kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Menyibak Tirai Penggranatan Rumah Kepala ULP Aceh

Menyibak Tirai Penggranatan Rumah Kepala ULP Aceh

Selasa, 24 Maret 2020 14:06 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Im Dalisah
Situasi rumah kepala ULP Sayid Azhari pasca penggranatan di Gampong Meunasah Baet, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Senin, (20/3/2020). Foto: Dialeksis.com

DIALEKSIS. COM | Banda Aceh - Ketenangan masyarakat Aceh, khususnya di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar kembali terusik dengan meledaknya sebuah granat di rumah salah seorang pejabat Pemerintah Aceh, Sayid Azhari pada Jumat, (20/3/2020) malam. Di ketahui, saat ini Sayid merupakan orang nomor wahid di instansi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Aceh, sebuah institusi yang berwenang mengurus persoalan tender ribuan proyek APBA.

Memang hanya menimbulkan kerusakan fisik pada bangunan rumah, seperti pecahnya kaca pada bagian depan dan sompelan tembok akibat serpihan benda berbentuk buah nenas itu. Namun, secara psikis telah menimbulkan trauma yang cukup hebat bagi penghuni rumah.

Kejadian 'berbau' teror ini tidak kali ini saja. Peristiwa ini merupakan insiden kesekian kalinya dalam beberapa tahun terakhir.

Masih belum lekang dalam ingatan kita bagaimana teror yang dialami Kepala Inspektorat Aceh, Syahrul Badruddin pada Rabu, 19 November 2014 silam. Kendaraan dinas ber plat BL 177 JA itu bolong dibagian belakang 'dihajar' peluru senjata api. 

Dilansir dari berbagai media, insiden itu diduga dilatarbelakangi oleh berbagai temuan tak beres pada pelaksanaan sejumlah proyek yang ditemukan instansi yang dipimpin Syahrul.

Pasca peristiwa itu terjadi, aparat kepolisian bergerak cepat. Hasilnya? Seorang oknum TNI di jajaran Kodam Iskandar Muda (IM), diamankan. Diketahui kemudian, oknum tersebut bernama Serka Suyanto atau akrab disapa Anto.

Orang nomor satu di Kodam Iskandar Muda kala itu Mayjen Agus Kriswanto mengakui jika salah satu prajuritnya sebagai pelaku penembakan terhadap Syahrul. 

“Yang sedang diproses satu orang, tapi karena melibatkan oknum TNI, maka saya tak melihat seorang saja, melainkan secara menyeluruh. Apakah ada yang memanfaatkan institusi TNI untuk kepentingan tertentu atau hanya oknum itu saja,” tegas Pangdam, seperti dikutip dari laman modusaceh.co, Selasa, (24/3/2020).

Masih menurut portal yang sama, bagaimana motif peristiwa itu terjadi tak pernah terungkap ke publik. Hingga persidangan berakhir, saksi kunci aksi teror ini, Bustami, Ira Purnama Sari dan salah satu pengusaha ternama di Aceh, H. Makmur Budiman SE, tak pernah hadir dipersidangan. Seiring menghilangnya pemberitaan pers, 'dalang dan sutradara' peristiwa tersebut menguap begitu saja, hilang tak berbekas. 

Kasus lainnya, terjadi di medio minggu ketiga Juni 2015. Rumah Kadis Pengairan Aceh saat itu, Syamsul Rizal dikawasan Gampong Baro, Lampineung, digranat oleh orang tak dikenal (OTK) pada Jumat, (19/6/2015) malam, saat seisi rumah sedang berbuka puasa. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu, namun suara yang menggelegar terdengar hingga radius 100 meter. 

Selain efek suara yang cukup membuat seisi rumah menjadi 'sport jantung', dampak lain yang ditimbulkan adalah pecahnya kaca dua unit mobil yang terparkir tidak jauh dari sumber ledakan. Serpihan granat juga mengakibatkan sebuah tangki motor milik tetangga bocor.

"Sejauh ini masih dalam penyelidikan, baik jenis bahan peledak yang digunakan maupun pelaku yang melakukan pelemparan," terang Kombes Pol Zulkifli, Kapolresta Banda Aceh saat itu, seperti dikutip dari serambinews.com.

Namun lagi-lagi masyarakat harus 'mengurut dada'. Hak publik untuk mengetahui siapa aktor pembuat skenario, dan apa kepentingannya tidak pernah terwujud. Hingga Kapolda Aceh Husein Hamidi purna tugas dan Kombes Zulkifli digantikan oleh Kapolres yang lain, otak pelaku penebar kepanikan itu tidak pernah terungkap. 

Dari serangkaian aksi teror tersebut, kesemua korban mengkerucut pada pejabat tertentu yang memiliki wewenang pada pengelolaan proyek anggaran daerah. Keberanian pelaku menebar intimidasi dan ketakutan semakin merajalela seiring banyaknya perkara sejenis yang tidak pernah terungkap ke publik.

Fakta Kejadian

Kembali pada kasus yang dialami oleh Sayid Azhari. Pasca penggranatan itu, polisi bergerak cepat dengan memasang pita kuning disekitar lokasi kejadian. Dari hasil olah TKP, aparat keamanan menemukan satu buah granat jenis nanas yang diduga masih aktif, namun pen nya telah tercabut. Fakta lain juga menyebutkan, bahwa rumah tersebut juga dikelilingi oleh beberapa unit Closed Circuit Television (CCTV), namun sayangnya, alat perekam ini 'tidak mampu memberikan kesaksian' karena CCTV tersebut dalam keadaan tidak aktif, alias mati. 

Direkayasa?

Penilaian mengejutkan datang dari anggota DPR RI asal Aceh Nasir Jamil. Anggota Komisi III yang masalah Hukum, HAM dan Keamanan ini menduga ada unsur rekayasa pada insiden yang mengganggu kenyamanan publik itu.

"Bagi saya melihat ini seperti sandiwara yang kemudian ada pembenaran bagi kepala ULP untuk 'melaksanakan' kemauan, kemauan siapa saya juga tidak tahu. Artinya kemauan orang yang punya kuasalah kita bilang. Siapa yang punya kuasa kita ngak tahulah. Bisa jadi seperti itu sehingga orang lain tidak bisa mendekat. Seolah-olah pembenaran dengan apa yang telah dilakukan, dan sejumlah isu miring terkait dengan lelang proyek dilingkungan provinsi Aceh," ucap Nasir saat diminta tanggapannya mengenai peristiwa tersebut, Senin, (23/3/2020).

Lebih lanjut ia menjelaskan peristiwa penggranatan itu harus mendapat atensi serius dari pihak kepolisian, dan mendalami kejadian ini agar diketahui motif dari si pelaku.

"Kan banyak pendapat mengenai perihal ini. Makanya ini harus diselidiki agar diketahui ini sandiwara, atau realita. Kalau ini sandiwara untuk siapa ini dimainkan, untuk melindungi siapa, dan memuluskan proyek siapa dia bersandiwara. Kalau memang ini realita, kenapa? Bukan berarti kita mau dia menjadi korban, atau mau mengalami kekerasan fisik, bukan. Kalau memang realita, sebenarnya tidak sulit juga menjumpai seorang kepala ULP, tidak bisa di kantor, bisa jumpai di pasar, di warung kopi, atau di mesjid. Banyak tempat di Aceh yang bisa bertemu," urai politisi PKS ini.

Secara khusus, mantan jurnalis ini juga menyinggung tentang penemuan granat nanas di TKP yang belum sempat meledak. Nasir berasumsi, hanya orang-orang yang dilegalkan oleh regulasi yang bisa memiliki bahan peledak seperti itu.

"Ini menarik sebenarnya, karena ini menggunakan granat nenas. Pokoknya menarik ini, siapa yang punya ini barang, darimana dia peroleh, dari siapa dia peroleh, kapan dia peroleh. Mungkin kalau bom molotov siapa saja bisa buat, tapi kalau granat tidak semua orang bisa memilikinya. Kalau diruntut hanya orang-orang dilegalkan oleh UU yang memiliki otoritas menggunakan benda seperti ini," jelasnya.

Penemuan granat nanas yang tidak sempat meledak. Foto: Ist

Untuk itu, Nasir mendesak pihak Polda Aceh agar serius menangani persoalan ini. Menurutnya, hal ini penting dilakukan aparat kepolisian agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

"Saya gak tahu apa Kapolda Aceh punya nyali mengungkap hal ini secara terang benderang. Novel Baswedan aja bisa ditemukan pelakunya, masak yang begini tidak ketemu pelakunya. Ini penting agar kedepan tidak ada lagi kejadian seperti ini," tandas dia.

Harapan ini, kata Nasir, berasal dari desakan para koleganya melalui pesan Whatsapp yang diterimanya. Dia mengungkapkan, sebagai lulusan terbaik di angkatannya, Kapolda Aceh yang baru ini diharapkan mampu menyibak tirai peristiwa itu.

"Ini bukan pernyataan seorang Nasir Jamil, ini ungkapan sebagian kawan-kawan yang menyampaikan ke saya lewat WA. Saya hanya meneruskan saja. Mereka kan tahu Kapolda Aceh ini adhymakayasa, lulusan terbaik tahun 1991. Apakah predikat itu mampu membuat Kapolda baru ini mengungkap kasus ini terang benderang, sehingga nanti kasus sebelumnya mendapat titik terang, siapa pelaku di modus, siapa pelaku pada kasus Pengairan, dan pelaku lainnya," ujar Nasir.

"Saya sebagai mitra beliau, sangat mendukung kalau beliau punya kemauan kuat mengungkap hal ini secara terang benderang," tambahnya lagi.

Komentar khusus sang legislator mengenai penemuan granat jenis nanas yang ditemukan di TKP dan belum sempat meledak ini menarik untuk ditelisik. Berdasarkan mesin pencari Google, Dialeksis.com menemukan gambar sejenis dengan nama 'Granat GT-5PE 2' pada situs perusahaan yang selama ini memproduksi senjata nasional, PT Pindad. Diketahui pula, hanya institusi TNI yang memiliki otoritas memiliki benda berbahaya ini.

Foto: Tangkap layar pada situs PT. Pindad

Jika bahan peledak ini bisa dimiliki oleh kelompok yang tidak bertanggungjawab dan beredar luas ditengah masyarakat, patut diduga ada pihak tertentu yang bermain pada 'pasar gelap' peredaran granat nanas ini.

Desakan Publik Atas Pengungkapan Kasus

Harapan lain agar pihak kepolisian mampu mengungkap kasus ini disuarakan oleh anggota Komisi III DPR RI asal Aceh yang lain, Nazaruddin. Pria yang akrab disapa Dek Gam ini juga meminta Polda Aceh mengusut tuntas kasus pelemparan granat di rumah Kepala ULP Aceh, Sayid Azhary. 

"Ini tugas pertama Bapak Kapolda Aceh yang baru, kasus ini harus selesai diungkap," kata Dek Gam di Banda Aceh, Sabtu, (21/3/2020), seperti yang dilansir oleh portalsatu.com

Presiden Persiraja ini optimis Kapolda Aceh mampu mengusut dalang di balik kasus teror terhadap pejabat Aceh itu. 

"Saya yakin Bapak Kapolda Aceh mampu mengungkap siapa dalam di balik teror ini," ujar Dek Gam.

Dia mengaku telah membangun komunikasi langsung dengan Kapolda Aceh dan meminta agar kasus tersebut dapat diungkap.

"Saya sudah hubungi Kapolda Aceh meminta agar kasus ini diungkap, dan Kapolda Aceh mengatakan akan mengusut tuntas kasus ini," ujarnya.

Dia berharap aksi teror seperti ini tidak terjadi lagi di Aceh. Dek Gam juga menyayangkan masih ada pihak tertentu yang coba memperkeruh suasana damai Aceh sekarang ini.

"Sudah cukup kasus teror seperti ini, tidak boleh terjadi lagi, masyarakat tidak perlu takut untuk hal seperti ini, kita percayakan saja kepada Kapolda Aceh untuk mengusut tuntas," kata dia.

Dek Gam menduga menduga ada mafia tender proyek yang berada di balik kasus teror tersebut. Apalagi rumah yang diserang milik orang yang mengatur jalannya tender proyek di Pemerintah Aceh.

"Ini akan terus menjadi pertanyaan di masyarakat, makanya Kapolda harus mengungkap kasus ini, dan saya akan mengawal terus kasus ini sampai tuntas," ujarnya.

Desakan juga muncul dari peneliti Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Nasrul Rizal yang meminta agar kepolisian Aceh mengusut tuntas kasus dalang, aktor intelektual dan motif pelemparan granat jenis nanas ke rumah pribadi Plt Kepala Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh, Sayid Azhari. Nasrul meminta Polda Aceh membongkar seluruh jaringan pelaku teror granat, penanganan kasus pelemparan granat tersebut harus menjadi tugas utama Polda Aceh dalam koridor hukum.

“Informasi dari masyarakat setempat dapat menjadi saksi kuat, CCTV, dan olah TKP dilakukan kepolisian untuk melakukan pengusutan tuntas aksi teror ini, harus mengungkap sampai dengan membongkar seluruh aktor intelektual dan pelaku esekusi,” kata Nasrul Rizal kepada media ini, Sabtu (21/3/2020).

Banyak pihak yang mengaitkan peristiwa itu dengan urusan proyek dan tender APBA Aceh yang sedang berlangsung. Sebuah asumsi yang wajar, mengingat posisi Sayid Azhari saat ini merupakan pucuk pimpinan di instansi yang menangani persoalan tender dan lelang ribuan proyek di Aceh. Oleh karena itu penting bagi aparat kepolisian, terkhusus bagi Polda Aceh yang sedang menangani kasus ini agar segera mengungkapnya, sehingga dapat meluruskan asumsi dan anasir liar yang berkembang di masyarakat. Semangat Pak Polisi. (Im)














Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda