Tantangan Partai Politik Lokal Jelang Pilkada Aceh 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : M. Ilham Salim Rizuwanda
M. Ilham Salim Rizuwanda, mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry. [Foto: for dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Ar-raniry Banda Aceh menggelar kegiatan Stadium General dalam bentuk diskusi publik mengenai eksistensi partai politik lokal dalam pilkada Aceh 2024 pada awal November 2024.
Dalam kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber yang berpengalaman dalam membahas dinamika partai lokal yaitu Dr. Fajran Zain MA perwakilan dari Partai Aceh (PA), dan Sayed Nazar, S.Th.I perwakilan dari Partai Adil Sejahtera (PAS).
Partai lokal merupakan simbol kekhususan masyarakat Aceh yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karena adanya partai lokal itu merupakan hasil dari kesepakatan MoU Helsinki 2005 silam. Namun terlihat sekarang ini peran partai lokal itu sendiri masih sangat awam dan diabaikan oleh masyarakat Aceh.
Partai lokal memainkan peran krusial dalam memperkuat demokrasi dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Dengan kedekatan budaya dan pemahaman terhadap isu-isu lokal, partai lokal harusnya mampu menjembatani antara rakyat dan pemerintah. Namun terlepas dari itu, tantangan seperti konsolidasi internal dan persaingan dengan partai nasional tetap ada. Nah keberhasilan mereka menjelang Pilkada 2024 itu sangat bergantung pada kemampuan beradaptasi dan inovasi dalam strategi politik.
Lantas apa sebenarnya tantangan terbesar yang dihadapi partai lokal Aceh menjelang pilkada Aceh 2024. Berikut ulasannya.
1. Konsolidasi internal
Konsolidasi internal adalah tantangan mendasar yang dihadapi partai politik lokal, termasuk di Aceh. Sebagai entitas politik yang lahir dari semangat kekhususan daerah, partai lokal memiliki keunggulan dalam memahami aspirasi masyarakat setempat. Namun, keunggulan ini sering kali terganggu oleh lemahnya manajemen internal.
Konflik antar individu atau kelompok di dalam partai sering muncul karena perbedaan visi, ambisi pribadi, atau ketidaksepakatan tentang strategi politik. Ini tidak hanya melemahkan soliditas partai tetapi juga menciptakan citra negatif di mata publik.
Kemudian, banyak partai lokal belum memiliki sistem pengelolaan organisasi yang profesional. Hal ini meliputi kurangnya kaderisasi, pembagian peran yang tidak jelas, dan tidak adanya rencana jangka panjang yang terstruktur.
Dalam era politik modern, partai politik dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi dan tren baru. Ketidakmampuan partai lokal dalam memanfaatkan teknologi atau menyusun strategi inovatif menjadi penghambat konsolidasi internal.
2. Persaingan dengan partai nasional
Persaingan antara partai lokal di Aceh dan partai nasional merupakan fenomena yang kompleks dan dinamis. Sebagai daerah dengan kekhususan politik yang diakui melalui MoU Helsinki 2005, partai lokal memiliki keunggulan kultural dan historis yang seharusnya menjadi modal besar. Namun, kehadiran partai nasional yang lebih mapan menimbulkan tantangan signifikan dalam kontestasi politik, termasuk menjelang Pilkada 2024.
Persaingan dengan partai nasional bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dihadapi oleh partai lokal Aceh. Dengan strategi yang tepat, konsolidasi internal yang kuat, dan keterlibatan masyarakat, partai lokal dapat menjadi pemain utama dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat Aceh.
3. Menurunnya kepercayaan publik
Jika kita lihat kondisi sekarang, kepercayaan publik terhadap peran partai lokal semakin menurun hari demi harinya. Secara tidak langsung hal itu dapat membuat performa partai lokal dapat menurun.
Partai lokal yang gagal menunjukkan kinerja memuaskan atau terjebak dalam konflik internal, masyarakat cenderung beralih ke partai nasional yang dianggap lebih stabil.
Sebagai generasi muda, mahasiswa memiliki peran penting dalam memperjuangkan keberhasilan partai lokal dalam konteks pilkada 2024, baik dengan cara meningkatkan partisipasi politik, ikut menyuarakan aspirasi, dan lain lain. Dengan terlibat dalam proses politik, memberikan kritik membangun, dan menjadi bagian dari kaderisasi, mahasiswa dapat membantu memperkuat partai lokal sebagai pilar demokrasi di Aceh. [**]
Penulis: M. Ilham Salim Rizuwanda (Mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry)