Publik Aceh Menanti Hasil Kerja PGE Temukan Cadangan Migas Baru di Blok B
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Ilustrasi lapangan Migas Blok B di Aceh Utara. [Foto: Dok Pertamina]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Setelah melewati penantian panjang selama 44 tahun sejak 1976, Aceh akhirnya memiliki wewenang untuk mengambil alih pengelolaan minyak dan gas bumi Blok B di Aceh Utara.
Selama beberapa dekade terakhir, minyak dan gas bumi Blok B dikelola oleh Mobil Oil (belakangan menjadi ExxonMobil) sebelum kemudian pengelolaan dialihkan ke PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Namun kini pemerintah pusat telah merestui bahwa minyak dan gas bumi di lokasi itu dikelola oleh PT. Pembangunan Aceh (PEMA) yang merupakan Badan Usaha Milik Aceh.
Hal itu berdasarkan surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, bertanggal 17 Juni 2020, yang dikirimkan kepada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Dalam surat bernomor 187/13/MEM.M/2020 itu, PT PEMA diminta untuk mengajukan permohonan pengelolaan migas Blok B Aceh Utara kepada BPMA. Dalam teknis pengelolaan, juga dibuka kemungkinan pengelolaan bersama dengan PT Pertamina Hulu Energi NSB (PHE).
Blok B Resmi Dialih Kelola oleh PT Pema Global Energi
Alih kelola Blok B dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE) kepada PT PEMA Global Energi (PGE) selaku BUMD milik Pemerintah Aceh berlangsung Senin (17/5/2021) tepat pukul 23.00 WIB.
Perusahaan baru ini merupakan anak perusahaan PT Pembangunan Aceh (PEMA), badan usaha milik Pemerintah Aceh.
Alih kelola Wilayah Kerja atau Blok B dari PT PHE kepada PT PGE ini merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Menteri ESDM 76.K/HK.02/MEM.M/2021 tantang Persetujuan Pengelolaan dan Penetapan dan Ketentuan-Ketentuan Pokok Kontrak Kerja Sama pada Wilayah Blok B.
Syukuran 1 Tahun Kelola Blok B
Mei 2022, dilaksanakan acara syukuran sederhana di pelataran Sekretariat PT Perta Arun Gas (PAG) Lhokseumawe. Hadir dalam acara tersebut Gubernur Aceh, Ketua Dewan Perwakilan Aceh (DPRA), Bupati Aceh Utara, Wakil Wali Kota Lhokseumawe, Komisaris PT. PEMA, Direktur Utama PT. PGA, Dewan Direksi PT. PAG dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh.
Acara itu dianggap sebagai momen pertanda satu tahun Pemerintah Aceh memperoleh kedaulatan untuk mengelola secara mandiri ladang minyak dan gas (Migas) Blok B di Kabupaten Aceh Utara, setelah penantian panjang selama rentang 44 tahun.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah bekerja keras untuk ini, dukungan ini sangat penting. Pengelolaan secara mandiri Blok B adalah wujud dari kedaulatan, dan itu kini sudah ada ditangan rakyat Aceh," kata Gubernur Aceh kala itu, Nova Iriansyah, dalam sambutannya pada acara syukuran tersebut.
Saat ini, kata Nova, Blok B dikelola oleh Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) yaitu, PT. PEMA, yang dimandatkan pada anak perusahaannya PT. PEMA Global Energi (PGA) dan kini telah memasuki satu tahun operasional.
Pencapaian ini, terang Nova, bukanlah hal mudah untuk didapatkan, di tengah banyaknya tantangan dan rintangan yang dilalui serta sikap skeptis dari berbagai pihak terhadap sukses alih kelola itu sendiri.
Nova mengungkapkan rasa bangganya terhadap kinerja PGE, selama satu tahun mengelola Blok B, Perusahaan Migas milik pemerintah Aceh itu telah mampu meningkatkan kinerjanya dengan tetap menjaga produksi gas dan kondensat. Bahkan, mereka mampu menaikkan jumlah produksi.
"Hal ini menjadi semangat dan batu loncatan untuk Aceh dapat mengelola blok migas existing lainnya yang berada di wilayah kewenangan Aceh ke depannya," ujarnya.
Karena itu, Nova menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak yang ikut terlibat dalam memperjuangkan dan menyukseskan proses pengambil alihan dan pengelolaan Blok B tersebut.
BPMA setor pendapatan negara 2,74 juta dolar AS
Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) melaporkan angka pendapatan negara dari minyak dan gas bumi pada triwulan pertama 2022 sebesar 2,74 juta dolar AS atau 137 persen dari target 2 juta dolar AS.
Kepala BPMA Teuku Mohamad Faisal mengatakan pencapaian itu disebabkan oleh rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau ICP yang lebih tinggi ketimbang proyeksi work, program, and budget (WP&B) pada tahun 2022.
Faktor lain yang mendorong pendapatan negara adalah lifting gas bumi BPMA yang lebih tinggi dan cost recovery di wilayah kerja B masih lebih rendah dari proyeksi triwulan pertama pada asumsi WP&B 2022.
Sepanjang Januari hingga Maret 2022, BPMA mencatatkan angka produksi migas sebesar 22.106 barel minyak ekuivalen per hari (BOEPD) atau lebih tinggi 105 persen dari target sebesar 21.017,81 BOEPD. Keberhasilan tersebut didorong oleh aktivitas sumur-sumur gas bumi di Blok A Aceh.
Sementara itu, lifting cost produksi minyak dan gas bumi tercatat sebesar 17,68 dolar AS per barel atau lebih rendah dari target senilai 17,7 dolar AS per barel.
Ekonomi Aceh Triwulan III-2022 dengan migas tumbuh 3,23 persen
Ekonomi Aceh triwulan I s.d III-2022 terhadap triwulan I s.d III-2021 (c-to-c) tumbuh sebesar 3,23 persen dengan migas, sementara tanpa migas tumbuh sebesar 2,54 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan dan minum sebesar 43,76 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada di komponen komponen impor barang dan jasa luar negeri sebesar 88,42 persen.
Sorotan publik terhadap kinerja PGE
Pendiri Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Aryos Nivada menyoroti kinerja PT Pema Global Energi (PGE) setelah dialih kelola dari PHE.
Menurut Aryos, selama kurun waktu 2 tahun pengalihan kelola Blok B di bawah PGE belum dapat ditemukan cadangan-cadangan Migas baru, hanya memanfaatkan sumur lama peninggalan ExxonMobil.
"Sumur lama itu bekas ExxonMobil, tentu semakin tahun dia semakin terus menurun hasilnya, dipredikasi 3 tahun kedepan stok migas di sumur itu sudah habis, sehingga perlu bagi PGE segera menemukan sumur-sumur yang baru," kata Aryos.
Ia berharap, Blok B di bawah PGE dan semakin berkembang dan dapat ditemukannya cadangan-cadangan Migas baru, sehingga kejayaan masa lalu Blok B yang pernah menjadi salah satu Blok Migas terbesar di Asia bisa terulang kembali.
Klarifikasi Pengelola Blok B
Menanggapi hal itu, Direktur Utama (Dirut) PT Pembangunan Aceh (PEMA), Ali Mulyagusdin mengatakan, dalam hal ini PT PEMA selaku perusahan induk dari PT PEMA Global Energy (PGE) terus mendorong dan mendukung proses pengembangan sumur baru yang sedang dilakukan PGE selaku anak perusahaan dari PEMA.
Lanjut Ali, untuk pengembangan sumur baru salah satu langkah yang dilakukan PGE adalah dengan melakukan seismik di lokasi yang terduga memiliki potensi migas. Nah, sekarang proses seismik ini sedang berlangsung dan tidak berselang lama dari proses seismik akan dilakukan pengeboran untuk menguji apakah daerah tersebut menyimpan potensi migas atau tidak.
Ia menjelaskan, proses seismik saat ini dilakukan di lokasi yang berbeda, tetapi tetap berada di area Blok B.
"Dari seismik itu dihasilkan gambaran bawah permukaan, lalu jika hasil gambaran tersebut terindikasi memiliki kandungan migas, maka harus dibor untuk pembuktiannya. Satu hal yang penting, apabila berhasil ditemukan, diharapkan potensi migas tersebut dapat bernilai ekonomis. Jika tidak ekonomis, maka potensi migas tersebut tidak akan dikembangkan, karena untuk biaya ngebor saja lebih mahal dari pada hasil yang mau dijual, jadi semua aspek perlu mencapai titik keekonomian," terangnya.
PEMA sangat optimis PGE bisa menemukan sumber migas baru. Karena jika ini berhasil, pendapatan bagi hasil untuk PEMA juga meningkat karena produksi meningkat dan penjualan meningkat sehingga nantinya Pendapatan Asli Aceh (PAA) akan meningkat dari hasil setoran deviden yang dilakukan PEMA kepada daerah.
Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Deputi Dukungan Bisnis Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) Afrul Wahyudi, untuk kawasan Blok B saat ini tengah dilakukan proses seismik dan sedang berlangsung. "Ini lokasinya berbeda-beda namun tetap dalam kawasan Blok B," ucapnya.
Lanjutnya, untuk Blok B saat ini sedang dilakukan seismik dan juga sedang dilakukan pengeboran. Pihaknya sangat mengapresiasi Blok B, karena biasanya seismik dulu, kemudian diolah data, baru dilakukan pengeboran. Ini keduanya berjalan dengan menggunakan data lama masa Exxon.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Migas Aceh, Teuku Mohammad Faisal mengatakan, alih kelola blok B ini merupakan catatan positif bagi BPMA dalam melakukan fungsinya, dalam pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerjasama kegiatan usaha hulu. Agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara yang berada di wilayah kewenangan Aceh baik itu di darat maupun laut, dapat memberikan manfaat serta penerimaan yang maksimal bagi Aceh dengan tujuan utama untuk kemakmuran rakyat.
Ia mengaku sangat bangga dengan kinerja PT. Pema Global Energi, dalam waktu satu tahun, telah menunjukkan kinerja yang sangat baik yakni dengan berhasil mempertahankan produksi setelah alih kelola dan sampai saat ini masih dapat mempertahankan produksi sesuai target.
Lebih lanjut, kerja keras ini akan menjadi kewajiban dan tantangan ke depan PT. PGE dengan konsisten melaksanakan komitmen kerja eksplorasi untuk menemukan cadangan baru sehingga dapat mengganti cadangan terproduksi saat ini yang akan semakin menurun karena lapangan Arun adalah mature field (sisa cadangan).
Target Produksi 1 Juta Barel Tahun 2030
Kepala BPMA itu juga mengingatkan PT. PAG, untuk memperhatikan 3 poin utama dalam mengelola WK B. Pertama, Road to zero accident, merupakan upaya pemerintah dan pemegang izin usaha migas untuk mencapai kegiatan usaha hilir migas yang aman, andal dan akrab lingkungan. Tidak ada unplaned shutdown pada instalasi, fatality pada pekerja dan masyarakat serta pencemaran lingkungan atau singkatnya, nihil kecelakaan.
Kedua, menyukseskan tercapainya target pemerintah yakni target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (BPH) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030 mendatang.
Ketiga, perkuat tekad untuk selalu berkreasi, berkarya serta bangkit dan tangguh untuk menjaga perjuangan bersama demi pencapaian visi hulu migas di Indonesia menuju 1 juta barel dengan masif agresif dan efisien.
Data diperoleh Dialeksis.com. Blok B mulai beroperasi sejak 1977 dengan puncak produksi mencapai 3.400 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari).
Blok B yang awalnya dikelola oleh Mobil Oil Indonesia inilah yang menorehkan catatan emas dalam sejarah kejayaan migas di Aceh. Kehadiran PT Arun dan beberapa industri ikutan lainnya, pernah membuat Kota Lhokseumawe dijuluki sebagai Kota Petro Dolar.
Timbul Kekhawatiran
Terhadap tantangan yang sedang dihadapi oleh PGE, publik khawatir jika tidak segera ditemukan sumber cadangan migas baru maka berdampak kepada penerimaan pendapatan Aceh, yakni dari pendapatan dari sektor migas jadi menurun, karena sumur lama sudah tidak efektif lagi.
Karena sudah terbukti selama ini, pendapatan yang diterima Provinsi Aceh terbesar datang dari sektor Migas. Ini merupakan tanggung jawab PEMA selaku badan usaha milik Pemerintah Aceh, sedangkan regulatornya adalah BPMA sekaligus evaluator. (Nor)