AJI Catat 28 Kasus Kekerasan Polisi ke Jurnalis saat Liputan Demo Penolakan UU Cipta Kerja
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sebanyak 28 jurnalis mengalami kekerasan saat sedang melakukan peliputan aksi penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).
Data itu dihimpun AJI dari 38 kota di Indonesia, terbanyak terjadi di Jakarta. "Dilihat dari wilayahnya, kasus kekerasan paling banyak terjadi di Jakarta ada delapan kasus," kata Ketua Bidang Advokasi AJI, Sasmito Madrim dalam konferensi pers virtual, Sabtu (10/10/2020).
Kasus kekerasan pada jurnalis saat liputan Omnibus Law Cipta Kerja lainnya terjadi di Kota Surabaya dengan enam kasus, Samarinda enam kasus, lalu Semarang dan Palu masing-masing tiga kasus.
Sasmito menyebut semua kasus kekerasan tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian. Hal ini tidak beda jauh dengan catatan AJI dari aksi protes serupa yang terjadi November lalu.
Selain dari wartawan profesional, Sasmito mengungkapkan korban kekerasan juga dialami oleh jurnalis kampus. "Ada juga enam pers kampus yang ditahan di beberapa kota. Ada di Surabaya dua kasus, Bandung ada satu, dan di Jakarta ada tiga," ujarnya.
AJI berharap agar pelaporan kekerasan pada jurnalis yang terjadi pada peliputan tersebut dapat diselesaikan sesuai Undang-Undang (UU) Pers yg berlaku, berdasar pasal 18 UU No 40 tahun 1998 tentang Pers.
Ayat 1 dalam pasal tersebut berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan peliputan dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah."
Saat peliputan, terdapat dua jurnalis CNN Indonesia yang juga menjadi korban kekerasan oleh aparat.
Pertama, Thohirin yang ditugaskan meliput demo di sekitar Simpang Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis malam.
"Kepala saya dipukul pakai tangan, satu sampai tiga kali, saya lupa. HP saya dirampas, dibuka, diperiksa geleri, kemudian dibanting. ID pers saya juga diambil lalu dibuang," kata Thohirin.
Kedua, Farid Farid Miftah Rahman, mengalami intimidasi saat kericuhan pecah di Gedung Negara Grahadi Surabaya. Farid dikerubungi dan diintimidasi oleh polisi saat memotret penangkapan sejumlah massa aksi oleh polisi.