DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi, aktivis, sekaligus politikus nasional Anies Rasyid Baswedan menilai bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sudah sepatutnya ditetapkan sebagai bencana nasional.
Menurutnya, skala kerusakan dan penderitaan warga tidak lagi bisa ditangani dengan kapasitas daerah semata, melainkan membutuhkan keterlibatan penuh negara.
Pernyataan tersebut disampaikan Anies melalui akun Instagram pribadinya yang dilansir dialeksis.com, Minggu (14/12/2025) setelah ia turun langsung meninjau sejumlah lokasi terdampak, mulai dari Aceh Tamiang dan Langkat.
Dalam kunjungannya, Anies menyebut dirinya menyaksikan langsung kondisi warga yang bertahan hidup di tenda-tenda pengungsian dengan keterbatasan yang memprihatinkan.
“Saya duduk di tenda pengungsian, ngobrol dengan para ibu yang kehilangan rumah, anak-anak yang belum bisa sekolah, dan bapak-bapak yang lahannya tertimbun kayu dan lumpur,” ujar Anies.
Sebagai seorang akademisi yang lama berkecimpung dalam isu kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan, Anies menilai bahwa menyebut bencana ini sebagai bencana biasa adalah bentuk pengingkaran terhadap realitas di lapangan.
Ia menegaskan, pengakuan sebagai bencana nasional bukan sekadar persoalan status administratif, melainkan menyangkut keberanian negara untuk bertanggung jawab penuh atas penderitaan rakyatnya.
“Setelah melihat langsung, rasanya sulit untuk menyebut ini sebagai bencana biasa yang bisa ditangani sendiri oleh daerah. Kita sudah waktunya mengaku bahwa ini adalah bencana nasional,” tegasnya.
Anies menjelaskan, dengan penetapan status bencana nasional, pemerintah pusat memiliki ruang yang jauh lebih besar untuk mengerahkan anggaran, personel, alat berat, serta program pemulihan secara lebih cepat dan masif.
Hal ini, menurutnya, akan berdampak langsung pada percepatan distribusi bantuan bagi masyarakat terdampak.
“Kalau statusnya bencana nasional, aliran logistik bisa lebih deras. Makanan, air bersih, obat-obatan, tenda, layanan kesehatan, hingga dukungan psikososial bisa digerakkan tanpa ragu,” jelas mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Ia juga melihat persoalan akses infrastruktur yang terputus akibat bencana. Jalan-jalan yang rusak dan tertimbun material longsor, kata Anies, dapat lebih cepat dibuka jika seluruh kekuatan negara termasuk TNI dan berbagai instansi pusat digerakkan secara terkoordinasi.
Lebih jauh, Anies menekankan bahwa dampak penetapan bencana nasional tidak hanya terasa pada masa tanggap darurat, tetapi juga pada fase pemulihan jangka panjang.
Program perbaikan rumah warga, sekolah, jalan, hingga bantuan bagi usaha kecil akan jauh lebih kuat karena dibiayai oleh negara, bukan semata-mata mengandalkan APBD daerah yang terbatas.
Namun demikian, Anies tidak menutup mata terhadap kekhawatiran sebagian pihak terkait risiko korupsi, tumpang tindih kewenangan, hingga intervensi pihak-pihak tertentu jika status bencana nasional ditetapkan.
Sebagai aktivis yang kerap menyuarakan pentingnya transparansi dan akuntabilitas, ia menilai kekhawatiran tersebut wajar, tetapi tidak boleh menjadi alasan untuk menunda keputusan strategis.
“Jawabannya bukan menahan status bencana nasional, melainkan memastikan tata kelolanya diawasi ketat sejak awal,” tegas Anies.
Ia menambahkan, bagi para korban bencana, status nasional memiliki makna simbolik dan psikologis yang sangat penting. Status tersebut menjadi pesan bahwa negara benar-benar melihat dan menganggap penderitaan mereka sebagai urusan bersama, bukan sekadar persoalan daerah.
Meski bencana telah berlangsung selama beberapa waktu, Anies menegaskan bahwa keputusan untuk menetapkan status bencana nasional belum terlambat.
Menurutnya, fase tanggap darurat masih berjalan, sementara proses pemulihan akan berlangsung panjang hingga satu atau dua tahun ke depan.
“Keputusan hari ini akan menentukan seberapa kuat dukungan negara dalam satu sampai dua tahun ke depan,” ujarnya.
Karena itu, Anies mendorong agar pemerintah pusat sungguh-sungguh mempertimbangkan penetapan bencana nasional untuk wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ia meyakini, dengan status tersebut, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, organisasi masyarakat, dan seluruh elemen bangsa dapat berjalan lebih cepat dan lebih kuat.
“Lalu sama-sama kita kawal agar dikelola dengan jujur dan terbuka. Supaya saudara-saudara kita yang sekarang masih tidur di tenda benar-benar merasakan bahwa Indonesia berdiri di belakang mereka,” tutup Anies. [nh]