Beranda / Kolom / Cita-cita Fauzan Azima: Ingin Kurus Kembali

Cita-cita Fauzan Azima: Ingin Kurus Kembali

Senin, 26 September 2022 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Perbedaan Fauzan Azima di saat kurus dan gemuk. [Foto: Kolase Dialeksis]

DIALEKSIS.COM - Ketika aku mengetik "naskah" ini, berat badanku sudah 87 kg. Jauh berkurang dari bulan lalu, yang sebelumnya hampir mencapai 0,1 ton, tepatnya 93 kg. Tidak enak rasanya menjadi orang gemuk. Mudah lelah dan banyak penyakit; asam urat, kolesterol, jantung, darah tinggi, malas bertafakur dan stroke sangat erat dengan kegemukan. 

Banyak sahabat, terutama pejuang GAM yang meninggal karena penyakit kardiovaskular atau sakit jantung karena kegemukan akibat kurang olah raga. Sehingga tidak heran rata-rata usia harapan hidup kombatan hanya 51 tahun. Jauh di bawah rata-rata nasional 71 tahun.

Berkaca dari pengalaman itu, aku jadi rajin berolah raga. Hasilnya berat badan sekarang berkurang 6 Kg. Aku yakin bisa mengurangi timbangan badanku sampai mencapai batas berat badan ideal; yakni tinggi badan dikurangi seratus. Kalau tinggi badan 162 lalu dikurangi 100, maka berat badan ideal adalah 62 Kg.

Tidak mudah menurunkan berat badan. Perlu perjuangan ekstra keras. Di samping puasa Senin-Kamis, setiap pagi sebelum ke kantor, aku berlari-lari kecil dulu di sekitar rumah. Lama kelamaan aku bosan dan mulai pindah ke beberapa titik lokasi lain, yang mudah-mudahan orang tidak mengenaliku.

"Dia ingin menggeser dirinya dari angka 10" aku malu kawan-kawan mengolokku begitu.

Dulu aku pernah kurus. Ketika konflik RI dan GAM, berat badanku waktu itu hanya 45 Kg. Rambut kucukur gundul agar orang-orang tidak mengenaliku. Saking kurusnya, aku terpaksa beberapa kali melubangi dengan ujung pisau tali pinggang lebih dekat dengan kepala gespernya agar celana tidak mudah melorot.

Begitulah menjadi kurus di saat perang sudah menjadi “Sunnatullah” jadi bukan sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik sebelumnya atau semacam program diet.

Pada bulan Ramadhan pertama setelah damai Aceh, jama'ah mesjid Kenawat Delung memintaku ceramah untuk menceritakan bagaimana situasi politik pasca damai.

"Kami para kombatan turun tidak saja membawa lingkar piggang yang kecil tetapi juga MoU Helsinsky, memang tidak sesuai dengan harapan cita-cita merdeka tetapi tidak ada pilihan lain karena situasi Aceh pasca tsunami yang luluh lantak, mau tidak mau, kita harus rela berdamai," demikian aku mengawali ceramah dengan penuh percaya diri.

Mengapa aku jadi gemuk? Pasca damai Aceh, aku makan terlalu berlebihan, sedang metabolisme dalam tubuhku kurang lancar. Apalagi ketika aku bekerja di BPKEL (Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser) antara tahun 2006-2012 hampir setiap waktu makan; pagi, siang dan malam selalu makan besar. Belum lagi kalau ada acara di luar daerah atau ke luar negeri, aku selalu ingin mencoba semua makanan yang tidak ada di kampungku.

Kegemukan membuatku mulai resah dan aku memandangi pipiku yang semakin chubby, dan aku juga memperhatikan orang orang gemuk di sekitarku, lalu tanpa sadar mengkritisi mereka karena ketika berjalan di gang sempit menghalangi orang lain yang akan mendahuluinya, sampai aku berkaca, ternyata aku lebih gemuk dari orang itu. Tentu saja orang yang akan mendahuluiku juga berkata demikian.

Demi bangsa, negara dan agama, aku sungguh ingin kurus. Apapun akan kulakukan untuk mewujudkan itu. Bangsa ini membutuhkan rakyat yang sehat, rajin tahajud (tahan sujud) dan itu tidak mungkin dilakukan oleh orang yang terlalu gemuk dan sakit-sakitan. Aku yakin bangsa ini juga akan kacau kalau terlalu banyak yang tidak sehat dan tentu akan mengkhawatirkan organisasi kesehatan dunia.

Bangsa Yunani di masa lampau menjadi cerdas, sehingga banyak filsuf yang lahir dari sana karena kebijakan negara itu, rakyatnya harus sehat. Dari gerakan itulah lahir ungkapan “homo homini lupus (hanya kuat yang bisa bertahan hidup)” dan “Mens Sana in Corpore Sano (dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat)”. Untuk mewujudkan rakyat sehat, mereka membangun gymnasium atau tempat olah raga. Orang yang tidak berpotensi untuk negaranya dibunuh demi mendapatkan manusia unggul.

Belakangan aku mengetahui, ada fakta sejarah bahwa pada awal kemerdekaan RI, para pejabat negara bangga memamerkan istrinya yang gemuk untuk membuktikan mereka sejahtera. Ukuran berat badan waktu itu sebagai pembeda kaya dan miskin. Benar menjadi orang kaya sangat dikagumi dan sebaliknya kalau miskin pasti dihinakan. Padahal menjadi miskin bukan satu kejahatan. Hanya bagi mereka belum terbuka peluang menjadi kaya.

“Bagaimana caranya agar cepat kurus?” aku bertanya pada orang pinter di kampungku, saking semangatnya untuk kurus. Tapi jawabannya membuatku merinding.

"Ike kenak male kurus turah berkeroa (Supaya cepat kurus, silahkan beristri dua),” jawabnya.

Setiap pengetahuan baru selalu aku konfrontir kepada sahabat seperjuangan lainnya. Menurutku jawabnya masuk akal dan perlu dipertimbangkan. Benar kata orang-orang tua, “Jangan terlalu terburu-buru mengambil tindakan karena terburu-buru itu syetan”.

"Jangan Teungku! Pengalamanku, efeknya kita tidak saja kurus, tetapi berpeluang cacat permanen karena setiap kali istri marah, lebih seratus saraf kita yang putus, kalau dua istri tinggal kalikan saja," katanya dengan tubuh gemetar.

Terima kasih sahabat yang baik hati. Saran untuk beristri dua demi terlaksananya program kurus aku eliminasi dari daftar mengurangi berat badan. Tidak semua saran harus diterima mentah-mentah kalau tidak ada pengetahuan sempurna tentang itu.

Pengalaman orang menjadi pedoman agar kita tidak terjebak dalam kesalahan yang sama. Orang yang tidak mau mengambil hikmah dari kesalahan adalah kebodohan. Nabi Muhammad SAW dari hadis riwayat Abu Hurairah RA bersabda: “Seorang mukmin tidak boleh dua kali jatuh dalam lubang yang sama”.

Akhirnya, aku berharap, berdo’a dan berusaha, jangan sampai berat badanku berlebihan yang membuat diriku lebih tinggi gravitasi buminya dan aku pun memutuskan untuk berlari dan terus berlari mengejar target berdasarkan kitab perencanaan penurunan berat badan di angka 62 Kg. Semoga!

Penulis: Fauzan Azima

Mantan Panglima GAM Wilayah Linge


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda