Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Tambang Emas Linge Untuk Dongkrak Ekonomi, namun Aksi Penolakan Tetap Berlanjut

Tambang Emas Linge Untuk Dongkrak Ekonomi, namun Aksi Penolakan Tetap Berlanjut

Jum`at, 11 Maret 2022 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM| Takengon- Pihak perusahaan PT Linge Mineral Recourse (LMR) yang akan melakukan pertambangan emas di Abong, Linge, Aceh Tengah, senantiasa memberikan sosialisasi tentang manfaat tambang untuk kesejahteraan.

Namun aksi penolakan hadirnya tambang di Bumi Linge juga arusnya tetap deras. Mereka bagaikan air dengan minyak, yang sulit disatukan. Kedua belah pihak memegang prinsip keyakinan masing masing soal pertambangan emas di bumi penghasil kopi terbaik dunia ini.

Pihak perusahaan yang terus berupaya meyakinkan publik, khususnya di Aceh Tengah melakukan berbagai upaya untuk memberikan pemahaman tentang manfaat tambang untuk kesejahteraan, untuk peningkatan pembangunan daerah yang muaranya kepada kesejahteraan masyarakat.

Dilain sisi pihak perusahaan juga harus memenuhi sejumlah persyaratan administrasi hingga bisa ketahap operasi produksi. Dimana sejumlah persyaratan administrasi itu terbilang rumit, panjang dan berliku. Pihak perusahaan menargetkan pada tahun 2029 tambang emas di Linge Aceh Tengah akan menghasilkan emas dore bullion.

Ditengah hingar bingar aksi penolakan tambang, kembali pihak PT LMR mengundang wartawan, menjelaskan apa yang sedang mereka lakukan, apa yang akan mereka perjuangkan serta apa manfaat tambang bila usaha ini sukses berjalan.

Dalam pertemuan dengan wartawan, Kamis (10/3/2022) di Hotel Renggali Grand, Achmad Zulkarnain (Heard Of HSE & Corp Red) BRM ( Bumi Resource Mineral) yang merupakan orang kepercayaan PT LMR, dimana BRM merupakan salah satu pemilik saham PT LMR, menjelaskan histori tambang Linge hingga manfaatnya.

Dihadapan wartawan Achmad Zulkarnain menjelaskan, pihaknya yang mengantongi izin ekplorasi di Linge dengan luas area 36.420 hektar. Luas wilayah yang akan mereka manfaatkan hanya sekitar 500 hektar, luas bukaan lahan sekitar 200 hektar, atau 0,5 persen dari IUP (Izin Usaha Pertambangan).

Untuk tahap saat ini, pihaknya sedang mempersiapkan dokumen analisis dampak lingkungan (AMDAL) proses dokumen ini masih berjalan dan ditargetkan pada tahun 2022 dokumen ini AMDAL ini akan selesai.

Pihaknya juga masih harus melengkapi sejumlah persyaratan lainya, hingga nanti sampai pembebasan lahan kemudian baru dilanjutkan dengan operasi produksi yang ditargetkan akan berlangsung pada tahun 2029.

Zulkarnain menjelaskan, karena persoalan pertambangan izinya kini sudah ditarik ke pusat ( Menteri ESDM) maka semua porses persyaratan pertambangan untuk Linge ini pengurusanya di pusat. Dalam izin dokumen AMDAL yang kita masih diproses, pihaknya memastikan kualitas lingkungan tidak boleh turun dari keadaan sebelumnya.

Pihaknya mengambil sampel tanah, air, udara dan kesehatan masyarakat, menghitung curah hujan, semua itu akan melalui proses pengkajian yang mendalam, sehingga persyaratan untuk mendapatkan AMDAL disetujui.

Kemudian, sebutnya bila izin AMDAL sudah terbit (ditargetkan pihak perusahaan pada tahun 2022 ini), pihaknya akan memasuki proses persetujuan lainya dari kementrian ESDM, yakni berupa rencana reklamasi.

Pihaknya juga harus menyertakan jaminan reklamasi, dimana uang jaminan untuk reklamasi itu juga harus disetorkan ke negara. Tidak ketinggalan juga tahap selanjutnya, pihak perusahaan harus menyertakan dokumen paska tambang.

Uang jaminan paska penutupan tambang juga harus disetorkan ke negara, biasanya uang Jamtup (jaminan paska tutup tambang), nilainya lebih besar dari jaminan uang reklamasi.

Kemudian pihaknya juga harus menyerahkan ke kementrian ESDM berupa Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM), dimana dana CSR untuk apa saja diperuntukan, berapa nilainya. Pihaknya juga harus menyerahkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja, dimana semua itu diatur oleh Pemerintah dalam Kepmen ESDM No. 1824 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Tidak hanya sampai disitu, menurut Zulkarnain, pihaknya juga harus mendapatkan izin persetujuan penggunaan kawasan hutan dari kementrian, kemudian dilanjutkan dengan pembebasan lahan, selanjutnya memasuki tahap konstruksi baru kemudian tahap operasi produksi.

Semua tahapan itu akan diusahakan pihak perusahaan, dan mereka menargetkan pada tahun 2029 tambang emas di Abong Linge, akan menghasilkan dore bullion. Kemudian pemurnian mineral yang ada pada dore bullion, hingga menjadi emas murni, proses selanjutnya juga diatur oleh negara.

Untuk saat ini hingga ahir tahun 2021 pihak PT LMR sudah melakukan eksplorasi , penggalian di beberapa titik yang kedalamanya mencapai 13000 meter. Dari hasil penggalian ini ditemukan adanya emas di Abong.

Dimana nantinya emas ini akan dieksploitasi selama 7 tahun sejak awal produksi, dengan perkiraan perharinya produksinya 1000 tpd akan menghasilkan sekitar 1 sampai 2 gram emas. Bila sampai limit 7 tahun ini, emas disana tidak lagi ditemukan titik lainya yang menghasilkan emas, maka pihak PT LMR akan menghentikan kegiatanya.

Namun bila nantinya dalam perjalanan, ditemukan ada titik emas yang memungkinkan untuk dieksploitasi, maka pihak PT LMR akan kembali mengajukan proses perizinan dari nol untuk kembali melakukan penambangan emas di sana.

Selain menjelaskan tahapan yang kini sedang dilakukan dan akan dilakukan pihak PT LMR, pemangku jabatan Heard Of HSE & Corp Red BRM ini juga menjelaskan sejumlah program mereka untuk masyarakat, sampai kepada pembagian hasil royalty.

Persoalan tenaga kerja lokal yang akan direkrut 75 persen dari jumlah pekerja di pertambangan ini, hingga Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM), bagaimana mereka menjalankan kewajiban penggunaan dana CSR (Corporate Social Responsibility), semuanya dijelaskan Zulkarnain secera mendetil.

Menyinggung tentang pembagian royalty, Zulkarnain sekilas menjelaskan tentang PAD Aceh Tengah dan keadaan APBD negeri penghasil kopi, kabupaten tempat akan berlangsungnya pertambangan di Abong Linge.

Pembagian royalty itu sesuai dengan ketentuan, 16 persen untuk pemerintah Aceh, sementara Aceh Tengah mendapatkan bagian 32 persen. Sementara kabupaten lainya di sekitar Aceh Tengah, di Aceh akan mendapatkan bagian 32 persen dan sisanya 20 persen untuk pemerintah pusat yang akan didistribusikan kepada daerah lainya di Indonesia.

Pada kesempatan pertemuan yang juga dilangsungkan diskusi dan tanya jawab ini, Zulkrnain menyinggung tentang keadaan PAD Aceh Tengah. Menurutnya, PAD di negeri itu hanya Rp 170,9 miliar. Nilai yang sangat kecil untuk membangun masyarakat yang dikelilingi perkebunan kopi ini.

Sementara APBD Aceh Tengah hanya Rp 1.400 miliar, dimana dari nilai ini Rp 1.000 miliar dipergunakan untuk operasional pegawai (gaji dan lainya), otomatis setiap tahunya Aceh Tengah mengharapkan kucuran dana baik dari pusat dan lainya mencapai Rp 400 miliar.

Sebuah keadaan yang mengharuskan Aceh Tengah harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, karena keadaan keuangan daerah sangat kecil. Mengharapkan PAD dan APBD dengan keadaan sekarang, negeri ini masih sulit membangun karena kekurangan dana.

“Namun, bila tambang emas di Linge beroperasi, otomatis keadaan keuangan daerah akan terdongkrak, ekonomi masyarakat juga akan semakin bagus, tingkat kesejahteraan akan meningkat,” sebut Zulkarnain.

Pihak PT LMR ini memperkirakan bila tambang ini beroperasi, setiap tahunya Aceh Tengah akan mendapatkan pemasukan yang nilainya mencapai Rp 4.500 miliar. Belum lagi kompensasi yang didapatkan masyarakat dari CSR dalam program pemberdayaan masyarakat.

“Bagi mereka yang menolak tambang itu wajar, karena mereka belum mengetahui manfaat tambang. Pelajari terlebih dahulu manfaat tambang untuk kesejahtraan, bila sudah dipelajari tentu akan diterima.,” pinta Zulkarnain.

“Jangan kita menolak nikmat Tuhan, sementara keadaan negeri kita masih miskin, kita membutuhkan kesejahtraan. Kalau negeri kita kaya, masyarakatnya sejahtera, wajar tambang itu belum dimanfaat sekarang.  Namun keadaan negeri ini lagi membutuhkan biaya untuk kesejahtraan, maka tambang adalah salah satu solusinya,” jelasnya.

Tolak Tambang

Dalam pertemuan dengan wartawan ini, pihak PT LMR juga mengundang aktivis lingkungan, Gayo Rimba Bersatu (Gayo Conservation). Dimana kalangan aktivis ini dikenal sebagai pihak yang menolak kehadiran tambang di Linge.

Abrar Syarif, aktivis GBR (Gayo Rimba Bersatu) meminta kepada pihak perusahaan juga untuk menghargai sikap dan keputusan para pejuang aktivis yang menolak kehadiran tambang di Linge. Masing masing pihak punya keyakinan dan prinsip, baik itu pihak yang menerima tambang dan pihak yang menolak tambang.

“Para aktivis pegiat lingkungan tetap akan menolak kehadiran tambang emas di Linge Aceh Tengah. Kami bersama beberapa organisasi lingkungan, seperti Walhi akan terus berupaya meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menolak tambang,” sebut Abrar dalam pertemuan tersebut.

Selain itu, Abrar juga meminta pihak PT LMR dalam membuat dokumen AMDAL untuk melibatkan pihak aktivis lingkungan, seperti Walhi dan pihak lainya, agar AMDAL tersebut teruji, sehingga tidak merugikan masyarakat dan daerah ini.

Demikian dengan kegiatan aktivis tolak tambang yang berbeda pandangan dengan pihak perusahaan atau pihak yang mendukung tambang. Bila aktivis ini melakukan kegiatanya dalam aksi menolak tambang, berikan mereka kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya, jangan dihalangi, jangan diintimidasi

“Kami minta pihak PT LMR tidak melakukan intimidasi terhadap aktivis yang melakukan kegiatan menolak kehadiran tambang. Bila dilakukan intimidasi kami akan memberikan perlawanan, karena yang kami perjuangkan ini untuk rakyat, untuk negeri ini,” pinta Abrar pata pihak PT LMR.

Mendapat permintaan ini, Achmad Zulkarnain menjelaskan, pihaknya menghargai para pihak yang melakukan tolak tambang.

“Mungkin tambang dianggap masih asing karena kurangnya pemahaman tentang tambang. Apa manfaatnya. Silakan menolak tambang dengan ilmu, bukan menolak tanpa di dasari dengan ilmu,” sebut Zulkarnain.

Pada kesempatan itu, Zulkarnain juga memberikan garansi bahwa pihaknya tidak pernah dan tidak akan melakukan intimidasi terhadap aktivis yang menolak kehadiran tambang.

“Mari kita duduk bersama, berdiskusi, membahas persoalan tambang dari berbagai sisi, sehingga ditemukan sebuah pencerahan. Bila mereka sudah mengerti tambang, tentunya mereka akan mendukung tambang,” sebut Zulkarnain.

Pertanyaan dari pihak PT LMR itu tetap dibantah Abrar dari Gayo Rimba Bersatu, menurutnya pihaknya akan tetap melakukan penolakan tambang. Bahkan mereka meminta agar pihak PT LMR mengadakan pertemuan kembali dengan mengundang para aktivis lingkungan, bukan hanya pihak GBR yang diundang.

Permintaan Abrar dari Gayo Conservation ini ditanggapi Zulkarnain dengan terbuka. “Boleh kita nanti diskusi duduk bareng, kita akan bahas masalah tambang dari berbagai sudut, apalagi dari sisi lingkungan, saya sangat suka membahasnya,” sebut Zulkarnain.

Aktivitas pertambangan di Abong Linge, Aceh Tengah, kini sedang dalam proses perizinan dokumen AMDAL, belum memasuki sejumlah tahap selanjutnya hingga ke tahap operasi produksi yang diperkirakan akan berlangsung pada tahun 2029.

Pihak perusahaan terus melakukan sosialisasi “mencari” simpati pihak yang mendukung tambang. Beragam elemen masyarakat sudah didekati dan diberikan pengertian. Namun dilain sisi para aktivis penolak kehadiran tambang di bumi bekas kerajaan yang sudah melahirkan raja terkemuka Aceh itu, aksi terus mengalir. Aksi penolakan tiada henti.

Bagaimana kelanjutan dari pertambangan emas di Bumi Linge ini, apakah target pihak perusahaan yang pada 2029 merencanakan akan menghasilkan dore bullion akan terwujud. Aksi penolakan tiada berhenti, namun dilain sisi pihak perusahan juga menyakini tambang di Linge akan beroperasi. Bagaimana sejarah yang akan diukir di bumi Linge ini, kita ikuti saja. **** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda