kip lhok
Beranda / Kolom / Ketika Penyidik KPK Terima Suap, Bagaimana Kepercayaan Publik?

Ketika Penyidik KPK Terima Suap, Bagaimana Kepercayaan Publik?

Sabtu, 24 April 2021 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Apa jadinya negeri ini ketika penyidik KPK yang bertugas memberantas korupsi justru menerima suap dari tersangka korupsi? Kalau penyidik sudah “bermain” dengan tersangka, apa masih bisa diharapkan hukum yang bersih?

Penyidik sangat rentan dengan godaan. Mereka yang dijadikan tersangka akan berupaya dengan berbagai cara untuk “membebaskan” diri dari jeratan hukum. Ketika menjadi pesakikan, tersangka akan mengorbankan apapun demi dirinya terbebaskan.

Mungkin publik sedikit terkejut, ketika penyidik KPK menerima suap dari tersangka korupsi. Duh apa jadinya kalau penyidik yang menegakan keadilan, namun ikut bermaian “menggelapkan” kebenaran.

Tunggu dulu, tidak semua penyidik seperti itu. Masih ada penyidik yang berhati mulia dalam menegakan kebenaran. Buktinya ada penyidik yang menangkap penyidik. Ini menandakan ada penyidik yang menjalankan tugasnya mengedepankan hukum dan nurani.

Kita tidak terlalu terkejut ketika Divisi Propam Polri dan KPK menangkap penyidik KPK dari kesatuan Polri, karena menerima suap dari Walikota Tanjung Balai. AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) meminta uang dari walikota dengan iming-iming akan menghentikan penyidikan kasusnya.

Sebagai pesakitan, ibarat manusia yang sedang hanyut, Walikota Tanjung Balai, Syahrial akan memegang apapun yang bisa menyalamatkanya dari derasnya terjangan air. Dia akan mengorbankan apapun untuk menyelamatkan diri.

Bagaikan gayung bersambut, AKP SRP tidak bekerja sendiri. Dia memanfaatkan advokad Maskur Husin (MH) dalam perkara ini. Mulailah uang mengalir untuk SRP sebagai 59 kali transper yang nilainya mencapai Rp 1,3 miliar.

AKP SRP juga tidak sepenuhnya menggunakan rekening pribadinya, dia mencoba bermain dengan memanfaatkan Reifka Amalia (RA). Uang itu juga ada ditranpers ke RA. Permainan mereka disusun rapi.

Namun, sepandai-pandainya tupat melompat sesekali dia akan jatuh juga. AKP SRP dan MH sudah dijebloskan dalam tahanan KPK. Mereka sedang diminta keteranganya atas perbuatanya “memanfaatkan” Walikota Tanjung Balai yang statusnya tersangka Tipikor.

"Propam Polri bersama KPK mengamankan penyidik KPK AKP SRP pada Selasa (20/4/2021) dan telah diamankan di Divisi Propam Polri," sebut Irjen (Pol) Ferdy Sambo Kepala Divisi Propam Polri, dalam keterangannya, Rabu (21/4/2021).

Bukan hanya Propam Polri yang membenarkan kasus penyidik KPK menerima suap, ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Kamis malam (22/4/2021) juga menjelaskan soal penyidik KPK menerima suap ini.

"MH (Maskur Husain) juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp 200 juta. Sedangkan SRP (Stepanus Robin Pattuju) dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp 438 juta," kata Ketua KPK

Riefka Amalia (RA) adalah rekan Stepanus dan Maskur. Rekening RA diduga sebagai penampung uang untuk keduanya. AKP SRP dan MH terjerat pasal tentang gratifikasi yakni Pasal 12 B UU Tipikor.

Keduanya terjerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Walikota Syahrial menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.

Menurut ketua KPK, Stepanus dan Maskur langsung ditahan usai jadi tersangka. Sementara Syahrial masih menjalani pemeriksaan.

Satu sisi kita terkejut, miris mendengar ada oknum penyidik yang justru memanfaatkan powernya untuk memperkaya diri dengan menggelapkan kebenaran. Namun di lain sisi ada masih kepercayaan kita, bahwa masih banyak penyidik yang berhati mulia, buktinya Propam Polri dan KPK menangkap Penyidik KPK.

Penyidik memang rentan bermain dalam mengungkap sebuah perkara kejahatan. Namun bila penyidik berpegang teguh pada sumpah, mengedepankan nurani dan masih meyakini adanya Tuhan, dia akan mampu melewati ujian yang menggiurkan itu.

Rakyat menaruh harapan pada aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Kalau aparatnya bermaian “mengelabui” hukum, kepada siapa lagi rakyat menaruh harapan? Dimanapun, di dunia ini, kejahatan dan kebaikan (kebenaran) akan selalu bertarung.

Apapun profesi, kejahatan dan kebaikan akan senantiasa “berperang”, apalagi mereka yang memiliki profesi mengungkap kebenaran, tentunya pertarungan itu semakin terasa. Namun, semuanya kembali kepada personal yang menanganinya.

Ketika dia punya komitmen dan berintegritas, dia masih mengandalkan Tuhan yang meniupkan cahaya dalam nuraninya. Kejahatan dan kebaikan akan senantiasa bertarung, selagi manusia masih menghirup udara bumi.

Goresan sejarah, penyidik KPK yang ditangkap karena menerima suap dari tersangka, adalah salah satu dari sekian banyak kasus yang menghiasi negeri. Pertarungan manusia yang mengandalkan nurani dengan manusia yang “memperkaya diri”, senantiasa akan menghiasi negeri.

Termasuk kita yang membaca tulisan ini, pertarungan itu akan terjadi. Kembali kepada kita, mau menampatkan diri di mana? Karena apapun yang kita lakukan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan dan manusia.  (Bahtiar Gayo)

***: Penanggungjawab Dialeksis.com


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda