Beranda / Kolom / Sikap Pj Achmad Marzuki Ke Media

Sikap Pj Achmad Marzuki Ke Media

Jum`at, 15 Juli 2022 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Ketika saya mengikuti silaturahmi dengan Pj Gubernur Aceh, timbul pertanyaan dalam benak saya. Apakah Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki “alergi” memberikan keterangan Pers?

Takut salah memberikan statemen, karena dia baru bertugas. Belum faham betul dengan sejumlah perosalan, sehingga takut kalau nantinya statemenya salah dan menjadi viral.

Mungkin itulah sekilas gambaran, ketika dilangsungkan silaturahmi dan makan siang PJ Gubernur Aceh dengan pimpinan redaksi media massa, di restaurant Pendopo Gubernur Aceh, Kamis (14/07/2022.

Ketika Achmad Marzuki hadir di ruangan, tanpa protocol resmi, dia langsung naik ke panggung dan berbicara di depan mik. Pj Gubernur langsung menyebutkan acara ini silaturahmi, bukan temu Pers dan statemenya jangan diberitakan.

Gayanya memang elegent, duduk berbaur melepaskan tawa, sambil ngobrol. Namun dia tidak mau pernyataanya diberitakan. Dia sepertinya belum mau diekpose untuk saat ini. Dia ingin bekerja dulu membangun negeri di ujung barat Sumatera ini.

“Soal nanti pencapaian hasilnya, silakan lakukan investigasi, lihat dan tulis sendiri hasilnya. Jangan tanya komentar saya. Silakan tanya nara sumber lainnya,” sebut Achmad Marzuki sambil mengingatkan wartawan dalam pertemuan itu untuk tidak mengambil gambar,merekam.

Bahkan, Pj Gubernur ini sempat menegur saya ketika memegang HP saat membuka wa masuk. “Lo kamu rekam ya, jangan direkam,” sebutnya.

Namun, walau Pj Gubernur sudah menarik garis untuk tidak memberitakan statemenya, tetap saja wartawan yang bertanggungjawab memberikan informasi ke publik, menanyakan sejumlah hal yang harus disikapi gubernur.

Kembali lagi Mayjen yang mengambil pensiun dini menjelang dilantik sebagai Pj Gubernur Aceh ini mengingatkan wartawan untuk tidak memberitakan statemenya. Dia mau menjelaskan sekilas, namun bukan untuk diberitakan.

Melihat perkembangan pertemuan itu, sejumlah pertanyaan yang sudah saya siapkan untuk mendapat jawaban gubernur, saya urungkan. Mungkin momentya belum tepat dalam suasana makan siang bersama orang nomor satu di Aceh ini.

Walau publik sebenarnya punya hak dan ingin tahu apa yang akan dilakukan Pj Gubernur Aceh dalam membawa biduk haluan negeri di ujung barat pulau Andalas ini. Apa kerangka konsepnya hingga dilaksanakan pemilihan dan terlantiknya gubernur yang definitif.

Apalagi Aceh akan kehilangan sebagian dana Otsus. Angka kemiskinan yang masih menjadi tertinggi di Sumatera. Aceh akan menjadi tuan rumah PON ke XXI. Belum lagi nanti akan ada kekuatan tarik menarik dalam penempatan “kabinetnya”.

Pelaksanaan Pemilu, Pilpres, Pilkada serentak yang bebanya jauh lebih besar dari pesta demokrasi sebelumnya, serta sejumlah kebijakan Pj lainya yang dinanti publik.

Publik di Aceh ingin tahu dan menginginkan Pj Gubernurnya adalah manusia tangguh yang mampu menghadapi dan menyelesaikan sejumlah persoalan yang kini “menyelimuti” bumi Serambi Mekkah.

Pemimpin itu kalau boleh diibaratkan seperti membawa bulldozer untuk membuka dan membersihkan jalan. Ada duri dan aral melintang di jalan, tidak membuatnya surut. Namun jalan yang sudah diprogramkanya harus jadi.

Dalam perjalananya dia juga harus selektif dan faham bila nantinya ada pembisik. Dia harus fokus untuk rakyat Aceh, artinya tidak harus “membela” kelompok tertentu. Dia milik Aceh dan berkarya untuk Aceh.

Di seputaran Pendopo Gubernur Aceh, saya sempat melihat ada pohon yang tinggi kokoh dan rimbun. Akarnya tegap menghujam ke bumi. Pohon ini menaungi pohon lainya yang lebih kecil dibawahnya.

Pohon ini menahan badanya ketika angin bertiup kencang. Dia akan menancapkan akarnya ke bumi ketika ada badai yang menerpanya. Semakin tinggi pohon maka akan semakin kuat angin menerpanya.

Pemimpin itu laksana tanah, segalanya bertumpu ditanah. Dia harus siap disiram hujan, harus tahan tersengat mentari dan harus menerima apapun yang menjadikanya sebagai tempat sandaran. Segala bentuk harus diterimanya.

Apalagi kini publik Aceh punya wadah untuk bersuara, mereka punya media sosial yang bebas mengutarakan keluh kesahnya. Wadah yang bebas mau menyampaikan apa saja dengan segala konsekwensinya.

Kembali kepertemuan silaturahmi dengan Pj Gubernur Aceh, saya yakin Achmad Marzuki bukan alergi memberikan keterangan Pers. Bukan enggan menyampaikan statemenya dalam menjelaskan apa upaya yang dilakukanya dalam menyelesaikan sejumlah tugas di Aceh.

Namun, mungkin belum sekarang saatnya. Dia ingin terlebih dahulu bekerja, baru kemudian publik yang memberikan penilaianya. Itu hak Achmad Marzuki untuk memberikan atau tidak memberikan keterangan kepada media.

Media juga punya hak memberikan informasi ke publik, media bertanggungjawab ke publik untuk menyampaikan informasi. Apalagi informasi itu dari orang nomor satu di Aceh, dari seorang jenderal yang “ihlas” mengambil pensiun dini untuk mengabdikan diri di Aceh.

Apa yang akan dilakukan Pj Gubernur dalam memoles Aceh, apa nanti keteranganya kepada media. Kita nanti saja bagaimana sikap Achmad Marzuki yang sudah cukup lama mengenakan uniform militer kini mengenakan lencana panca cita ** Bahtiar Gayo

Penjab/ Pimred Dialeksis.com
Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda