Beranda / Berita / Nasional / Dibalik Motif Aliran Hakekok di Pandeglang

Dibalik Motif Aliran Hakekok di Pandeglang

Minggu, 14 Maret 2021 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Sebanyak 15 orang penganut aliran Hakekok dianggap sesat. /polri.go.id


DIALEKSIS.COM | Pandeglang - Pimpinan aliran Hakekok - Balakasuta di Pandeglang, Banten, Arya, 52 tahun, mengklaim dirinya Tuhan yang berwujud. "Saya ini Amah Sepuh, lebih dari keyakinan yang lain. Daripada meyakini Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab. Mereka tidak berwujud, saya ini berwujud," kata Arya seperti ditirukan Kepala Polres Pandeglang Ajun Komisaris Besar Hamam Wahyudi dilansir dari pemberitaan Tempo, Ahad, 14 Maret 2021.

Kepada pengikutnya, Arya mengatakan sebagai Amah Sepuh, ia bisa memberikan keselamatan dunia akhirat dan bisa memberikan kesejahteraan, kekayaan. "Amah Sepuh istilahnya, saya ini Gusti Allah lah," kata Hamam mengutip kalimat yang disampaikan Arya saat diperiksa. Ia mengaku Tuhan dan pengikutnya diminta pertolangan kepada dia.

Melalui paham Balakasuta adopsi dari ajaran Hakekok yang pernah dipelajari Arya sebelumnya, pria beristri dan beranak satu ini menjanjikan seluruh pengikutnya selamat dan akan kaya raya.

Kelompok Arya bertemu setiap Ahad Wage, pukul 02.00. Mereka menyenandungkan kidung-kidung berbahasa Sunda. Mereka juga melakukan ritual mandi bersama tanpa busana untuk pembersihan dan penyucian diri. "Saat mandi bersama, semua pakaian yang melekat di badan mereka tanggalkan dan dibuang ke sungai," kata Hamam.

Arya mempelajari aliran Hakekok dari Hambali di Bogor, Jawa Barat pada 2005. Aliran yang dianut Arya saat berguru pada Hambali adalah Hakekok. Pada 2015, Arya menikah dengan wanita asli Pandeglang dan dikaruniai seorang anak.

Pada 2018, Arya mulai menyebarkan ajaran yang disebutnya sebagai Balakasuta yang diadopsinya dari aliran Hakekok. Menurut Hamam, total jumlah anggota sekte ini 15 orang yang terdiri dari keluarga Arya dan warga kecamatan Ciugelis, Pandeglang. "Seluruh anggotanya dari kalangan tidak mampu, terkebelakang dari sisi ekonomi maupun pendidikan. Tidak sekolah." [tempo.co]

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda