kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Angka Perceraian Turun 10,2 Persen, Kemenag Dorong Peran KUA Jaga Ketahanan Keluarga

Angka Perceraian Turun 10,2 Persen, Kemenag Dorong Peran KUA Jaga Ketahanan Keluarga

Kamis, 16 Mei 2024 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Dirjen Bimas Islam, Kemenag, Kamaruddin Amin menyampaikan data BPS mencatat angka perceraian di Indonesia mengalami penurunan hingga 10,2 persen di tahun 2023 dengan 463.654 kasus. Tahun sebelumnya, angka perceraian mencapai 516.344 kasus. [Foto: Humas Kemenag]


DIALEKSIS.COM | Bogor - Angka perceraian di Indonesia mengalami penurunan hingga 10,2 persen di tahun 2023 dengan 463.654 kasus. Tahun sebelumnya, angka perceraian mencapai 516.344 kasus. Jumlah tersebut merujuk dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 28 Februari 2024.

Dirjen Bimas Islam, Kemenag, Kamaruddin Amin mengapresiasi kinerja Kantor Urusan Agama (KUA). Menurutnya, KUA telah berperan dalam menyosialisasikan dan mengampanyekan pentingnya persiapan dan kematangan sebelum menikah.

“KUA telah melakukan sosialisasi dan kampanye tentang pentingnya kesiapan emosional, spiritual, dan finansial bagi calon pengantin yang ternyata berpengaruh terhadap penurunan angka cerai,” ucap Kamaruddin, dikutip Dialeksis.com, Kamis (16/5/2024).

Penurunan angka cerai, imbuh Kamaruddin, juga dipicu oleh penurunan jumlah pernikahan sebagai dampak dari Revisi UU Perkawinan yang mengharuskan usia minimal 19 tahun bagi perempuan yang akan menikah. Karenanya, Dirjen Bimas Islam mendorong KUA untuk terus berperan dalam menjawab dinamika isu-isu sosial untuk memperkuat ketahanan keluarga.

“Jika keluarga rentan terhadap persoalan sosial, ekonomi, dan lain-lain, hal ini akan berdampak pada ketahanan keluarga,” terangnya.

Selain itu, ia menambahkan, pihaknya juga akan terus meningkatkan kualitas Bimbingan Perkawinan (Bimwin). Dikatakannya, Bimwin dapat mengubah paradigma dan cara pandang masyarakat terhadap KUA yang tidak hanya melayani pernikahan, tetapi juga mengambil bagian dalam penyelesaian problematika sosial seperti kawin anak, stunting, perceraian, dan kemiskinan ekstrem.

“Calon pengantin harus mampu memahami makna, tujuan, dan persiapan sebuah perkawinan agar dapat membentuk keluarga sakinah,” pungkasnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda