Beranda / Kolom / Dialeksis

Dialeksis

Minggu, 07 Januari 2018 23:41 WIB

Font: Ukuran: - +



Dialeksis, apakah itu? Sebuah konstruk kata, yang menjadi nama untuk satu media, yang dibentuk dari dua kata: dialektika dan analisis.

Dalam Kamus Filsafat, oleh Simon Blackburn, dialektika, menurut arti kata adalah "seni bercakap-cakap atau berdebat," memiliki ragam pemaknaan seturut banyaknya filsuf. Namun, maknanya yang mendasar adalah "proses menalar untuk meraih kebenaran dan pengetahuan apa pun topiknya."

Analisis itu menjelaskan bagaimana menalarnya, yang menurut Blackburn: "Proses memecah-mecah sebuah konsep menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga struktur logisnya bisa terlihat." Satu hal yang penting dalam upaya analisis, adalah "menyingkapkan struktur logis tersembunyi yang berada di bawah permukaan suatu pernyataan."

Lalu, apa yang dimaksud dengan Dialeksis yang dikonstruk dari dua kata tersebut? Kalau ditabalkan sebagai nama sebuah media, apakah Dialeksis menjelaskan dirinya sendiri pada publik bahwa mereka akan bekerja dengan menggunakan nalar analisis? Apakah Dialeksis akan menyingkap struktur logis kemunafikan yang tersembunyi dibawah citra diri yang religius, atau nasionalis sejati

Itu menjadi penting diikhtiarkan di zaman yang setiap individu berlomba untuk membangun citra diri. Orang ingin terlihat saleh, yang sebenarnya adalah kemunafikan. Di mana orang ingin terlihat tetap benar, di atas timbunan akumulasi tindakan yang tidak benar.

Apalagi, kini kita berada dalam periode psywar. Di mana orang ingin terlihat toleran, bukan dengan bertindakan toleran, tapi dengan terlebih dahulu melabel orang lain itu, intoleran.Orang berharap disebut majemuk, sementara ia adalah manusia satu dimensi. Orang ingin terlihat nasionalis, dengan terlebih dahulu melabel orang lain non-nasionalis, sementara diriya sudah menjadi ultra-nasionalis.

Di zaman now, rupa-rupaya, kita berada dalam kepungan bernalar yang logis dipermukaan, tetapi di bawah permukaan justru sebaliknya, kita terbenam di dalam genangan bernalar yang tidak logis. Jadilah kita manusia yang tampak atau bercitra logis, sementara tindakan-tindakan kita tidak logis. Kebenaran menjadi bedak topeng, ketidakbenaran menjadi sumsum yang berada dalam tubuh kita.

Kiranya, kehadiran Dialeksis menjadi sangat dibutuhkan, dalam kondisi kehidupan nasional, dan Aceh khususnya, untuk menyingkap struktur logis di permukaan, yang sesungguhnyatidak logis. Itulah penyebab mengapa kita, semakin menjauh dari kebenaran!

Penulis: Otto Syamsuddin


Keyword:


Editor :
Ampuh Devayan

Berita Terkait
riset-JSI
Komentar Anda