Anies Baswedan Sebut Ketimpangan di Indonesia Makin Melebar
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin apel peringatan Hari Sumpah Pemuda, Senin (28/10/2019). Usai membacakan amanat mengenai Sumpah Pemuda, Anies berbicara terkait ketimpangan di Indonesia.
Menurut Anies, kesatuan yang dihadirkan negara harus diikuti dengan rasa keadilan tanpa ketimpangan.
Anies menyebut ketimpangan antarnegara di dunia semakin berkurang saat ini. Namun, hal ini berbeda dengan ketimpangan di dalam negeri, bukan hanya di Indonesia.
"Jadi ketimpangan antarnegara sudah mengecil, tapi ketimpangan dalam negaranya yang melebar dan itu dialami seluruh negara di dunia," kata Anies di Silang Monas, Jakarta Pusat.
Meskipun Indonesia termasuk kelompok G-20, negara dengan ekonomi kuat, namun menurutnya hal itu tidak sebanding dengan kondisi di dalam negeri.
"Coba perhatikan, Indonesia masuk G-20 kan berarti kita masuk top 20, India top 20, begitu sampai di dalam negerinya ada ketimpangan luar biasa," kata Anies, seperti dikutip dari CNN Indonesia.
"Artinya apa? Pembangunan beberapa wilayah sudah begitu pesat sehingga dia bisa setara dengan wilayah lain, tapi sebagian tempat lainnya belum," tambahnya.
Karena itu, menurut Anies jika ingin mewujudkan persatuan seperti amanat Sumpah Pemuda, maka diperlukan pengentasan ketimpangan terlebih dahulu.
Dia mengatakan setiap kebijakan harus memperhitungkan faktor keadilan bagi setiap orang.
Anies menyebut contoh kebijakan terkait harga properti yang terus naik dan berimbas pada pajak bangunan para pensiunan aparatur sipil negara (ASN).
Menurutnya, kebanyakan para pensiunan tak mampu membayar pajak bangunan.
Dia mengatakan dalam hal ini pemerintah harus mengambil andil agar mereka yang sudah berjasa kepada negara diberikan keadilan untuk tetap tinggal.
"Kalau kita tidak memikirkan keadilan ya sudah efeknya secara pelan-pelan kita mengusir mereka dari Jakarta karena tidak bisa bayar pajak mereka menjual, lalu lepas. Itu yang saya maksud," ujarnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur dari rasio gini berada di bawah 0,4. BPS mengukur ketimpangan berdasarkan konsumsi, bukan pendapatan dan kekayaan.
Sementara, kekayaan di Indonesia dinilai hanya dikuasai oleh segelintir orang tertentu. Data Global Wealth Report pada 2018 yang dikeluarkan oleh Credit Suisse, ketimpangan berdasarkan kekayaan 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6 persen kekayaan nasional, meningkat dari 45,4 persen pada 2017.Pada Maret 2019, BPS melansir tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang tercermin dari rasio gini berada di posisi 0,382. Angka itu menurun dibandingkan Maret 2018 sebesar 0,389, dan September tahun lalu, yaitu 0,384.
Semakin tinggi angka rasio gini, berarti ketimpangan semakin melebar. Sebaliknya, kalau angka rasio gini mengecil, maka ketimpangannya semakin kecil. Ketimpangan yang lebar menandakan bahwa ketidakmerataan pengeluaran masyarakat. (me/cnnindonesia)