Mentan Vs Pimpinan KPK, Antara Korupsi dan Pemerasan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Foto: Chandra Tri Antomo/Ngopibareng.id
Menyoal Tersangka SYL
Syahrul Yasin Limpo merupakan tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Status Syahrul sebagai tersangka belum diumumkan oleh KPK, namun telah dipastikan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md di Istana Negara Rabu , 4 Oktober 2023.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri angkat bicara mengenai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dalam pernyataannya, Mahfud mengaku sudah mengetahui penetapan tersangka Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL).
Dalam keterangan Persnya, Firli mengatakan, pengusutan dugaan rasuah di Kementerian Pertanian (Kementan) telah melalui proses hukum yang berlaku.
"Semua proses penegakan hukum itu melalui proses sesuai dengan ketentuan hukum pidana. Pengumpulan barang bukti, pemeriksaan saksi-saksi. Sehingga membuat terangnya suatu peristiwa pidana. Baru ada tersangkanya," kata Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023).
Firli pun enggan berkomentar lebih banyak terkait hal ini. Purnawirawan jenderal Polri ini justru memilih pergi meninggalkan ruangan konferensi pers saat banyaknya pertanyaan yang dilontarkan para awak media.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengaku sudah mengetahui informasi tentang penetapan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Mahfud juga menyebut, ekspose di KPK terkait kasus yang menjerat SYL pun sudah dilakukan sejak lama.
Walau demikian, Mahfud menyerahkan kepada KPK kapan secara resmi status mengumumkan tersangka Mentan SYL.
"Bahwa dia (Syahrul Yasin Limpo) sudah ditetapkan tersangka, saya sudah dapat informasi. Kalau eksposnya itu kan sudah lama, tapi resminya (status) tersangka itu sudah digelarkanlah," kata Mahfud MD di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
KPK saat ini memang tengah melakukan penyidikan kasus rasuah di Kementan. Lembaga antikorupsi ini mengaku sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, hingga kini identitas para tersangka itu belum diumumkan secara resmi.
Namun Mahfud MD ketika ditanya media soal kasus pemerasan pimpinan KPK yang kini ramai dibahas publik, Menkopolhumkam enggan memberikan keterangan, berbeda dengan beberapa kasus lainya, dimana Mahfud MD kritis dan memberikan penjelasan yang lumanyan panjang.
Mahfud MD yang ditemui usai mengisi Kuliah Umum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Jumat (6/10/2023), minta persoalan tersebut ditanyakan langsung ke pihak yang menyiarkan dugaan pemerasan tersebut. "Ya ditanyakan ke sana," kata Mahfud.
Pertanyaan soal dugaan tersebut lanjut Mahfud harusnya ditanyakan kepada yang bersangkutan, yang menyiarkan dugaan pemerasan tersebut. Bukan malah ditanyakan ke dirinya. "Yang menyiarkan pemerasan itu kan yang bersangkutan, bukan saya. Ditanyakan ke sana," tegasnya.
Sementara itu, pihak Partai Nasdem belum memberikan sikap lebih lanjut terhadap kabar yang berseleweran usai SYL tiba di Jakarta dari dinas luar negeri.
"Partai akan menyikapi kasus ini ketika secara official bahwa KPK sudah menyatakan statusnya seperti apa. Kita mengedepankan tetap asas praduga tak bersalah," kata Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Nasdem, Ahmad Ali kepada wartawan di Jakara, Kamis (5/10/2023).
Ali mengatakan, hingga hari ini, pihaknya masih menganggap SYL sebagai orang terperiksa, bukan tersangka. Dia menyatakan, partai bakal tetap menunggu pengumuman resmi dari KPK.
"Apapun ketika KPK sudah memiliki keputusan, sikap akan diikuti oleh Partai Nasdem, ya InsyaAllah juga sama dengan hal-hal yang pernah terjadi kebijakan partai tidak akan bergeser entah itu pejabat atau kader biasa, ketika mengalami proses hukum. Saya pikir Nasdem akan melakukan kebijakan yang sama kepada kadernya," tutur Ali.
Pimpinan KPK Harus Non Aktif
Riuhnya soal pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap Mentan SYL, membuat pihak IM57+ Institute meminta Presiden Jokowi menonaktifkan pimpinan KPK. Ketua IM57+ Institute, Muhammad Praswad Nugraha, mengatakan langkah ini harus dilakukan Presiden Jokowi untuk mencegah konflik kepentingan.
“Hal itu bukan hanya bermanfaat untuk kelanjutan penanganan kasus dugaan pemerasan yang saat ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian, tetapi juga terhadap integritas dan indepedensi penanganan kasus korupsi di Kementan yang sedang ditangani KPK,” kata Praswad seperti dilansir Tempo, Kamis, 5 Oktober 2023.
Pimpinan KPK jadi sorotan setelah beredarnya surat panggilan dari Polda Metro Jaya yang ditujukan kepada ajudan dan sopir eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Dua surat terpisah itu ditujukan kepada Heri sebagai sopir Syahrul, dan Panji Harianto sebagai ajudan.
Namun, bagi IM57+ Institute, independensi penanganan kasus di Kementan yang menyoroti Syahrul Yasin Limpo juga perlu dianggap penting.
Praswad menilai, kepolisian seharusnya bekerja untuk membongkar dugaan pidana korupsi atas penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Ini untuk menghindari pemanfaatan kasus tersebut sebagai bahan barter.
“Ini penting karena proses penegakan hukum yang akuntabel dan berintegritas punya dampak yang serius untuk mendorong pembenahan KPK,” ujar Praswad.
Penanganan dugaan pemerasan oleh kepolisian, ujar Praswad, merupakan penerapan prinsip persamaan di hadapan hukum, termasuk kepada pimpinan KPK yang diduga melakukan korupsi.
“Polri harus segera mengumumkan kepada publik siapa yang memeras Mentan, agar publik dapat mengawal penanganan perkara ini secara transparan dan akuntabel,” kata Praswad.
Lebih jauh dia mengatakan ada indikasi perilaku yang tidak biasa dalam penanganan dugaan korupsi di Kementan oleh KPK. Indikasi itu adalah adanya dugaan perbedaan yang sangat jauh antara waktu pelaksanaan ekspose perkara dengan penerbitan surat perintah penyidikan.
Padahal, kata dia, penerbitan surat perintah penyidikan ditandatangani oleh pimpinan dan dikeluarkan dalam bentuk Sprindik dalam waktu yang sesegera mungkin, dan secara langsung pasca diputuskannya hasil ekspose perkara korupsi.
“Tujuannya kan untuk dinaikkannya tersangka pada suatu proses penyidikan. Untuk itu, wajar apabila publik mempertanyakan apakah pemerasaan yang terjadi pada penanganan kasus korupsi Kementan ini berhubungan dengan penundaan penerbitan Sprindik?” ujar eks penyidik KPK ini.
Publik kini disuguhkan dengan informasi bagaikan sebuah pertunjukan wayang. Kisahnya berputar-putar yang memeras otak publik untuk menafasirkan dan menganalisanya. Sebuah pertarungan kekuatan sedang kelas elit sedang dipertontonkan. Endingnya?. [BG]