Pilkada Aceh Tamiang Apakah Tetap Lawan Kotak Kosong?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
ilustrasi pilkada lawan kotak kosong. Foto: Liputan6.com/Gotri/Abdillah
Pandangan Pengamat
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan tentang Pilkada di Tamiang menggugah para pengamat dan pakar hukum memberikan statemen. Sorotan tajam mereka sampaikan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Dr. Zainal Abidin, S.H, M.Si, M.H menilai perkara yang diajukan Hamdan Sati sejatinya bukanlah termasuk dalam ranah sengketa tata usaha negara.
"Seharusnya PT TUN menolak perkara ini karena penggugat tidak memiliki legal standing," ujar Zainal kepada Dialeksis, Jumat (1/11/2024).
Merujuk pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2020, Zainal menegaskan bahwa dalam perkara tata usaha negara pemilihan, penggugat haruslah bakal pasangan calon atau pasangan calon.
"Faktanya, penggugat tidak pernah terdaftar sebagai bakal pasangan calon saat masa pendaftaran resmi dibuka," jelasnya.
Kronologi kasus ini bermula saat masa pendaftaran calon ditutup dengan hanya satu bakal pasangan calon yang mendaftar. Sesuai Pasal 37 ayat (2) Qanun Nomor 7 Tahun 2017, masa pendaftaran kemudian diperpanjang selama tiga hari. Pada masa perpanjangan inilah penggugat mencoba mendaftar.
"Berdasarkan PKPU 10 Tahun 2024, calon perseorangan yang dapat mendaftar pada masa perpanjangan adalah mereka yang telah dinyatakan oleh KIP memenuhi persyaratan dukungan dan persebarannya sebelum pendaftaran calon dibuka," papar Zainal.
"Penggugat sama sekali belum memiliki dukungan KTP dan persebarannya saat masa penetapan syarat dukungan oleh KIP Tamiang. Maka, penolakan KIP saat pembukaan perpanjangan masa pendaftaran sudah tepat," jelasnya.
"Putusan PT TUN ini aneh karena mengabaikan fakta bahwa penggugat belum memenuhi sejumlah persyaratan wajib pencalonan, seperti verifikasi dukungan KTP, tes kesehatan, uji kemampuan baca Al-Qur'an, dan syarat lainnya," tegasnya.
Lebih lanjut, mengacu pada Pasal 154 ayat (12) UU 10/2016, tindak lanjut putusan PT TUN harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.
"Mengingat pemungutan suara dijadwalkan pada 27 November 2024, putusan PT TUN Medan yang dikeluarkan pada periode ini sudah dipastikan tidak bisa dilaksanakan," jelasnya.
Zainal menyimpulkan bahwa putusan ini termasuk dalam kategori putusan yang tidak dapat dieksekusi (non-executable) dalam hukum administrasi negara.
"Saran saya, KIP Tamiang tetap fokus pada tahapan dan calon yang telah ditetapkan," sebutnya.
Sementara itu praktisi hukum, Hermanto menyebutkan, KIP Aceh Tamiang memiliki hak untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hal ini diatur dalam Pasal 13 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016.
Dalam penjelasanya kepada Dialeksis.com Kamis (31/11/2024) Hermanto menjelaskan, peraturan tersebut mengatur tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan dan Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan.
"Para pihak yang keberatan atas putusan pengadilan diberi waktu lima hari untuk mengajukan permohonan kasasi, terhitung sejak putusan diucapkan atau sejak pengiriman putusan," ujarnya.
Hermanto memperingatkan, jika KIP Aceh Tamiang tidak mengajukan kasasi dalam tenggat waktu yang ditentukan, maka putusan PT TUN Medan tersebut akan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Lebih jauh lagi, bila KIP Aceh Tamiang tidak menjalankan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, mereka bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI," tegasnya.
Menurutnya, pengabaian terhadap putusan pengadilan bisa menjadi dasar pelaporan dengan tuduhan tidak taat hukum, tidak profesional, dan melanggar etik sebagai penyelenggara pemilu.
"DKPP tentu akan menindaklanjuti pengaduan semacam ini karena menyangkut integritas penyelenggara pemilu," jelas Hermanto.
Sementara itu pengamat politik Aryos Nivada dan juga Dosen Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK) menilai peluang calon pasangan yang menenangkan gugatan PT TUN ini untuk berpartisipasi dalam pilkada sangat kecil.
"Hal ini disebabkan karena mereka tidak memenuhi syarat minimal dukungan dan persebaran sesuai jadwal yang ditetapkan oleh KIP Aceh Tamiang," ujar Aryos kepada Dialeksis, Rabu (30/10/2024).
Aryos menjelaskan bahwa Hamdan Sati dan Febriadi tidak pernah ditetapkan sebagai syarat dukungan pada tanggal 19 Agustus 2024. Meskipun mereka mendaftar pada masa perpanjangan pendaftaran, proses tersebut tidak dapat dilanjutkan karena mereka belum memenuhi ketentuan yang berlaku.
"Baik putusan PTTUN atau Kasasi di Mahkamah Agung, maka secara regulasi peluang untuk dilaksanakan sangat kecil karena kendalanya regulasi membatasi waktunya," sebut Aryos.
Berdasarkan Pasal 154 ayat (12) UU Pilkada, kata Aryos, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota diharuskan menindaklanjuti putusan PTTUN atau Mahkamah Agung, sepanjang putusan tersebut tidak melewati 30 hari sebelum hari pemungutan suara.
"Secara yuridis, pelaksanaan putusan PTTUN Medan tidak dapat dilakukan karena ketentuan di atas," sebut Aryos.
Bagaimana ending dari Pilkada 2024 untuk kabupaten Tamiang? Apakah hanya ada satu pasangan calon atau bertambah setelah adanya putusan PT TUN. Hingga saat ini KIP di sana juga belum menyatakan sikapnya, apakah kasasi atau menerima putusan PT TUN.
Pelaksanaan Pilkada hanya tersisa 24 hari lagi saat pencoblosan. Bila akan ada perubahan SK KIP Tamiang tentang calon petarung Pilkada, artinya bukan pasangan tunggal, akankah pelaksanaan Pilkada di sana mulus dan sesuai mekanisme?
Publik menanti sejarah apa yang akan tercatat untuk Bumi Muda Sedia dalam Pilkada serentak 2024, apakah hanya calon tunggal seperti SK yang sudah ditetapkan KIP, atau bertambah ada calon pasangan baru. Kita ikuti saja. **Bahtiar Gayo