kip lhok
Beranda / Kolom / Memaknai Kepunahan Yudi Latif

Memaknai Kepunahan Yudi Latif

Minggu, 09 Juli 2023 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Yudi Latif (foto: instagram/@yudi.latif)


DIALEKSIS.COM | Kolom - Saudaraku, hidup kita di dunia ini tak ubahnya bagaikan uap: sekelebat terlihat lantas lenyap.

Membaca buku "A (Very) Short History of Life on Earth", karya Henry Gee (2021), memantik renungan mendalam tentang arti kehidupan dan cara menjalaninya.

Jangankan lama hidup setiap manusia, lama kehidupan spesies homo sapiens saja (sejak sekitar 300 ribu thn lalu) hanyalah sekelebat singkat dr rantai panjang kontinuitas dan diskontinuitas selama 4.6 milyar thn sejarah bumi. 

Kalau kita mampatkan bentangan panjang sejarah eksistensi bumi jadi kalender tahunan. Maka, kehidupan manusia baru muncul sekitar 25 Desember. Dan homo sapiens spt kita baru hadir sepersekian menit jelang tengah malam 31 Desember. Betapa singkatnya.

Lantas bagaimana cara kita memaknai dan menjalani kehidupan ini? 

Di satu sisi, kita hrs tetap tabah, krn kekacauan dan kepunahan adalah bagian dari kehidupan. Dunia telah mengalami lima kali "kiamat kecil" yg memusnahkan segala hayat scr massal (mass extinction): akhir era Permian, Cretaceous, Ordovician, Triassic dan Devonian. Dan saat ini, kita sedang berada di ruang tunggu menuju kepunahan massal keenam.

Di sisi lain, kita juga hrs tetap semangat krn setelah kekacauan dan kepunahan itu bisa tumbuh kehidupan baru. Selalu ada benih hayat (seperti cyanobacteria) yg dpt bangkit kembali merintis dunia baru.

Yang bisa manusia lakukan sbg makhluk yg sadar diri dan sadar tempatnya di semesta raya ini adalah turut merawat bumi agar tak cepat mengalami kerusakan. 

Kita hrs menempa kemampuan mengendalikan diri (delay gratification) dan menjadi manusia bervisi jauh (long-minded), yg menempatkan diri sbg pembawa tongkat estafet solidaritas kehidupan antargenerasi.

Selain itu, hidup singkat di bumi ini jgn sampai jadi ruang tunggu kesia-siaan dan penderitaan. Kita hrs menjalaninya dgn penuh kebahagiaan. Semua manusia sama-sama berada di kapal petualangan yg singkat menuju kepunahan. 

Oleh karena itu, semua hrs mengembangkan rasa senasib sepenanggunan; saling mencintai, saling berbagi, saling bekerjasama mewujudkan nirwana kebahagiaan di dunia. Seraya berharap, semoga masih ada nirwana di akhirat nanti. 

Penulis: Yudi Latif (Cendekiawan dan Penulis Buku)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda