kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Pengadaan Mobil Dinas Jadi Polemik

Pengadaan Mobil Dinas Jadi Polemik

Selasa, 19 November 2019 19:55 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Pemerintah Aceh akan membeli 172 unit mobil dinas. Dananya bersumber dari APBA dan APBA-P 2019. Mobil itu tersebar di 33 SKPA. Nilainya beragam, mulai dari Rp 100 juta, bahkan ada milaran.

Spontan rencana pengadaan mobil dinas ini mendapat sorotan publik dengan beragam komentar. Namun disisi lain, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah juga memberikan penjelasan tentang pentingnya pengadaan mobil dinas itu.

Dalam sebuah dinamika, pro dan kontra adalah hal yang wajar. Berbeda pandangan dalam menyikapi sebuah persoalan menandakan demokrasi hidup. Namun keputusan harus tetap diambil. Dibeli atau dibatalkan.

Mereka yang mengkritisi pengadaan mobil dinas itu, seperti LSM, pemerhati, serta sejumlah organisasi menilai pengadaan mobil dinas sifatnya belum urgen dan darurat.

LSM Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, misalnya, melalui koordinatornya Syakya Meirizal memberikan keterangan di media, menjelaskan, sejatinya APBA Perubahan itu harus diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan publik yang bersifat darurat dan urgen.

"Aceh harusnya fokus pada kegiatan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi. Fakta bahwa Aceh adalah provinsi paling miskin di Sumatera, harusnya dijawab Pemerintah Aceh dengan program yang berkorelasi langsung terhadap penurunan kemiskinan, bukan beli mobil dinas," sebut Syakya.

Menurut koordinator MPO ini, pengadaan mobil dinas dalam APBA murni mungkin masih bisa dimaklumi. Bisa jadi sebagian Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) memang membutuhkan kendaraan operasional tersebut. Apalagi anggaran yang dialokasikan hanya sekitar 0,3 persen dari total pagu APBA 2019 Rp 17,1 triliun.

"Tapi alokasi anggaran pengadaan melalui APBA-P harus disorot. Karena dari Rp 220 miliar pagu tambahan dalam APBAP 2019, Rp 50 miliar dialokasikan untuk pengadaan kendaraan. Ini artinya 20 persen lebih tambahan APBA-P tersedot untuk beli kendaraan dinas. Dimana letak urgensinya kebijakan ini," jelas Syakya seperti dilansir beberapa media.

LSM ini bukan hanya menyoroti Pemerintah Aceh, tapi juga mengkritisi kinerja DPRA periode 2014-2019. Anggota dewan saat itu dinilai, tidak menggunakan fungsi pengawasannya secara baik. Sehingga, pengadaan kendaraan operasional kepala dinas melalui APBA-P bisa lolos.

Lain lagi yang disampaikan Direktur Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) Munzami Hs. Dari hasil penelusurannya, dari 172 unit mobil dinas yang dibeli melalui APBA dan APBA-P 2019, tidak termasuk pengadaan mobil ambulance, mobil Pemadam Kebakaran, mobil Pustaka Keliling. Pengadaan mobil ini tidak mereka masukan karena berkebutuhan khusus.

Hampir seluruh dinas melakukan pengadaan mobil, mulai dari mobil kepala dinas, kabid, dan sebagainya, mayoritas pengadaan tersebut bersumber dari APBA-P 2019.

Dinas terkesan berlomba-lomba menghabiskan realisasi APBA-P. IdeAs mempertanyakan apa urgensi bagi seluruh SKPA sehingga hampir semuanya membeli mobil dinas.

Menurut Munzami HS, hal tersebut sangat melukai hati masyarakat Aceh, serta menunjukkan bahwa prioritas anggaran pembangunan dalam APBA sama sekali belum berorientasi pada sektor pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengentasan kemiskinan.

IDeAS menilai, Aceh masih provinsi termiskin di Sumatera. Angka pengangguran masih nomor dua tertinggi se-Sumatera. Pertumbuhan ekonomi Aceh sangat rendah. Tapi realisasi anggaran rakyat justru tidak berorientasi pada pengentasan dua hal utama tersebut.

Pengadaan barang dan jasa, menurut IDeAS, bukan hanya mobil. Namun pengadaan barang dan jasa di seluruh SKPA, ada dalam bentuk pengadaan kendaraan roda dua, komputer, laptop, kamera dan lainnya.

Menurutnya, anggaran rakyat hanya dijadikan sebagai penunjang kebutuhan hidup birokrasi di Aceh. Sangat minim sekali pos anggaran untuk pemberdayaan masyarakat. IDeAS selalu mengingatkan dan menyoroti Pemerintah Aceh, bahwa kondisi kemiskinan di seluruh kabupaten/kota harus menjadi PR utama.

Sementara itu, Fakhruddin (Dosen Ekonomi Pembangunan Unsyiah) memberikan apresiasi atas temuan IDeAS. Demikian dengan sejumlah LSM lainnya yang fokus pada pengawasan dana publik.

"Apakah benar seluruh SKPA yang mengusulkan memang membutuhkan mobil baru?" tanya dosen ini. Hanya SKPA bersangkutan yang paham, sebut Fakhruddin. Pihak pemerintah Aceh menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan kondisi kendaraan pemerintah yang ada saat ini maka pengadaan 172 tersebut dianggap layak dan patut.

Alokasi anggaran Pengadaan mobil dinas dalam APBA dan APBA-P terlihat sangat fantastis. Temuan IDeAS menunjukkan lebih dari 100 miliar dana dianggarkan untuk pengadaan 172 mobil dinas di 33 SKPA.

Temuan ini tentu harus diapresiasi dan dimaknai sebagai bentuk perhatian kepada pemerintah Aceh. Juga merupakan bagian dari kontrol publik terhadap pelaksanaan pembangunan. Dalam hal ini, IDeAS tidak sendiri. Karena beberapa LSM yang fokus pada pengawasan dana publik juga melakukan hal yang sama.

Perlu dipahami bahwa pemerintah selalu berada dalam situasi "harus mengambil keputusan" dari beberapa pilihan yang ada.

Keterbatasan anggaran membuat pemerintah harus selektif dalam mengambil keputusan. Tentunya semua pihak berharap pemerintah akan mengambil pilihan terbaik dan juga biaya (baik biaya implisit dan biaya eksplisit) terkecil.

Perbedaan sudut pandang dari pemerintah dan pihak lain tentu akan mewarnai setiap keputusan yang diambil. Jika pemerintah meyakini bahwa kebijakan yang diambil merupakan langkah terbaik, maka pemerintah harus tetap melaksanakan keputusan tersebut.

Jika Perdebatan mengenai pengadaan mobil dinas dilanjutkan, tentu akan membutuhkan waktu yang panjang. Perlu dipahami bahwa pemerintah selalu berada dalam situasi "harus mengambil keputusan" dari beberapa pilihan yang ada, jelasnya.

Menurut Fakhruddin, bila mengacu pada pernyataan Plt. Gub di Serambi hari ini (19/11/2019), bahwa alasan pengadaan mobil dinas adalah untuk menganti kendaraan tua maka sebenarnya itu adalah alasan yang masuk akal.

Namun apakah kebijakan tersebut memang dibutuhkan dan harus dilaksanakan tahun ini, disaat angka kemiskinan Aceh masih tinggi dan banyak dhuafa yang belum memiliki rumah, menurut Fahkruddin layak untuk diperdebatkan.

Menurutnya, jika pemerintah menilai pengadaan 172 kendaraan merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan (walau bukan kebijakan yang tidak populer) maka silakan dilanjutkan. Namun pemerintah juga harus paham, bahwa kesabaran publik akan kinerja pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat juga mulai menipis.

Sehingga masyarakat akan terus memantau dan mengkritisi pemerintah. Penolakan dan kritik tajam pasti akan ada, jadi pemerintah memang harus siap menghadapi hal tersebut, jelasnya.

Penjelasan Plt. Gubernur

Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam kunjungannya ke Kantor Harian Serambi Indonesia, Senin (18/11/2019), memberikan penjelasan soal pengadaan mobil dinas yang kini menjadi sorotan.

Menurut Nova, pengadaan mobil dinas itu dilakukan ada pertimbangannya (justifikasi). Mobil operasional yang digunakan saat ini relatif sudah tua, sehingga pengadaan itu dinilai sudah patut.

Plt Gubernur menjelaskan, tidak ada persoalan dengan pengadaan mobil dinas tersebut, baik secara legal hukum maupun aspek kepatutan. Tapi kalau dikaitkan pembelian kendaraan opersional dinas dengan rumah dhuafa, Nova menilainya tidak relevan.

"Jadi saya minta pengertiannya lah," ujar Nova. Plt Gubernur juga berencana mobil dinas yang sudah relatif tua itu, namun masih layak pakai, nantinya akan dihibahkan ke dayah-dayah yang ada di Aceh. "Tapi mobilnya masih bagus, jangan pula nanti ada asumsi bahwa mobil rusak yang kita kasih, tidak ada itu, mobilnya masih bagus dan layak jalan," jelas Nova.

Seperti dilansir media Serambi Indonesia, Plt Gubernur menjelaskan, pihaknya sedang menginventarisir jumlah mobil-mobil dinas yang akan dihibahkan ke dayah.

"Saya sedang menginventarisir berapa unit, itu akan kita hibahkan ke dayah-dayah. Karena itu diizinkan oleh peraturan perundang-undangan," kata Nova.

Mengapa pengadaan mobil dinas harus dilakukan. Menurut juru bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, bahwa pengadaan mobil dinas dilakukan, karena mobil operasional yang digunakan saat ini bukan mobil baru sejak mereka menjabat. Jika digunakan terus menerus maka biaya operasionalnya akan sangat tinggi.

Untuk itu dilakukan pengadaan baru. Kebanyakan mobil yang diusul adalah jenis Pajero Dakar 4x4. Sebab ada kepala dinas yang memantau proyek yang jauh di daerah pedalaman, medannya memang sulit, tidak bisa dijelajah dengan mobil bertenaga 2x2," jelasnya.

Riuhnya perdebatan soal pengadaan mobil dinas ini, kembali kepada mereka yang mengambil kebijakan. Layakkah dilakukan atau tidak. Plt Gubernur telah menjelaskan, bahwa pengadaan mobil dinas itu tidak ada persoalan, baik secara hukum maupun aspek kepatutan.

Plt Gubernur Aceh meminta pengertian, karena menurutnya kajian pertimbangan tentang pengadaan mobil dinas itu sudah dilakukan. Artinya menurut Nova pengadaan mobil dinas itu layak dilakukan. Apakah 172 mobil itu akan dibeli? (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda