Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Menguji “Taring” DPRA Dalam Perjuangan BBM Untuk Rakyat

Menguji “Taring” DPRA Dalam Perjuangan BBM Untuk Rakyat

Minggu, 08 Januari 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Antrian panjang menuju salah satu SPBU di Banda Aceh pada minggu pertama Januari 2023. (foto/dok Serambinews)

DIALEKSIS.COM| Tajamkah “taring” Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam melindungi rakyatnya. Mampukah DPRA menghapus “air mata” rakyatnya yang kini sudah merasuk ke relung dada. Mampukah DPRA menjawab kebutuhan rakyat dalam persoalan Bahan Bakar Minyak (BBM)?

Surat Edaran (SE) yang disampaikan Pj Gubernur Aceh soal pembatasan BBM bersubsidi telah membuat rakyat Aceh semakin sulit. Antrian panjang untuk mendapatkan BBM bersubsidi terlihat hampir seantora SPBU di Aceh.

Waktu dan energy masyarakat terhabiskan untuk antrian panjang mendapatkan BBM. Seharusnya waktu dan energy itu bisa dipergunakan untuk beraktifitas, kini justru harus dihabiskan demi mendapatkan BBM.

Akankah persoalan yang membuat rakyat semakin terjepit ini terus berlangsung di Aceh? Sampai kapan? Tidak adakah kebijakan yang pro rakyat dalam mendapatkan solusi persoalan ini?

Bagaimana tanggapan para pihak, (mereka yang mengambil kebijakan dan pengawas kebijakan, serta pihak yang membutuhkan BBM) di tengah hiruk pikuknya antrian panjang yang semakin membuat rakyat kian terjepit. Dialeksis.com merangkumnya.

Setelah usai menggelar pertemuan dengan berbagai pihak yang terlibat dalam persoalan pembatasan BBM bersubsidi di Aceh, persoalan BBM di Aceh tak kunjung tuntas. Pihak DPRA akan kembali menggelar rapat dengan melibatkan berbagai unsur untuk mencari solusi terkait permasalahan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Menurut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Saiful Bahri, pihaknya dalam waktu dekat akan mengundang kembali Pemerintah Aceh, termasuk Kapolda dan Pangdam untuk mencari solusi konkrit terkait masalah BBM.

Dalam penjelasanya kepada Dialeksis.com, Sabtu (7/1/2023), Saiful Bahri menyatakan, sebelumnya pihak DPRA pada 5 Januari 2023 sudah menggelar rapat bersama Pemerintah Aceh dan pihak Pertamina terkait kebijakan pembatasan subsidi BBM.

DPR Aceh menilai kebijakan dengan adanya surat edaran pembatasan BBM bersubsidi justru membuat warga Aceh kian kesulitan mendapatkan BBM. Dalam pertemuan nanti DPR Aceh mempertanyakan landasan pihak eksekutif melahirkan SE Pembatasan BBM Subsidi, serta upaya mencari solusinya.

Ketua DPR Aceh berharap Pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat mau bergandengan tangan bersama legislatif dalam melahirkan sebuah aturan. Apalagi aturan tersebut beririsan langsung dengan hajat hidup masyarakat banyak.

Pj. Gubernur Aceh sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait pembatasan volume BBM subsidi untuk berbagai jenis kendaraan. Surat edaran tertanggal 27 Desember 2022 dengan nomor: 542/21981 tentang Pengendalian Pendistribusian Jenis BBM Tertentu Solar Subsidi (Biosolar) di Wilayah Aceh.

Menurut ketua Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Aceh Muhammad Iqbal Piyeung, sebenarnya yang menjadi persoalan utama langkanya BBM di Aceh ada pada Kebijakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Lembaga ini yang berwenang dalam menentukan kuota BBM subsidi untuk seluruh provinsi hingga kabupaten/kota seluruh Indonesia.

"Kuota untuk Aceh terus berkurang, misalnya untuk biosolar tahun 2021 sebesar 373 ribu kilo liter lalu tahun 2022 berkurang menjadi 365 ribu kilo liter. Untuk tahun 2023 sepertinya juga terus berkurang lagi," jelas Iqbal.

Selaku Ketua Kadin Aceh, Iqbal mempertanyakan dasar digunakan BPH Migas dalam penentuan kuota BBM. Sehingga, Aceh kuotanya sangat minim jika dibandingkan dengan beberapa provinsi lain yang jumlah penduduknya sama dengan Aceh. Seperti Sumbar atau Riau di Sumatera misalnya.

Ketua Kadin Aceh berharap sekaligus menegaskan, BPH Migas jangan terus menjadikan Aceh sebagai "kelinci percobaan" dalam hal distribusi BBM subsidi. Jangan zalimi masyarakat Aceh dengan terus membiarkan antrian yang sangat panjang di semua SPBU di Aceh.

Kelangkaaan BBM karena kebijakan kuota untuk Aceh yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah Aceh dan stakaholder lainnya di Aceh, seperti anggota DPR RI/DPD RI asal Aceh perlu mempertanyakan hal ini kepada BPH Migas dan Pertamina.

“Intinya perlu dipertanyakan dasar penentuan dan pengurangan kuota BBM subsidi ke BPH Migas," pinta Iqbal.

Muhammad Iqbal menilai fenomena antrian panjang kendaraan di pom bensin SPBU yang ada di seluruh Aceh ternyata tidak terjadi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Informasi ini diperoleh Iqbal dari teman-teman pengurus Kadin Sumut.

Di wilayah Provinsi Sumut tidak ada edaran yang diterbitkan oleh gubernur setempat tentang pembatasan distribusi BBM bersubsidi. Pembatasan BBM bersubsidi sebagai langkah keliru dari Pemerintah Aceh untuk penekanan inflasi daerah. Apalagi pemerintah pusat akhir-akhir ini sangat mendorong pemerintah daerah supaya mampu menekan inflasi di daerah masing-masing.

“Salah satu yang menyebabkan lonjakan inflasi disebabkan oleh energi (BBM). Ini energi yang sudah ada malah terjadi antri di SPBU. Bukan hanya di Banda Aceh saja, tetapi seluruh Aceh,” ujar Muhammad Iqbal kepada reporter Dialeksis.com.

Menurut Iqbal, akibat pembatasan BBM bersubsidi ini juga membuat roda transportasi macet di Aceh. Karena BBM bersubsidi digunakan oleh transportasi umum, kendaraan angkutan barang dan lain sebagainya.

Menurutnya, pembatasan BBM bersubsidi bukanlah solusi yang tepat untuk menangkal antrian panjang di SPBU. Solusi yang tepat seharusnya Pemerintah Aceh meminta tambahan kuota BBM bersubsidi untuk Aceh.

“Kalau BBM bersubsidi dibatasi, coba lihat kendaraan-kendaraan yang misalnya mengangkut CPO dari Aceh ke Medan, pasti akan melonjak inflasi, harga-harga barang akan naik. Lihat saja bagaimana perkembangan selama seminggu terakhir ini,” jelasnya.

Di sisi lain, Muhammad Iqbal juga berharap kepada Pertamina dan aparat penegak hukum untuk segera meringkus oknum-oknum pengusaha yang mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat.

“Kadin Aceh tidak mentolerir oknum-oknum pengusaha yang menggunakan BBM bersubsidi untuk kepentingan pribadi,” pungkasnya.

Apa kata Ramli Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Aceh? Menurutnya, ada banyak hal yang perlu dikritisi ulang terhadap surat edaran Pemerintah Aceh tentang pembatasan BBM bersubsidi.

Menurutnya, SE pembatasan BBM bersubsidi bukanlah solusi dalam menangani kemacetan antrian di SPBU. Kemacetan ini membuat ongkos biaya yang dikeluarkan untuk truk dan bus menjadi lebih tinggi.

Karena, kata dia, jika ongkos pengeluaran kendaraan menjadi lebih tinggi, maka pasti akan berpengaruh ke harga-harga barang.

“Selama ini kita menekan inflasi, ternyata bukan mengurangi, tetapi malah menambah inflasi. Perlu diketahui bahwa transportasi itu merupakan sendi ekonomi,” ujar Ramli yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (6/1/2023).

Di sisi lain, Ramli bercerita bahwa pihaknya sudah pernah duduk bersama Pemerintah Aceh, pihak Pertamina dan jajaran dari unsur lainnya untuk membicarakan perihal ini. Di forum tersebut, Ramli mengungkapkan bahwa pembatasan 200 liter per hari untuk kendaraan truk dan bus tidaklah cukup.

Hanya saja, kata Ramli, pemerintah memberlakukan SE pembatasan BBM bersubsidi ini mengacu kepada peraturan presiden.

“Saya pertanyakan, kita Aceh ini kan daerah khusus, boleh nggak kita tambah kuota. Kita minta Pemerintah Aceh untuk menambah kuota,” tuturnya. Ramli juga meminta pemerintah supaya menghilangkan scan barcode ketika sopir truk atau sopir bus mau mengisi BBM.

“Tidak semua sopir itu punya android, maunya barcode-barcode itu nggak usah ada lah di SPBU. Yang paling penting adalah pengawasannya yang diperketat,” pungkasnya.

Bagaimana dengan Wakil Rakyat Aceh?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menilai kebijakan Pj Gubernur Aceh dalam mengeluarkan surat edaran pembatasan BBM bersubsidi justru membuat warga Aceh kian kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi.

“Ini saya rasa monopoli juga,” sebut Saiful Bahri atau akrab disapa Pon Yahya, ketua DPRA saat memimpin rapat koordinasi pengendalian dan pendistribusian jenis BBM di Aceh.

Rapat koordinasi ini berlangsung di ruang Badan Anggaran DPR Aceh, Kamis, 5 Januari 2023 turut dihadiri Kepala Seksi Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Eulis Yesika.

Asisten 2 Sekretariat Daerah (Setda) Aceh Ir Mawardi, Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh Amirullah, SE., M.Si, Ak, dan Kasi Perkembangan Usaha Migas Dinas ESDM Aceh, Zulfikar, ST, M.Si.

Ikut serta dalam rapat koordinasi tersebut Sales Area Manager Retail Pertamina Aceh, Arwin Nugraha, dan Sales Branch Manager Rayon I Aceh PT Pertamina Patra Niaga, Staleva Putra Githa Daulay.

Sementara dari pihak DPR Aceh, selain Saiful Bahri, rapat koordinasi tersebut juga dihadiri Ketua Fraksi Partai Aceh Tarmizi, SP, Ketua Komisi II Ridwan Yunus, Sekretaris Komisi III Azhar Abdurrahman, dan Anggota Komisi III DPR Aceh Mawardi, M.Sc.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPR Aceh mempertanyakan landasan pihak eksekutif sehingga lahirnya Surat Edaran (SE) Pj Gubernur Aceh yang membatasi penggunaan BBM subsidi jenis solar.

Surat tersebut belakangan marak beredar di media massa dan mendapat sorotan dari publik di Aceh. Apalagi dengan keluarnya SE tersebut pada 27 Desember 2022, dinilai belum dapat mengatasi menumpuknya kendaraan, antrian panjang.

Saiful Bahri selaku pimpinan di DPR Aceh berharap Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat mau bergandengan tangan bersama legislatif dalam melahirkan sebuah aturan. Apalagi hal tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga keberadaan DPR Aceh tidak boleh dikesampingkan begitu saja.

Saiful Bahri turut mempertanyakan birokrasi administrasi surat menyurat yang dikirimkan ke komisi-komisi oleh pihak kepolisian di Aceh tanpa sepengetahuan Ketua DPR Aceh. Anehnya lagi surat yang dinilai keliru tersebut menjadi rujukan eksekutif mengeluarkan SE Pj Gubernur Aceh terkait pembatasan BBM Subsidi jenis solar.

“Darimana logika kita bahwa untuk mengatasi antrian yang panjang kita batasi (penggunaan BBM subsidi)? Ini kan aneh,” timpal Ketua Komisi II DPR Aceh, Ridwan Yunus dalam rapat tersebut.

Menurut Ridwan Yunus, pembatasan penggunaan BBM subsidi akan memangkas pemenuhan hak dasar warga Aceh. Apalagi menurutnya, BBM merupakan kebutuhan dasar saat ini bagi setiap warga negara di Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sayangnya, menurut Ridwan Yunus, dia mengaku tidak dapat hadir dalam pertemuan yang digelar sehingga melahirkan SE Pj Gubernur Aceh terkait pembatasan subsidi solar.

Alasannya karena birokrasi administrasi surat tersebut tidak sesuai dengan tata kelola pemerintahan dan organisasi DPR Aceh. “Kalau saya hadir, akan saya tentang SE ini,” kata Ridwan Yunus.

Ridwan dalam rapat yang digelar DPRA turut mempertanyakan jumlah total kuota solar subsidi yang diberikan untuk Aceh, serta jumlah mobil plat nomor kendaraan luar daerah yang beroperasi di Tanah Rencong.

Dia mengatakan seharusnya kendaraan plat luar tersebut yang harus dibatasi penggunaan solar bersubsidi di wilayah Aceh. “Saya apresiasi pak Gubernur kalau itu yang dibatasi,” kata Ridwan Yunus.

Sementara itu, Kepala Seksi Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Eulis Yesika, dalam rapat tersebut menjelaskan tentang kebijakan lahirnya SE Pj Gubernur Aceh.

Menurutnya, kebijakan yang melahirkan SE Pj Gubernur Aceh terkait pembatasan BBM subsidi jenis solar bersandar pada Perpres 121 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Menurut Eulis, Perpres ini sudah berlaku sejak Februari 2020.

“Ada migrasi juga karena kenaikan BBM yang industrinya kan terlalu tinggi, maka ada imigrasi kendaraan,” ujar Eulis menjawab pertanyaan Ketua DPR Aceh, terkait kondisi kekinian yang masih terlihat antrian pembelian BBM Subsidi di SPBU meski Perpres tersebut sudah berlaku sejak tahun 2020.

Mendapat jawaban seperti itu, Saiful Bahri menekankan seharusnya daerah Aceh memiliki lex specialis dalam hal pengaturan minyak bumi dan gas. Sehingga, tidak seluruhnya kebijakan yang berlaku nasional juga dapat diterapkan di Aceh.

“Kita di Aceh ada lex specialis, jadi seharusnya semua bisa kita atur sendiri dengan musyawarah mufakat dengan Pemerintah Aceh,” tutur Saiful Bahri.

Menurutnya tanpa adanya pertimbangan Aceh sebagai daerah lex specialis, maka pemerintahan daerah akan pincang. Inilah pentingnya melibatkan DPR Aceh dalam mengambil kebijakan sesuai kewenangannya sehingga patut mendapat protes dari pihak legislatif.

“Rakyat mengadunya ke kami (setiap lahirnya kebijakan yang tidak pro rakyat). Inilah alasan kami memanggil bapak-bapak dan ibu kemari untuk mencari jalan keluar,” sebut Pon Yahya.

“Jadi tidak semua perintah dari Pemerintah Pusat harus kita ikuti, karena hadirnya negara memang untuk rakyat, kalau untuk menyengsarakan rakyat jadi untuk apa juga negara,” tegas Saiful Bahri.

Rapat koordinasi tersebut sempat berlangsung alot dan penuh tanya jawab antara pihak yang berhadir. Namun, Ketua DPR Aceh Saiful Bahri menegaskan alasan rapat tersebut digelar bukan dalam rangka mencari permusuhan dengan Pemerintah Pusat melainkan untuk mencari solusi agar BBM Subsidi tidak lagi langka di Aceh.

“Jadi hari ini kita tidak dalam keadaan bermusuhan, dalam hal ini saya mengutip satu kalimat yang selalu disampaikan oleh Panglima Kodam Hasan, bila ingin membangun Aceh kita mesti berdampingan,” sebut Pon Yahya.

“Jangan saling berhadap-hadapan. Dalam hal ini, kami mau berdampingan, kami coba tampil profesional, tapi kalau tidak dilibatkan mau bagaimana? Seharusnya sama-sama, apalagi ini Pj, yang ditunjuk Pemerintah Pusat, surat edaran ini mendapat apresiasi dari Pemerintah Pusat, sementara rakyat Aceh ini mendapatkan apa?” ulas Saiful Bahri.

Memainkan BBM

Sementara Sekretaris Komisi III Azhar Abdurrahman menganggap rapat koordinasi terkait BBM subsidi ini sepatutnya dihadiri Kepala BIN Daerah, unsur kepolisian dan juga Kodam IM.

Menurutnya para pihak penegak hukum tersebut perlu dilibatkan lantaran berkaitan dengan dugaan adanya oknum yang terlibat dalam penggunaan BBM bersubsidi secara tidak wajar di Aceh.

Dia merujuk pada rapat yang pernah dilakukan DPR Aceh sebelumnya bersama unsur lembaga vertikal tersebut, yang menurut Azhar Abdurrahman sempat ada penangkapan besar-besaran terhadap oknum pemain BBM bersubsidi di Aceh.

“Kalau Kopral itu kan satu tangki dia angkat, kalau Jenderal itu satu kapal pindah minyak, makanya nggak pernah selesai masalah di Indonesia,” ungkap Azhar Abdurrahman.

Dia menganggap kondisi saat ini kembali berulang seperti era Orde Baru berkuasa di Indonesia, dimana logging, tambang, dan minyak dikuasai oleh lembaga-lembaga tertentu.

Seharusnya permainan para oknum tersebut masuk dalam analisis intelijen, karena dapat berdampak pada inflasi cukup tinggi untuk Indonesia di masa mendatang.

“Minyak sulit, harga barang naik. Ini dengan tembok mana kita mau bicarakan, nggak selesai persoalan. Makanya kalau kita berteriak-teriak sesama sendiri tidak akan selesai,” kata Azhar Abdurrahman.

Azhar Abdurrahman tidak sepakat dengan permintaan penambahan kuota BBM bersubsidi untuk Aceh, yang dinilainya akan lebih menguntungkan atau memperkaya para oknum pemain. Menurutnya penambahan kuota BBM bersubsidi tersebut bahkan tidak akan berdampak pada rakyat.

“Ini tidak akan selesai, karena siklus sudah ditarik kembali seperti era Orde Baru dan mereka sudah menguasai semua lini,” papar Azhar Abdurrahman.

Azhar menilai jika para oknum tersebut tidak ditertibkan, maka persoalan antrian BBM bersubsidi tidak akan pernah selesai di Indonesia maupun di Aceh. Inilah yang menurut Azhar penting melibatkan tiga institusi vertikal tersebut untuk mencari solusi mengatasi antrian BBM bersubsidi di Aceh.

Penjelasan Pemerintah Aceh

Mengapa Pemerintah Aceh mengeluarkan surat edaran? Simaklah penjelasan Asisten 2 Sekretariat Daerah (Setda) Aceh Ir Mawardi, yang turut hadir dalam rapat koordinasi tersebut. Menurutnya, penerbitan surat edaran Pj Gubernur terkait pembatasan BBM bersubsidi di Aceh berawal dari niat baik menyikapi kondisi yang terjadi di nyaris setiap SPBU yang ada di Aceh.

Dia bahkan turut mencontohkan kejadian adanya antrian kendaraan di SPBU Lingke hingga mengular sampai gerbang keluar pintu kantor Gubernur Aceh beberapa waktu lalu. “Kalau kita masih bisa antri, tetapi bagaimana kalau ambulans yang mau lewat? Itu tidak bisa,” kata Mawardi.

Mawardi bahkan menilai SE yang dikeluarkan Pj Gubernur Aceh tidak sampai menuai reaksi seperti kebijakan mengeluarkan stiker pengguna BBM subsidi pada masa pemerintahan yang lalu.

Mawardi mengakui setiap kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi kelangkaan BBM subsidi, selalu saja ada oknum-oknum yang mampu mencari celah untuk menggunakan bahan bakar subsidi secara tidak wajar.

“Dengan bermacam cara yang dilakukan oleh para pihak tersebut, apakah dengan memodifikasi tangki minyak, atau bahkan tugasnya hanya menjemput BBM dari SPBU kemudian stok kepada mereka, dan itu terekam dari kawan-kawan di Pertamina dengan nomor plat yang sama, satu hari empat kali mondar mandir tugasnya hanya jemput-jemput BBM itu,” ungkap Mawardi.

Menurut Mawardi, hal seperti inilah yang kemudian membuat BPH Migas mengambil sikap untuk mengikat MoU dengan Polri untuk melakukan pengawasan yang ketat, dalam hal penyaluran BBM bersubsidi.

Sementara terkait kebijakan pemberlakuan barcode di SPBU, menurut Mawardi, dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak semua orang yang tidak berhak dapat menggunakan BBM bersubsidi. “Tapi ada saja celah-celah yang lemah, yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu,” kata Mawardi lagi.

Bagaimana Kouta BBM Bersubsidi?

Apakah kouta BBM bersubsidi di Aceh mencukupi? Sales Area Manager Retail Pertamina Aceh, Arwin Nugraha, dalam rapat koordinasi tersebut menyebutkan alokasi BBM subsidi untuk Aceh pada tahun 2022 sebenarnya turun jika merujuk realisasi tahun 2021.

Dia mengatakan kuota awal BBM subsidi untuk Aceh tahun 2022 berjumlah 360 ribu kiloliter, sementara yang disalurkan pada tahun 2021 mencapai 373 ribu kiloliter. Namun, guna menjaga stabilitas ekonomi di Aceh, maka Pemerintah Pusat meminta PT Pertamina untuk menyalurkan BBM subsidi melebihi kuota yang ditentukan.

 “Terbukti hingga September, kami sudah menyalurkan 297 ribu kiloliter biosolar, padahal kuota sampai bulan September itu hanya sampai 270 ribu. Jadi kami salurkan di atas alokasi yang sebenarnya,” kata Arwin.

Keadaan ini membuat kuota BBM subsidi biosolar untuk Aceh menjadi naik pada Triwulan IV dari 360 ribu kiloliter menjadi 410 ribu kiloliter. Dari kebijakan tersebut, menurutnya, pemerintah Pusat memiliki komitmen untuk menaikkan kuota sehingga alokasi BBM subsidi solar untuk Aceh sebenarnya sudah cukup.

Bagaimana dengan antrian di SPBU? Arwin membenarkan kondisi di lapangan serupa dengan gambaran yang disampaikan oleh Komisi III DPR Aceh. Berdasarkan data realisasi penyaluran solar subsidi pada tahun 2022 terjadi kenaikan rata-rata mencapai 1.130 kiloliter per hari.

Hal ini menurutnya jauh berbeda dengan realisasi tahun 2021 yang jumlah rata-rata penggunaan BBM subsidi solar hanya 1.020 kiloliter per hari.

“Apakah mungkin kenaikan ini dikarenakan perekonomian yang wajar seperti angkutan barang atau orang sampai 20 persen kenaikannya?”

Inilah yang kemudian membuat PT Pertamina memberlakukan sistem subsidi tepat untuk mencegah permainan di lapangan. Dengan adanya sistem tersebut, diharapkan penggunaan BBM subsidi tidak tepat sasaran dapat diminimalisir karena adanya kuota yang diterapkan.

Selain itu, menurut Arwin, dengan adanya sistem tersebut, maka akan memudahkan PT Pertamina untuk melacak serta menemukan alamat pengguna BBM Subsidi secara tidak wajar tersebut.

“Sekarang sudah bisa langsung datanya, misalnya nanti ada stakeholder yang lain, penegak hukum, kita sudah bisa buka datanya. Ada 81 kendaraan yang melakukan pengisian bahan bakar minyak lebih dari 800 liter dalam seminggu, luar biasa sekali,” kata Arwin.

Apakah kouta tercukupi? Sudah pasti belum tercukupi. Buktinya Pj Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq menyampaikan permintaan kepada pihak PT Pertamina untuk memberikan tambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk nelayan di Kota Banda Aceh.

“Permintaan penambahan ini berdasarkan keluhan nelayan Kota Banda Aceh tentang terbatasnya kuota BBM subsidi yang dimiliki. Sedangkan kebutuhan di lapangan cukup banyak, ini juga sebagai upaya kita dalam pengendalian inflasi,” kata Bakri Siddiq saat menerima audensi Sales Area Manager Retail Pertamina Aceh, Arwin Nugraha di pendopo Walikota, Selasa (27/12/2022).

Terkait program pembatasan BBM bersubsidi, Bakri Siddiq mendukung sepenuhnya program Pertamina yang menerapkan penggunaan aplikasi Mypertamina kepada masyarakat agar BBM bersubsidi tepat sasaran.

“Kita akan mendukung dan berkerja sama dengan Pertamina dalam hal sosialisasi program tersebut kepada warga untuk mengatasi antrean dan isu kelangkaan BBM subsidi jenis solar dan pertalite,” ucapnya.

Aceh masih dihirukpikukan dengan BBM yang kini membuat masyarakat semakin terjepit. Adanya surat edaran Pj Gubernur Aceh banyak yang menilai merupakan kebijakan yang justru makin membuat masyarakat bertambah sulit.

Walau sebelumnya DPRA sudah menggelar pertemuan dengan berbagai pihak, namun solusi yang pasti tentang kebutuhan rakyat untuk mendapatkan BBM bersubsidi ini belum ada kepastian. Antrian panjang di seantaro Aceh menjadi “sejarah kelam” akibat kebijakan.

Rakyat lelah, energinya terkuras dan aktifitasnya terbatas demi mendapatkan BBM. Sendi-sendi kehidupan mereka terpengaruh.

Kini, DPRA akan kembali menggelar pertemuan dengan berbagai pihak, namun kali ini menurut ketua DPRA, Pon Yahya, pihaknya akan turut mengundang Kapolda Aceh dan Pangdam Iskandar Muda.

Apa yang akan dihasilkan dalam pertemuan yang akan digelar? Rakyat menanti bagaimana cerdasnya wakil-wakil mereka yang duduk di parlemen dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Atau semuanya hanya sebagai retorika, menjadi polemic berkepanjangan.

Mampukah DPRA mendapatkan solusi dalam mengatasi hingar bingar persoalan BBM di Aceh, dimana antrian panjang setiap hari sudah melelahkan rakyat. Atau DPRA tidak punya “taring” dalam melindungi rakyatnya. Hanya pandai beragumen. Kita lihat saja sejarah apa yang akan hadir di bumi Serambi Mekkah ini ? **** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda