Beranda / Berita / Nasional / Bos OJK Jelaskan, 6 Tantangan Industri Keuangan Syariah RI, Simak!

Bos OJK Jelaskan, 6 Tantangan Industri Keuangan Syariah RI, Simak!

Kamis, 11 Februari 2021 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +



Foto: Ist

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyebutkan setidaknya ada enam tantangan utama dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Tantangan tersebut harus dihadapi kendati ruang pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air masih cukup besar.

Hal ini terlihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi Syariah yang pada tahun 2019 mampu tumbuh 5,72% dengan PDB (produk domestik bruto) nasional saat itu yang 5,02.

Tak hanya itu, industri halal Indonesia di Indonesia juga kian meningkat, di mana pada tahun 2020, nilai perdagangan industri halal Indonesia telah mencapai US$ 3 miliar atau setara dengan Rp 42 triliun (kurs Rp 14.000/US$0 dengan tren yang meningkat.

Menurut Wimboh, enam tantangan tersebut antara lain, pertama dari sisi pangsa pasar atau market share industri jasa keuangan syariah masih relatif kecil, yaitu sebesar 9,90% dari aset industri keuangan nasional.

"Perbankan syariah dituntut mampu menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal dan pengembangan Lembaga Keuangan Syariah," kata dia, dalam webinar bertajuk Peluang dan Tantangan Bisnis Perbankan Syariah Pascamerger Bank Syariah BUMN, Rabu (10/2/2021).

Selanjutnya, kedua, bila dilihat dari sisi permodalan, masih terbatas. Saat ini, terdapat 6 bank syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp 2 triliun dari total 14 bank umum syariah per Desember 2020.

Ketiga, tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia yang masih sangat rendah, yaitu sebesar 8,93%, jauh tertinggal dibandingkan indeks nasional sebesar 38,03%.

Sementara Indeks Inklusi Keuangan Syariah yang sebesar 9,1% juga masih tertinggal dibandingkan indeks nasional sebesar 76,19%.

Selanjutnya, keempat, terbatasnya sumber daya di industri keuangan syariah, antara lain kebutuhan sumber daya manusia yang handal dan memiliki kompetensi tinggi di bidang perbankan Syariah.

Kelima, competitiveness produk dan layanan keuangan syariah yang belum setara dibandingkan keuangan konvensional.

Dalam hal ini, diversifikasi produk keuangan syariah dan business matching menjadi hal yang sangat krusial. Terakhir, keenam, masih rendahnya research and development dalam mengembangkan produk dan layanan syariah lebih inovatif.

Di tengah kondisi tersebut, menurut Wimboh, dengan terbentuknya PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), bank hasil merger tiga bank syariah BUMN, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah ini diharapkan jadi momentum untuk mengakselerasi perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia, bahkan di kancah global dan regional.

Namun demikian, untuk mencapai hal itu, lembaga keuangan syariah harus memiliki infrastruktur yang kuat dan lengkap. Hal ini sangat vital dalam mendukung peningkatan competitiveness dengan skala ekonomi yang lebih besar, cakupan produk yang lebih bervariasi serta market share yang tinggi.

Infrastruktur tersebut di antaranya melalui kehandalan teknologi informasi, sumber daya manusia yang berkualitas, produk dan layanan yang bervariasi dan berkualitas, serta harga yang murah.

Rencana besar tersebut, menurutnya, telah dimulai dengan lahirnya BSI.

Namun demikian, kelahiran BSI juga harus dilengkapi dengan penyusunan rencana bisnis yang detail untuk jangka menengah panjang dan program kerja tahun 2021-2025.

Rencana Bisnis Jangka Menengah Panjang dan Program Kerja tahun 2021-2025 Bank Syariah Indonesia juga harus dilengkapi dengan target-target yang jelas, karena OJK dan masyarakat menunggu program kerja dan target tersebut.

"Rencana Bisnis BSI dimaksud akan lebih cepat terealisir untuk mencapai tingkat competitiveness yang tinggi dan cakupan produk serta market share yang besar, apabila BSI fokus kepada pembiayaan sektor UMKM dan Mikro yang terintegrasi dengan ekosistem pengembangan ekonomi syariah di Indonesia," ujarnya.

Eks Kepala Perwakilan Bank Indonesia di New York ini menilai, lahirnya BSI merupakan salah satu perwujudan Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025 dalam hal pengembangan lembaga keuangan dan ekosistem syariah di Indonesia.

"OJK akan terus konsisten mendorong penguatan kelembagaan jasa keuangan Syariah dengan mengedepankan keunggulan dan diferensiasi produk serta penguatan permodalan, SDM, dan TI yang mutakhir dalam satu ekosistem pengembangan keuangan dan ekonomi syariah yang terintegrasi dari hulu ke hilir," bebernya [cnbcindonesia.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda