kip lhok
Beranda / Kolom / Judi Online, Tantangan Baru Dunia Pendidikan

Judi Online, Tantangan Baru Dunia Pendidikan

Jum`at, 26 Juli 2024 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nelliani

Nelliani, M.Pd, Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar. [Foto: dok. pribadi untuk Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Kolom - Judi online menjadi tantangan baru di dunia pendidikan yang perlu keseriusan segenap elemen bangsa memberantasnya. Belum selesai dengan permasalahan yang sangat menyita perhatian selama ini seperti bullying, pelecehan seksual dan intoleransi yang mendera ranah pendidikan, kini kita diperhadapkan dengan persoalan yang tak kalah meresahkan. Tanpa sadar judi daring adalah perkara yang telah begitu masif menyusup ke dalam relung kehidupan anak-anak kita.

Berdasarkan data Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring (Satgas Judi Daring), sekitar 4 juta orang terdeteksi melakukan aksi perjudian online (judol) di Indonesia. Pemain judol berusia di atas 50 tahun sebanyak1.350.000 orang atau 34 persen. Pemain usia 30-50 tahun sebanyak 1.640.000 orang atau 40 persen. Berdasarkan data tersebut ada 520.000 orang atau 13 persen dari golongan usia 21-30 tahun terlibat permainan ini.

Namun, yang paling memprihatinkan sejumlah 11 persen atau 440.000 orang pemain judi berasal dari kalangan usia 10-20 tahun. Sementara itu, terdapat 2 persen atau 80.000 anak terpapar permainan gambling ini. Umumnya, rentang umur segitu adalah kelompok usia pelajar dan mahasiswa yang masih mengharapkan bantuan dana dari orang tua. Tak bisa dibayangkan, fasilitas internet dan smarphone yang dimiliki selama ini disalahgunakan untuk hal yang tidak mendukung kegiatan belajar.

Realitas yang kita saksikan seakan membenarkan angka-angka tersebut. Banyak remaja menghabiskan waktu di depan layar laptop atau ponsel cerdas dari pada melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Jika ditelusuri, kesibukan mereka di ranah daring didominasi dengan bermain game. Mirisnya lagi game yang dimainkan tidak ada jaminan tidak terafiliasi dengan layanan judi online.

Lalu, bagaimana judi online merambah hampir semua kalangan tanpa pandang usia dan latar belakang?. Media sosial menjadi sarana paling ampuh mempromosikan judi. Rasanya hampir tidak ada pengguna smartphone yang tidak terhubung dengan media sosial hari ini. Kemudahan akses, variasi permainan yang menarik, iming-iming keuntungan finansial dengan modal ringan menjadi daya tarik sehingga banyak orang terseret dalam praktik perjudian.

Tidak sedikit iklan di beragam platform digital menyebarkan, menawarkan bahkan mengajak pengguna mengadu peruntungan. Tawaran cara instan cepat kaya membuat banyak orang tergoda lantas mencoba, awalnya sekedar iseng lama-lama kecanduan. Supaya lebih meyakinkan, para bandar atau agen pengelola menggaet publik figur yang banyak digandrungi anak muda seperti selebgram atau influencer untuk mempengaruhi pengguna medsos agar terlibat dalam judi daring.

Selain itu, sejumlah permainan game yang digemari anak-anak menjadi pintu masuk judi online. Para praktisi kesehatan mengingatkan bahwa ada potensi transisi dari gaming ke gambling yang menyasar pemain dari kalangan anak-anak. Orang tua harus mewaspadai anak yang gemar bermain game daring agar jangan sampai terjerumus dalam aksi-aksi memasang taruhan. Karena banyak sekali judi online berkedok game, dari awalnya game online biasa selanjutnya diarahkan ke judi online.

Dampak Judi Online

Anak dan remaja merupakan kelompok paling rentan terhadap pengaruh judi online. Kegemaran bermain game tanpa disertai pengawasan orang tua serta literasi digital yang memadai membuat mereka mudah terperangkap dalam praktik perjudian daring. 

Gambling memang menyuguhkan permainan menarik dan menantang adrenalin, namun tanpa disadari di balik keasyikannya, judi online membawa dampak serius pada kehidupan dan masa depan.

Shierlen Octavia, seorang Psikolog Klinis Personal Growth mengatakan, judi online bagi remaja yang sudah kecanduan dapat memberikan efek berbahaya dalam berbagai aspek. Pertama, dampak kesehatan fisik. Anak atau remaja yang terjerat judi online aktivitas fisiknya cenderung menurun. Mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain atau memantau permainan. Hal tersebut bisa mengakibatkan pola hidup tidak sehat karena waktu makan dan tidur menjadi berkurang dan tidak teratur.

Kedua, dampak sosial. Judi online dapat mengurangi interaksi sosial remaja, membuat mereka cenderung antisosial atau menghindari interaksi dengan orang lain. Kecanduan gambling juga dapat mengganggu kinerja akademik, prestasi belajar menurun karena pikiran, energi, waktu serta kosentrasi sudah teralihkan. Dampak jangka panjangnya adalah berpotensi terlibat dalam berbagai tindak kriminal, kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat terlarang.

Ketiga, dampak psikologis. Keterlibatan berlebihan dalam perjudian online berpeluang meningkatkan resiko depresi dan kecemasan berkepanjangan, menganggu kemampuan remaja untuk fokus pada kegiatan akademik, kehilangan kontrol diri serta sulit membuat keputusan. Dari sisi finansial, pelajar dapat kehilangan uang yang menyebabkan masalah keuangan serius. Demikian juga, kecanduan menyebabkan pelajar terjerat pinjaman atau hutang untuk menutupi kerugian atau sebagai modal untuk terus menjajal peruntungan.

Deteksi Dini

Mencermati masifnya penyebaran judi daring hingga level anak usia sekolahan, maka dunia pendidikan tidak boleh diam. Penting bagi pelaku pendidikan (keluarga, sekolah maupun masyarakat) mengenali tanda-tanda anak mulai terjerumus dalam praktik judol ini. Deteksi dini diperlukan untuk mengupayakan langkah pencegahan sebelum situasi bertambah buruk.

Ilham Aziz dalam buku “Berpisah dengan Judi Online: Menciptakan Kehidupan yang Penuh Makna dan Kebahagiaan” (2024) mengatakan, individu yang kecanduan judi online dapat dikenali dari beberapa indikasi. Pertama, kehilangan kendali diri. Anak yang kecanduan sulit mengontrol dan menghentikan aktivitas perjudian meski mengalami kerugian yang signifikan. Kecanduan juga menyebabkan ketidakmampuan menentukan hal-hal prioritas dan sering mengabaikan tanggung jawab seperti sekolah, belajar atau membantu orang tua.

Kedua, ketergantungan emosional. Anak mengalami ketergantungan emosional untuk terus bermain, merasa cemas, gelisah atau tidak nyaman ketika tidak dapat berjudi. Dia juga menunjukkan perubahan emosi tidak wajar, murung yang tiba-tiba atau merasa frustasi dengan hasil taruhan.

Ketiga, hilang minat pada aktivitas lain. Jika anak tiba-tiba kehilangan minat atau motivasi pada aktivitas yang disenangi sebelumnya, sikap ini dapat dicurigai bahwa perjudian telah mendominasi pikiran dan waktu mereka. Indikasi lain, anak cenderung menarik diri dari pergaulan, prestasi akademik yang menurut serta sering berbohong tentang penggunaan uang.

Untuk mencegah siswa terlibat judi online sekolah dapat mengambil berbagai langkah diantaranya menyediakan ruang edukasi untuk memberi pemahaman terhadap dampak negatif judi online, literasi digital dan pengaturan keuangan. Demikian juga bekerja sama dengan orang tua dalam pengawasan terhadap aktivitas anak yang mencurigakan.

Judi bukan hanya pertaruhan uang, bukan juga sekedar game atau iseng-iseng berhadiah. Tapi judi mempertaruhkan masa depan, baik masa depan diri sendiri, keluarga dan masa depan anak-anak kita. Oleh karena itu, besar harapan para penegak hukum serius dalam perkara ini. Tidak saja fokus menyasar pemain atau korban, namun juga berani menindak tegas terhadap aktor utama yaitu para bandar atau yang membekingi mereka. [**]

Penulis: Nelliani, M.Pd (Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda