BMKG: Megathrust, Zona Rawan Gempa Besar di Indonesia
Font: Ukuran: - +
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. Foto: MPI
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, memberikan penjelasan mengenai fenomena megathrust yang belakangan menjadi isu hangat di Indonesia. Menurut Dwikorita, megathrust terjadi akibat tumbukan antara lempeng Samudera Indo-Australia dan lempeng Benua Eurasia.
Penjelasan ini disampaikan Dwikorita dalam acara One On One di Sindonews TV yang akan tayang pada Jumat, 23 Agustus 2024 pukul 21.30 WIB. "Megathrust sebenarnya adalah zona kontak akibat tumbukan lempeng," ujar Dwikorita saat memberikan penjelasan di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).
Dwikorita menggambarkan bahwa bagian pinggir lempeng yang bertumbukan melebar namun tipis, dengan ketebalan sekitar 40-50 kilometer. "Ini terlihat tipis karena jari-jari bumi sekitar 6.370 kilometer," tambahnya.
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa megathrust terjadi ketika lempeng Samudera Indo-Australia menumbuk dan masuk ke bawah lempeng Benua Eurasia. "Di bagian terdepan ada Pulau Jawa dan Sumatera," katanya.
Kepala BMKG ini menekankan bahwa isu gempa megathrust harus diwaspadai karena dapat menimbulkan pelepasan energi yang tersimpan di dalam tubuh batuan lempeng, yang berpotensi memicu gempa bumi.
Dwikorita juga menjelaskan mengapa dalam gambar ilmiah, zona megathrust sering digambarkan seperti memiliki gigi. "Ini simbol ilmiah yang menunjukkan zona naik. Saat menumbuk, batu yang getas ini melengkung dan menekuk. Seperti penggaris yang bisa patah, ketika patah, bagian ini naik. Dalam bahasa Inggris disebut thrust," jelasnya.
Mengingat panjangnya zona tumbukan yang mencapai ribuan kilometer, fenomena ini disebut sebagai megathrust. Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai fenomena geologi yang menjadi perhatian publik belakangan ini.