Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Mengapa Penghasilan Tetap Aparatur Kampung Dipangkas?

Mengapa Penghasilan Tetap Aparatur Kampung Dipangkas?

Senin, 24 Januari 2022 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM| Takengon- Bupati Aceh Tengah sudah mengurangi penghasilan tetap (Siltap) yang diterima aparatur kampung untuk setiap bulanya. Nilai yang dikurangi terbilang besar mencapai Rp 22,5 miliar lebih.

Sejak diterbitkan SK Bupati Aceh Tengah tentang Penghasilan Tetap (Siltap) perangkat kampung di negeri penghasil kopi terbaik dunia ini, aksi protes masih terus berlangsung. Perangkat kampung di sana tidak menerima “kebijakan” bupati.

Mereka meminta agar Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar meninjau kembali keputusanya. Keputusan Bupati Aceh Tengah, Nomor : 142/16/DPMK/2022, 10 Januari 2022, hingga berita ini diturunkan masih menjadi perbincangan hangat.

Sebelumnya diterbitkan SK tersebut, Pemda Aceh Tengah menyiapkan anggaran senilai Rp 80, 4 Miliar lebih dalam setahun untuk membayar SILTAP kepada 4.565 aparatur kampung. Nilai yang diterima aparatur kampung ini bervariasi, sesuai dengan jabatan yang diemban aparatur.

Namun setelah terbitnya SK Bupati Aceh Tengah, untuk penghasilan tetap aparatur di sana dalam setahun berkurang dibandingkan tahun sebelumnya, kini hanya Rp 57,892,224,780. Pengurangan ini menjadi ajang protes.

Perangkat desa di Kabupaten Aceh Tengah meminta pemerintah daerah setempat untuk meninjau kembali Surat Keputusannya. Hal itu disampaikan perwakilan Banta Kabupaten Aceh Tengah Arsani, saat media meminta keteranganya.

“Kami merasa kecewa. Kami seluruh perangkat desa sekabupaten Aceh Tengah meminta Pemkab melakukan peninjauan kembali terhadap surat keputusan ini. Pengurangan gaji akan berefek kepada efektivitas kerja,” ungkap Banta kampung Bukit Sama ini.

Menurut perwakilan Banta ini, pihaknya berpedoman kepada peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 11 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014, tentang pelaksaan Undang Undang nomor 6 tahun 2014, tentang desa pasal 81 ayat 2.

Dalam aturan itu disebutkan besaran tetap penghasilan kepala desa paling sedikit setara 120% gaji Pegawai Negeri Sipil golongan IIa. Sedangkan untuk Banta (sekretaris) setara 110% PNS golongan IIa, serta penghasilan tetap perangkat desa lainnya setara 100% PNS golongan II a.

“Jadi, keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor : 142/16/DPMK/2022, tangal 10 Januari 2022, tentang penetapan rincian besaran Siltap perangkat desa kurang tepat. Karena, tidak sesuai dengan peraturan. Oleh sebab itu kami meminta pemkab melakukan peninjauan kembali,” ungkapnya.

Besaran nilai yang dipangkas yang diterima aparatur kampung bervariasi. Untuk kepala desa (reje) nilainya setiap bulanya Rp 2.426.700, masih tetap tidak dilakukan pemangkasan. Sementara untuk Banta (sekretaris), dari Rp 2.224.500 setiap bulanya, kini hanya Rp 1.600.267.

Sementara Kaur dan Penggulu sebelumnya menerima penghasilan setiap bulanya mencapai 2.022.200, kini hanya Rp. 1.186.500, sementara Penggulu menerima 1.050.300 setiap bulanya.

Untuk Imem Kampung, Petue, dan RGM masih tetap seperti sebelumnya. Dimana Imem, petue dan ketua RGM mendapatkan Rp 1 juta setiap bulanya, sementara wakil ketua RGM Rp 700.000 dan sekretaris bersama anggota mendapatkan Rp 500 ribu setiap bulan.

Adanya pemangkasan Siltap ini diprotes oleh ketua APDESI Aceh Tengah, Misriadi yang akrab di sapa Adi Bale, dia mengungkapkan keberatanya. Seharusnya tidak terjadi pemotongan terhadap SILTAP aparatur kampung.

“Bila penghasilan aparatur kampung dibawah UMR bukan SILTAP lagi namanya, namun sudah tulah. Kami akan memperjuangkan hak-hak aparatur kampung agar mereka diberikan SILTAP yang layak, karena mereka melayani masyarakat,” sebut Adi Bale.

Adi Bale dalam keteranganya kepada Dialeksis.com yang turut didampingi Idrus Saputra (Ados) menjelaskan, seharusnya Bupati Aceh Tengah mempedomani dan mempertimbangkan surat rekomendasi yang sudah dikeluarkan DPRK Aceh Tengah.

Rekomendasi DPRK Aceh Tengah yang ditandatangani Arwin Mega, ketua dewan, diterbitkan setelah pihak aparatur kampung, setelah APDESI bertemu dengan wakil rakyat. APDESI meminta agar dewan membantu aparatur dalam persoalan Siltap.

Seharusnya Bupati Aceh Tengah, sebut Adi Bale yang juga merupakan Reje Kampung Bale, Takengon, menjadikan surat rekomendasi DPRK Aceh Tengah sebagai rujukan, agar tidak terjadi pemotongan Siltap.

Dalam rekomendasi DPRK nomor 170/02/DPRK itu selain disebutkan agar Bupati Aceh Tengah tidak melakukan pemotongan Siltap, juga disebutkan agar APDESI dilibatkan dalam penyusunan terhadap prioritas pemanfaatan dana desa. APDESI juga dilibatkan dalam tahapan penyusunan Rakan qanun dan peraturan bupati yang berkaitan dengan desa.

Terhadap kebijakan yang berdampak kepada pembangunan dan pemerintahan kampung, agar dinas terkait menyampaikan secara tertulis kepada reje kampung diseluruh Aceh Tengah. Demikian isi surat rekomendasi DPRK Aceh Tengah.

Selama ini, menurut Adi Bale, apapun kebijakan yang menyangkut tentang pemerintahan dan pembangunan kampung pihaknya tidak pernah dilibatkan, sehingga pihak aparatur kampung mengalami kendala dilapangan ketika melaksanakan tugasnya.

Menyingung tentang pemangkasan SILTAP yang sudah dilakukan Bupati Aceh Tengah melalui SK, Adi Bale dan pengurus APDESI akan berjuang memperjuangkan hak-hak aparatur kampung agar hak-hak mereka, yang disebut SILTAP tidak dilakukan pemotongan.

Karena menurut Adi Bale, bila SILTAP dibawah UMR bukan SILTAP lagi namanya, namun itu sudah menjadi tulah. Untuk itu mereka akan berjuang agar SILTAP aparatur kampung tetap diterima seperti sebelumnya.

Tanggapan Bupati Aceh Tengah

“Semuanya kita lakukan sesuai dengan kondisi keuangan daerah. Penguranganya juga tidak terlalu besar, nilai masih lebih tinggi bila dibandingkan kabupaten lainya di Aceh,” sebut Shabela Abubakar menjawab Dialeksis.com, via telpon.

Pemda Aceh Tengah melakukan pemotongan penghasilan aparatur kampung disesuaikan dengan keadaan keuangan daerah. Kita mengalami defisit setelah adanya refocusing dan pembiayan lainya, jelas Shabela.

Namun nilai 10 persen untuk dana perimbangan dana alokasi umum yang diterima Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK) nilai yang diterima aparatur kampung tetap 10 persen.

“Coba cek didaerah lainya di Aceh, aparatur kampung itu ada yang menerima Rp 600 ribu dalam sebulan, sementara di Aceh Tengah nilainya masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten lainya yang jauh lebih rendah,” sebut Shabela.

Bagaimana kita mengikuti aturan yang ditetap dalam persoalan Siltap ini, untuk lebih jelasnya minta keterangan dari kepala keuangan daerah. Penjelasanya lebih detil, dan ada dasar hukumnya, sebut bupati.

Rincian penerimaan Siltap aparatur kampung tahun 2022 totalnya Rp 57,892,224,780. Tahun sebelum nya Rp 80, 4milira lebih. Ada pengurangan Rp 22,5 miliar lebih.

Menurut Latif Rusdi, kepala Pemerintahan Kampung Aceh Tengah; untuk 295 kepala kampung (reje) dibayarkan setiap bulanya tetap seperti biasa, Rp 2,426,700. Total keseluruhan untuk kepala kampung nilainya dalam setahun Rp 8,590,518,000.

Untuk Banta (Sekdes) juga jumlah personilnya sama dengan reje, tahun lalu nilai SILTAP yang diterimanya RP 2,224,500 sebulan total nilainya Rp 7,874,730,000 . Kini dengan adanya SK bupati, nilai yang mereka terima hanya tinggal Rp 1,600,267 setiap bulanya atau total Rp 5,664,945,180 dalam setahun.

Untuk Kaur ada 885 orang, sebelumnya mereka menerima Rp 2,022,200 perbulan, dengan total nilai dalam setahun mencapai Rp 21,475,764,000. Kini para Kaur hanya menerima Rp 1,186,500 sebulan dengan jumlah keseluruhanya Rp 12,600,630,000.

Untuk Kadus (penggulu) jumlahnya terbilang tinggi dari seluruh aparatur yang ada, mencapai 981 orang. Sebelum dikeluarkan SK bupati yang baru, para Kadus ini menerima Rp 2,022,200 setiap bulanya (Rp 23,805,338,400 dalam setahun).

Kini dengan terbitnya SK bupati nilai yang mereka terima Rp 1,050,300 atau senilai Rp 12,364,131,600 dalam setahun untuk 981 Kadus.

Sementara ketua RGM yang jumlahnya 295 orang tetap menerima tulah Rp 1 juta setiap bulanya. Nilai yang dikeluarkan pemerintah RP 3,540,000,000, sama dengan imem, petue kampung. Untuk wakil ketua RGM Rp 700 ribu perbulan atau senilai Rp 2,478,000,000.

Untuk anggota RGM yang jumlahnya terbilang banyak mencapai 929 orang, setiap bulanya menerima Rp 500 ribu, yang nilainya dalam setahun mencapai Rp 5,574,000,000.

Apa dasar pengurangan? Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Aceh Tengah, Zulkarnain, menjawab Dialeksis.com, menjelaskan dasar terjadinya pengurangan nilai Siltap yang diterima aparatur kampung. Semuanya dilakukan karena keuangan daerah memang demikian adanya.

Rasionalisasi Alokasi Dana Kampung (ADK) pada APBK Aceh Tengah T.A 2022, dasarnya, menurut Zulkarnain dasanya adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Dan Surat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Nomor : S170/PK/2021 Tanggal 01 Oktober 2021 Perihal Penyampaian Rincian Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2022.

Dijelaskan Zulkarnain, mempedomani Pasal 72 Ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang menyebutkan bahwa alokasi dana Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Berdasarkan peraturan tersebut, untuk dana perimbangan dana alokasi umum yang diterima Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah pada APBK T.A. 2022; dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar Rp.13.257.123.000,00.

Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp. 565.665.428.000,00. Total dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK) yaitu Jumlah ADK Minimal (10%): Rp578.922.551.000 X10% = Rp57.892.255.100.

Dijelaskan Zulkarnain yang didampingi stafnya Fadlan kepada Dialeksis.com, selanjutnya mempedomani pasal 81 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain dana desa.

Dalam penjelasanya Zulkarnain menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dalam menganggarkan Alokasi Dana Kampung (ADK) pada APBK T.A. 2022 telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Mengenai kekurangan alokasi penghasilan tetap minimal kepala Desa yang diterima dari dana transfer APBK Kabupaten Aceh Tengah T.A 2022 maka kampung mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019.

Dijelaskan Zulkarnain, jumlah transfer yang diterima kampung dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah Tahun Anggaran 2022 yaitu :

Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rp. 2.206.190.000 (Sumber Dana APBK Kab. Aceh Tengah T.A 2022). Bagi Hasil Pajak Daerah Rp. 1.430.449.979, sumbernya juga sama. Bagi Hasil Retribusi Daerah Rp. 775.740.021, juga bersumber dari dana APBK Aceh Tengah 2022.

Alokasi Dana Kampung (ADK) senilai Rp. 57.892.225.100, juga bersumber dana APBK Aceh Tengah 2022. Dana Desa (APBN) Rp. 209.831.057.000, bersumber dari dana APBN 2022, total mencapai Rp Rp. 273.749.896.328.

Menjawab Dialeksis.com, Zulkarnain yang didampingi stafnya Fadlan menyebutkan gambaran umum APBK Aceh Tengah Tahun Anggaran 2022. Pendapatan Daerah sebesar Rp. 1.274.737.473.362,- sementara belanja daerah sebesar Rp. 1.332.858.892.978,- artinya ada surplus/defisit Rp. 58.121.419.616.

Alokasi belanja sebesar Rp. 1.332.858.892.978, menurut Zulkarnain dipergunakan untuk; Belanja operasi sebesar Rp. 899.075.092.257,- (67,45%) dari total belanja daerah yang penggunaan untuk peruntukan, belanja pegawai sebesar Rp. 531.556.083.261,- (59,12%) , untuk pembayaran gaji PNSD termasuk gaji guru SD, PPPK, KDH/WKDH, anggota DPRK, tenaga non PNS/kontrak .

Selanjutnya, sebut Zulkarnain untuk belanja barang dan jasa sebesar Rp. 279.574.191.934,- (31,10%), dialokasikan antara lain untuk kebutuhan belanja operasional/ rutin kantor, program dan kegiatan non fisik pada OPD.

Ada juga belanja hibah sebesar Rp. 53.241.457.734,- (5,92%). Penggunaanya untuk program dan kegiatan pada OPD yang bersifat hibah barang/uang yang akan diserahkan pada pihak ketiga/masyarakat/kelompok organisasi baik pada bidang Infrastruktur maupun pengadaan barang pada beberapa OPD.

Selain itu, jelasnya, belanja bantuan sosial sebesar Rp. 34.659.859.328,- (3,86%), dialokasikan untuk bantuan sosial kepada masyarakat/individu, bantuan sosial yang direncanakan kepada kelompok/masyarakat, bantuan sosial kepada non lembaga pemerintahan (bidang pendidikan, keagamaan dan bidang lainnya.

Sementara untuk belanja modal sebesar Rp. 156.033.904.393,- (11,71%) dialokasikan untuk Bidang pembangunan/infrastruktur baik pada bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan dan Permukiman, Pertanian/perkebunan dan bidang lainnya.

Untuk belanja tidak terduga sebesar Rp. 4.000.000.000,- (0,30%) yang dialokasikan untuk penanganan bencana alam/non alam dan pengeluaran darurat yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Ada juga belanja transfer daerah sebesar Rp. 273.749.896.328,- (20,54%) dari total belanja dialokasikan untuk kebutuhan anggaran Alokasi Dana Kampung dan Alokasi Dana Desa.

Dijelaskan Zulkarnain, adanya pembiayan daerah sebesar Rp. 58.121.419.616,- sumbernya dari sisa lebih perhitungan tahun sebelumnya Rp. 59.121.419.616. Nilai ini digunakan untuk penyertaan modal daerah sebesar Rp.1.000.000.000,- maka pembiayaan netto sebesar Rp.58.121.419.616.

Inilah gambaran keadaan keuangan Aceh Tengah tahun 2022. Adanya pengurangan nilai Siltap aparatur kampung dari Rp 80,4 miliyar pada tahun sebelumnya, kini Rp. 57.892.225.100, karena memang keadaan uang daerah seperti itu adanya.

Namun besaran 10 persen untuk ADK tetap terpenuhi, nilai yang diperoleh kampung saat ini sesuai dengan pembagian keuangan Aceh Tengah. Nilainya memang kurang dari tahun sebelumnya, namun persentasenya tetap 10 persen, jelasnya.

Soal pemangkasan Siltap aparatur Kampung di Aceh Tengah, sejak dikeluarkan SK oleh Bupati Aceh Tengah, sampai dengan saat ini masih menjadi pembahasan. Aparatur kampung di sana tetap meminta bupati meninjau ulang keputusanya. Bagaimana kisah selanjutnya? *** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda