Beranda / Kolom / Pemotongan 3 Persen untuk Tapera, Beban Atau Sepadan?

Pemotongan 3 Persen untuk Tapera, Beban Atau Sepadan?

Selasa, 11 Juni 2024 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Wilda Raihanna

Wilda Raihanna, Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintah UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto: dok. pribadi for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Kolom - Tapera singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat atau dana simpanan yang disetorkan secara rutin dalam jangka waktu tertentu untuk pembiayaan perumahan.

Pada 20 Mei 2020, Presiden Joko Widodo telah memutuskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Kemudian pada tanggal 20 Mei 2024 pemerintah menetapkan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Peraturan pemerintah (PP) ini menyempurnakan PP sebelumnya, untuk perhintungan besaran simpanan Tapera pekerja mandiri atau freelancer. Dana tabungan ini sebenarnya sudah digagas pemerintah sejak 2016 melalui Undang-undang Nomor 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

Iuran Tapera adalah sebesar 3 persen, dengan rincian 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja, Dengan kata lain, 2,5 persen tersebut merupakan gaji pekerja yang dipotong untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat. Sementara itu bagi peserta mandiri, iuran 3 persen tersebut ditanggung oleh diri sendiri.

Pasal 5 PP Nomor 21 Tahun 2024 menjelaskan, peserta Tapera adalah para pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, telah berusia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar. Kemudian pada pasal 7 dijelaskan rician pekerjaan yang masuk dalam kriteria sebagai berikut, Calon pegawai negeri sipil (PNS), Pegawai aparatur sipil negara (ASN), Prajurit TNI, Prajurit siswa TNI, Anggota Polri, Pejabat negara, Pekerja BUMN atau BUMD, Pekerja BUMDES, Pekerja BUM swasta, dan Pekerja yang tidak termasuk pekerja yang menerima gaji atau upah.

Kepesertaan dalam program Tapera untuk pembiayaan perumahan secara gotong royong akan diwajibkan paling lambat pada tahun 2027. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tapera, setiap pemberi kerja diwajibkan untuk mendaftarkan pekerjanya ke Badan Pengelola Tapera paling lambat tujuh tahun setelah peraturan tersebut mulai berlaku, yaitu pada tahun 2027. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh pekerja memiliki akses terhadap fasilitas pembiayaan perumahan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka melalui kepemilikan rumah.

Tapera dibentuk untuk memenuhi kebutuhan setiap individu yang berhak hidup sejahtera secara fisik dan mental, memiliki tempat tinggal yang layak, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pesertanya memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, Tapera tidak hanya fokus pada aspek pembiayaan perumahan semata, tetapi juga berperan dalam mendukung kebutuhan esensial masyarakat untuk hidup dalam keadaan sejahtera secara holistik.

Manfaat tapera bagi Perekonomian yaitu stimulasi pertumbuhan sektor perumahan, Tapera berperan signifikan dalam meningkatkan permintaan perumahan, yang mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan industri terkait, ini menciptakan banyak lapangan kerja baru dan meningkatkan aktivitas ekonomi. Tapera semakin memperlihatkan dampak positifnya bagi individu, pengusaha, dan ekonomi nasional. Program ini tidak hanya mempermudah masyarakat untuk memiliki rumah layak huni dengan pembiayaan yang terjangkau, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan aktivitas di sektor perumahan. Inovasi dan pengembangan yang berkelanjutan memastikan bahwa Tapera tetap relevan dan efektif dalam memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat Indonesia.

Pro dan kontra pemotongan gaji untuk Tapera

Pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk Tapera mulai berlaku pada tahun 2024 dan menimbulkan berbagai reaksi di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pekerja lainnya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan yang layak. Namun, kebijakan ini tidak lepas dari pro dan kontra yang menggambarkan beragam pandangan terkait implementasi dan dampaknya.

Salah satu manfaat utama dari Tapera adalah memberikan akses lebih mudah ke perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah, dengan kontribusi ini pekerja memiliki kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan perumahan dengan bunga yang lebih rendah dan syarat yang lebih mudah.

Manfaat kedua dari Tapera ialah Investasi Jangka Panjang. Tapera tidak hanya sekadar tabungan, tetapi juga investasi jangka panjang. Dana yang disetorkan akan dikelola secara produktif, sehingga memberikan imbal hasil yang bisa dimanfaatkan di masa depan, baik untuk keperluan perumahan maupun kebutuhan lainnya.

Manfaat ketiga dari Tapera ialah Stabilitas Sosial dan Ekonomi. Kepemilikan rumah yang layak berkontribusi pada stabilitas sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya Tapera, diharapkan dapat mengurangi jumlah masyarakat yang tidak memiliki rumah dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Manfaat keempat dari Tapera ialah Dukungan untuk Pembangunan Infrastruktur. Dana Tapera yang dikelola oleh pemerintah akan digunakan untuk pembangunan perumahan dan infrastruktur terkait, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor konstruksi.

Secara keseluruhan, pemotongan gaji untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) membawa banyak manfaat yang signifikan. Meskipun pada awalnya mungkin terasa berat bagi sebagian karyawan, program ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, manfaat kolektif dari program ini tidak bisa diabaikan, dengan lebih banyak masyarakat yang memiliki rumah, stabilitas sosial dan ekonomi dapat ditingkatkan. Program ini juga membuka lapangan pekerjaan baru di sektor konstruksi dan properti, yang pada gilirannya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Sedangkan kontra Kebijakan Tapera pun sama riuhnya. Bahkan sampai diplasetkan sama masyarakat Tapera (Tambahan Penderitaan Rakyat). Tapera telah menimbulkan terlalu banyak kontroversi di kalangan masyarakat, salah satu poin yang paling disorot adalah rencana pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk semua pekerja sektor formal. 

Beban tambahan bagi pekerja pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk Tapera dianggap memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Banyak ASN yang sudah mengalami pemotongan gaji untuk berbagai keperluan seperti BPJS, Korpri, koperasi, Taspen, dan cicilan pinjaman bank. Penambahan potongan ini semakin memperkecil pendapatan yang bisa dibawa pulang.

Beberapa pekerja khawatir mereka mungkin tidak akan langsung merasakan manfaat dari program Tapera, terutama jika masa pensiun mereka sudah dekat atau jika mereka sudah memiliki rumah sendiri, hal ini menimbulkan ketidak puasan karena dana yang dipotong dari gaji mereka yang tidak memberikan manfaat langsung.

Transparansi dan pengelolaan dana Tapera menimbulkan kekhawatiran yang mendalam. Banyak pihak meragukan apakah dana yang dipotong dari gaji pekerja akan dikelola dengan baik dan efisien. Pengalaman buruk terkait pengelolaan dana publik di masa lalu menambah ketidak percayaan masyarakat terhadap kebijakan ini. Diperlukan jaminan yang kuat bahwa dana yang terkumpul akan digunakan seefektif mungkin untuk tujuan yang diinginkan. 

Pemotongan gaji juga berpotensi menurunkan motivasi dan produktivitas pekerja, ketika pekerja merasa bahwa upaya dan kerja keras mereka tidak dihargai secara layak, hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Produktivitas yang menurun ini bisa berdampak negatif pada efisiensi dan efektivitas sektor publik yang pada akhirnya merugikan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Ketidakpuasan dan demotivasi di kalangan pekerja dapat menyebabkan penurunan kualitas layanan publik, yang akan dirasakan oleh masyarakat luas. 

Banyak yang berargumen bahwa kebijakan pemotongan gaji ini tidak adil dalam pembagian beban ekonomi. Pemerintah seharusnya mencari cara lain untuk menyeimbangkan anggaran tanpa membebankan kesulitan ekonomi kepada para pekerja. Misalnya reformasi pajak yang lebih progresif, pengurangan pengeluaran yang tidak perlu, dan penanganan korupsi bisa menjadi solusi yang lebih adil dan efektif. Dengan mengatasi korupsi dan inefisiensi birokrasi, pemerintah dapat menghemat dana yang signifikan tanpa harus mengorbankan kesejahteraan para pekerja.

Gelombang protes dan unjuk rasa juga menjadi potensi dampak dari kebijakan ini. Pemotongan gaji yang tidak populer dapat memicu reaksi keras dari serikat pekerja dan masyarakat. Demonstrasi massal dan protes bisa mengganggu ketertiban umum dan menambah ketegangan sosial. Dalam sejarah, kebijakan yang merugikan pekerja sering kali memicu perlawanan yang kuat dan menyebabkan ketidak stabilan sosial.

Dampak langsung dari kebijakan ini adalah tambahan beban finansial bagi para pekerja, terutama yang berpenghasilan rendah hingga menengah. Dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil pasca pandemi, pengurangan gaji sebesar 3 persen ini dirasakan sangat memberatkan. Bagi pengusaha, terutama di sektor usaha kecil dan menengah, kebijakan ini meningkatkan biaya operasional, yang bisa berujung pada pengurangan tenaga kerja atau pembatasan kenaikan gaji di masa depan.

Dengan merespons kritik ini, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat dan mungkin perlu mengkaji ulang kebijakan tersebut. Sosialisasi yang lebih baik dan transparansi mengenai pengelolaan dana Tapera sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan publik. Dialog terbuka dengan berbagai pemangku kepentingan bisa membantu menemukan solusi yang lebih efektif dan adil. Penting diingat bagi pemerintah agar tidak mengorbankan kesejahteraan pekerja. [**]

Penulis: Wilda Raihanna (Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintah UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Keyword:


Editor :
Indri

kip
riset-JSI
Komentar Anda