DIALEKSIS.COM | Kolom - Sebagai satu-satunya media yang konsisten mengulas dinamika Musyawarah Daerah (Musda) ke - 12 Partai Golkar tahun 2025, Dialeksis terus berkomitmen memberikan informasi terkini sekaligus edukasi politik bagi masyarakat Aceh. Tujuannya jelas, mendorong kesadaran politik yang lebih partisipatif.
Gelombang dukungan menguat di kalangan kader agar Andi Harianto Sinulingga atau kerap disapa Bang Ucok maju sebagai calon Ketua Golkar Aceh. Namun, antusiasme pendukungnya tak sejalan dengan sikap sang sosok itu sendiri.
Andi Sinulingga justru menunjukkan konsistensi moral yang langka: ia teguh memegang komitmen dan loyalitas kepada mandat yang diberikan DPP Golkar pimpinan Ketum Bahlil Lahadalia.
Menyelami alam pikir Bang Ucok, saya menemukan titik dilema yang dalam. Di satu sisi, tanggung jawab untuk menghormati hierarki partai menjadi beban moral. Di sisi lain, gelora cintanya pada Aceh mendorong keinginan membenahi Golkar Aceh yang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
"Ini seperti memilih antara kesetiaan pada komando atasan atau panggilan jiwa untuk tanah kelahiran," gumam saya dalam hati.
Bahkan kawan - kawan dekatnya mengaku kerap kesulitan memahami logika berpikir Bang Ucok. "Sulit ditebak, tapi kami yakin dialah pembawa pencerahan bagi Golkar Aceh," ujar salah seorang pendukungnya, sambil menyebut sederet nama pesaing seperti T. Zulkarnain, Ilham Pangestu, hingga Bustami. Fakta di lapangan justru menunjukkan peran krusial Andi Sinulingga sebagai perekat kohesi internal partai meski jalan menuju konsolidasi masih samar.
Ada momen menggugah ketika Bang Ucok berucap lirih: "Hasbunallah wanikmal wakil... Cukuplah Allah menjadi penolong kita. Jangan berharap pada manusia." Kalimat ini seperti menggambarkan sikapnya yang pasrah namun tak berpangku tangan. Jika takdir menuntunnya memimpin Golkar Aceh, bukan hanya doa yang diperlukan, tapi gerakan kolektif untuk meyakinkan Bahlil Lahadalia.
Di akhir diskusi, pria bijak ini berpesan: "Kajilah rekam jejak kandidat lain. Kita butuh pemimpin yang tak hanya populer, tapi berintegritas untuk masa depan Golkar Aceh." Dengan semangat saya jawab: "Siap, Bang! Segera saya siapkan analisis mendalam."
Penutupnya mengharu-biru: "Teruslah berkarya untuk Aceh dengan seluruh kapasitasmu. Kehidupan yang bermakna itu diukur dari pengorbanan nyata, bukan kata-kata kosong."
Pesan itu mengiang, mengingatkan kita bahwa politik bisa tetap mulia ketika dijalani dengan nurani.
Penulis: Aryos Nivada, Owner Media Dialeksis