Beranda / Kolom / Memanfaatkan Jabatan dan Fasilitas Negara

Memanfaatkan Jabatan dan Fasilitas Negara

Kamis, 17 Februari 2022 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Pimred Dialeksis.com, Bahtiar Gayo. [Foto: For Dialeksis]

Catatan: Bahtiar Gayo

Dunia ‘tersentak’ dengan sikap Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador. Dia mendesak salah satu anaknya bersikap transparan soal sumber uang yang digunakan untuk membiayai kehidupannya.

Permintaan Obrador yang menjadi konsumsi media itu, ketika anaknya Jose Ramon Lopez Beltran, dituduh memiliki konflik kepentingan atas penyewaan sebuah properti di Texas.

Presiden Obrador meminta anaknya untuk transparan, bagaimana dia mendapatkan uang untuk sumber hidupnya. Obrador mengklaim tidak ada anaknya yang memiliki hubungan dengan bisnis pemerintah.

Sebuah pernyataan dan permintaan yang menarik disaat “menggilanya” pejabat memanfaatkan jabatan dan fasiltas negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Memanfaatkan kesempatan selagi berkuasa.

Acungan jempol buat Obrador. Sebenarnya saya tidak terlalu tersentak dengan pernyatan Obrador, karena 15 abad yang lalu, ada kisah menarik juga yang hingga menjadi catatan sejarah. Hingga kini kisah itu masih sering diceritakan.

Kalau Obrador meminta penjelasan anaknya soal sumber dana hidupnya, namun jauh berbeda dengan para pemimpin Islam. Mereka bukan hanya meminta anaknya untuk tidak memanfaatkan fasiltas negara dan jabatanya sebagai khalifah, namun melarang anaknya untuk menjadi pejabat negara.

Diantara banyak sejarah, saya jadi teringat dengan sikap Khalifah Islam, Umar Bin Khattab. Sahabat Rasullulah ini meminta anaknya Abdullah Bin Umar untuk mengembalikan keuntungan usahanya, karena sumber keuntungan itu berasal dari uang negara (Baitul Mal).

Saat itu Abdullah membeli seekor unta yang kurus, kemudian mengembalakanya di pengembalan yang dikelola baitul mal. Ketika unta itu sudah sehat, dan gemuk, Umar Bin Khattab mengetahuinya.

Kemudian dia memanggil anaknya Abdullah, untuk menghitung berapa modal awalnya dia membeli unta dan keuntunganya setelah unta itu sehat dan gemuk dikembalikan ke baitul mal. Karena anaknya sudah memanfaatkan fasiltas negara.

Khalifah Umar juga mengamanatkan kepada anaknya agar tidak menjadi pejabat negara. Amanat sang ayah dijalankan sang anak. Hingga terjadi perebutan kekuasaan antara Khalifah Ali Bin Abithalib dan Muawiyah, anak Umar menjadi pihak yang netral.

Kisah sejarah Presiden Obrador, sikap tegas Khalifah Umar Bin Khattab serta sejumlah pemimpin lainya dalam menjalankan amanat sebagai pejabat negara, membuat hati saya terharu, ada kerinduan di dalamnya.

Saya jadi merenung menyaksikan perkembangan dunia. Melihat sikap sebagian besar para pemimpin dari berbagai jabatan dan  berbagai level, justru memanfaatkan kesempatan jabatan dan fasilitas negara untuk kepentingannya.

Lihatlah bagaimana hingar bingarnya bumi Pertiwi, hampir setiap sudut negeri ada pejabat yang harus masuk jeruji besi (itu juga dianggap bagi yang naas) karena persoalan memanfaatkan fasilitas dan jabatan negara untuk kepentinganya.

Bila air di hulunya sudah keruh, sampai ke muara juga akan keruh. Sangat sulit membersihkanya. Kapan negeri ini akan bersih dari mental tikus dalam memanfaatkan jabatan dan fasilitas negara.

Ketika melihat perkembangan Aceh, saya jadi sedih. Sebuah negeri tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, tempat saya menghidupi diri, negeri bersyariat yang carut marut. Setiap tahunya tidak ada yang berhenti masuk jeruji besi, karena korupsi. Memanfaatkan jabatan dan fasilitas negara.

Justru ada yang mengidolakanya, walaupun sebagai perampok budiman. Mungkin karena mereka juga gemar bersedekah dari hasil jarahan.

Sudah menjadi tradisi di negeri ini memanfaatkan jabatan dan fasiltitas negara untuk kepentingan pribadi. Siapa yang akan mampu memperbaiki tatanan ini? Walau harus kita akui, diantara mereka yang bermental tikus, rakus, masih banyak juga manusia yang mengandalkan nurani.

Saya berkeinginan para pemimpin di negeri ini dari berbagai level dan jabatan mengedepankan nurani. Ah saya hanya bermimpi, apa itu mungkin. Atau mari sama sama kita hancurkan negeri ini, tidak usah lagi bermimpi. Bathin saya merintih pedih, ya Rabbi………

Penulis: Penanggungjawab/ Pimred Dialeksis.com

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda