai macam seperti penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif) dan dugaan kolusi oleh penyelenggara negara

Hal itu kata dia, bukan hanya terjadi pada proses terbitnya surat keputusan Menkominfo no.575 tahun 2021, melainkan juga diduga terjadi pada proses keluarnya SK Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022 tentang pengesahan Kepengurusan Pusat ORARI tersebut

Pasalnya keputusan tersebut telah mengabaikan adanya gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) atas penyelenggaraan Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu yang melanggar AD/ART ORARI ke Pengadilan Negeri Denpasar Bali oleh ORARI Pusat periode 2016-2021.

Mestinya, lanjut Abdullah Fernandes yang juga kader Milineal parpol Berlambang Kepala Banteng ini, Yasony Laoly sebagai Kader PDI-Perjuangan, pakar hukum dan juga pejabat negara, tidak hanya percaya begitu saja dengan Dirjen AHU, kemudian langsung tanda tangani surat keputusan tersebut, melainkan pak Menteri terlebih dahulu mencermati prosesnya, dan bahkan mestinya memperhatikan legitimasi maupun legal standing dari kepengurusan ORARI Pusat hasil Munas XI ORARI Lanjutan yang melanggar AD/ART ORARI

Nah kalau kepengurusan tersebut tidak ada legal standing dan tidak legitimate, maka Surat Keputusan Pengesahan tersebut, tidak layak diterbitkan oleh Dirjen AHU dan ditandatangani oleh Menkumham RI.

“Karena adanya dugaan mal-administrasi, maka kami menyampaikan mendesak dan sangat berharap Ombudsman Republik Indonesia, agar mengeluarkan rekomendasi Pembatalan surat keputusan Menkominfo no.575 tahun 2021 & SK Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022, hal ini penting sekali untuk menyelamatkan ORARI sebagai asset bangsa Indonesia dan juga sekaligus sebagai cadangan nasional dibidang Komunikasi dari praktek oligarki, kolusi dan mal-administrasi,” pungkas Abdullah Fernandes. [Sumber : Radarkotanews.com]


Keyword:


Editor :
Zakir

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda