kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Cukai Rokok Naik 23%, Ini Alasan Kemenkeu

Cukai Rokok Naik 23%, Ini Alasan Kemenkeu

Senin, 04 November 2019 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Pekerja di pabrik rokok. (Foto: Bisnis.com)


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 152 tahun 2019 telah menetapkan kenaikan cukai rokok rata-rata 23%, dan harga jual eceran (HJE) rata-rata 35% mulai tahun 2020. 

Kenaikan tersebut menjadi kontroversi baik di tingkat petani, tenaga kerja, dan juga industri.

Isu-isu PHK karyawan, peredaran rokok ilegal marak, dan lain-lain menghantui kebijakan kenaikan cukai rokok rata-rata 23% ini. Menjawab hal tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi mengatakan, kenaikan cukai rokok kali ini bukanlah hal yang luar biasa.

Ia mengatakan, cukai rokok memang setiap tahun naik 10%. Mengingat dua tahun ke belakang cukai rokok tak naik, maka kenaikan 23% kali ini dinilainya wajar.

"Kalau kita perhatikan setiap tahun itu naiknya juga 10%, bukan hal yang luar biasa. Dan kita tidak mendengar ada gejolak yang luar biasa," kata Heru di kantor Kemenkeu, dikutip dari detik.com, Senin (4/11/2019).

Menurut Heru, meskipun kenaikan cukai rokok rata-rata 23%, namun pada implementasinya bervariasi. Ia mencontohkan, untuk rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) saja kenaikannya dimulai dari 12%.

"Kalau kita perhatikan PMK 152 itu meskipun average-nya adalah 23% dan 35%, tapi kalau kita lihat detailnya itu variatif. Pemerintah betul-betul telah memperhatikan kemampuan antar golongan, kemampuan antar jenis rokok. Sehingga kenaikan cukai rokok jenis SKT start-nya dari 12%," jelas Heru.

Kemudian, dalam menetapkan kenaikan cukai rokok jenis SKT yang paling rendah membuktikan bahwa pemerintah memperhatikan nasib pekerja dan petani di industri padat karya tersebut.

"Itu membuktikan bahwa pemerintah memperhatikan tenaga kerja yang di industri padat karya, makanya kenaikan tarif SKT itu terendah. Ini berbeda dengan yang mesin, yang relatuif lebih tinggi," imbuh dia.

Selain itu, Heru berpendapat, di level petani tembakau kekhawatiran utama yang dirasakan adalah soal penyerapan, bukan kenaikan cukai rokok. Hal tersebut ia sampaikan usai ia bertemu dengan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jabar yang berdemo di depan kantornya.

"Petani concern-nya sebenarnya tidak terkait langsung dengan tarif. Tetapi mereka memang mengkaitkan dengan tarif. Begitu diskusi, ternyata kami memahami bahwa concern mereka adalah keterserapan dari hasil tembakau, pertanian mereka, dan solusinya sudah kami sampaikan," urainya.(dt)

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda