Beranda / Berita / Nasional / Deretan Poster Kritik PPN 12%: Pajak Tinggi, Logika di Mana?

Deretan Poster Kritik PPN 12%: Pajak Tinggi, Logika di Mana?

Kamis, 19 Desember 2024 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Massa aksi penolakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024). Foto: Kompas/Dinda Aulia


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ragam poster berisi kritik dibawa oleh demonstran yang menggelar aksi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen oleh pemerintahan Prabowo Subianto. Aksi tersebut berlangsung di seberang kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/12) petang.

Demonstran berasal dari berbagai elemen masyarakat, termasuk kelompok perempuan, mahasiswa, Gen-Z, hingga penggemar budaya pop Korea (K-Popers). Mereka berkumpul di Taman Aspirasi, yang terletak di halaman Plaza Barat Laut Monumen Nasional (Monas).

Salah satu poster mengkritik tingginya PPN di Indonesia yang dinilai tidak sebanding dengan rata-rata upah di Indonesia yang masih rendah.

“Pajak tertinggi se-ASEAN, upah terendah No.5 di dunia. Di mana otaknya?” bunyi poster yang dibawa salah seorang demonstran.

Poster lain menyoroti kebijakan Pemerintah yang dianggap keliru dengan menaikkan PPN sebagai upaya mendongkrak pendapatan negara. Para demonstran berpendapat bahwa alih-alih menaikkan PPN, pemerintah seharusnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk menciptakan sumber pendapatan negara yang baru.

“Negara butuh uang cepat? Perampasan aset solusinya! #TolakPPN12%,” tulis pesan pada poster yang turut menampilkan gambar Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Selain itu, terdapat juga poster yang menyindir kebijakan pemerintah dengan mengadaptasi lirik lagu “Semua Aku Dirayakan” yang dinyanyikan Nadin Amizah. Poster tersebut bertuliskan, “Semua aku dipajakkan.”

Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 telah resmi ditetapkan oleh pemerintah di bawah pimpinan Presiden RI Prabowo Subianto. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI