kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Menelisik Siapa Wagub Pendamping Nova Iriansyah

Menelisik Siapa Wagub Pendamping Nova Iriansyah

Sabtu, 14 November 2020 19:10 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Catatan sejarah Aceh ada dua wakil Gubernur yang dinobatkan menjadi Gubernur defenitif. Naiknya wakil gubernur menjadi gubernur, karena gubernurnya tersandung kasus korupsi. Azwar Abubakar menjadi gubernur, setelah Abdullah Puteh terjerat persoalan Helikopter. Kini giliran Nova Iriansyah menjadi gubernur, karena Irwandi Yusuf juga bersoalan dengan hukum Tipikor.

Kini paska Nova Iriansyah dilantik menjadi Gubernur Aceh defenitif pada tanggal 5 November 2020, pembahasan tentang siapa wakil gubernur yang akan bersanding dengan Nova Iriansyah hangat dibahas. Apakah Nova yang sudah dinobatkan sebagai gubernur, akan memiliki pendamping, atau dia akan sendiri memimpin negeri ujung barat Sumatera ini hingga 2022?

Pertanyaan itu sampai kini masih menjadi teta teki, belum ada langkah pasti untuk memutuskan apakah Nova akan memiliki pendamping? Bila tidak ada kepastian, persoalan waktu akan menggiring Nova memimpin Aceh tanpa ada wakil hingga akhir masa jabatannya.

Di kalangan partai pengusung pasangan Irwandi –Nova, kini juga telah memunculkan sejumlah nama, hasil usulan interen partai. Rata-rata setiap partai pengusung punya jago masing-masing yang layak disandingkan dengan Nova.

Pasangan Irwandi Yusuf dan Nova diusung oleh lima partai pada Pilkada lalu. Partai Nanggroe Aceh (PNA), Partai Demokrat (PD), Partai Damai Aceh yang kini sudah berubah nama jadi Partai Daerah Aceh (PDA), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.

Hanya dari kalangan Demokrat yang tidak memunculkan nama sang calon wakil gubernur, karena Nova adalah pengendali partai bintang berwarna biru ini. Selain itu, setiap partai sudah mengibarkan nama yang mereka jagokan.

PNA misalnya memunculkan sejumlah nama. Dari PDA ada nama Abi Muhid, PKB muncul nama Ruslan M Daud, dari PDIP secara interen mengusulkan Muslahuddin Daud. Bagaimana hiruk pikuknya pembahasan soal calon wagub, sementara waktu terus bergulir, mungkinkan Nova memiliki pendamping?

Dialeksis.com secara eksklusif merangkumnya berbagai kemungkinan dalam pertarungan politik ini.

Kandidat

Partai Nanggroe Aceh (PNA) sebagai partai pengusung pasangan Irwandi Yusuf- Nova Iriansyah, ternyata muncul sejumlah nama yang bakal mengisi jabatan wakil gubernur mendampingi Nova.

Nama yang muncul sebagai nama cawagub di internal partai orange ini, Irwansyah alias Muksalmina, Samsul Bahri alias Tiyong, Darwati A Gani, Abrar Muda dan Muhammad MTA.

Menyikapi perkembangan partai, PNA akan menggelar konvensi untuk menjaring Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Aceh sisa masa jabatan 2017-2022. Menurut Sekjen PNA, Miswar Fuady, kepada media menjelaskan, pihaknya akan menjaring tokoh-tokoh yang benar memiliki kapasitas, baik di dalam PNA sendiri maupun di luar PNA.

Selain itu, pihaknya akan membentuk tim untuk uji kelayakan para bakal cawagub. Tim ini terdiri atas kalangan internal dan eksternal PNA. Tim ini akan menguji kapasitas dan integritas bakal calon.

Bakal cawagub hasil fit and proper test itulah nantinya dibawa ke konvensi. Menurut Miswar, hasil konvensi akan dikomunikasikan dengan partai pengusung lainnya.

"Saya pribadi berharap, untuk memaksimalkan waktu sisa dua bulan ini dapat menghasilkan nama cawagub yang disepakati oleh seluruh partai pengusung," jelas Miswar.

Terpenting menurutnya, Cawagub yang diusulkan oleh partai pengusung mendapat dukungan dari gubernur. Supaya proses pemilihan wagub berjalan sesuai dengan sisa waktu yang sangat singkat ini," sebutnya.

Partai pengusung lainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aceh juga mengusulkan kader partainya secara interen. Menurut Muslahuddin Daud, ketua PDIP menjawab Dialeksis,com mengatakan, PDIP sudah mengadakan rapat khusus membahas tentang persoalan wagub.

Muslahuddin menyebutkan, dalam rapat khusus sudah diputuskan, dirinya diunggulkan partai untuk menjadi kandidat wakil gubernur.

Namun, sebut Muslahuddin, pihaknya juga harus membaca realitas perpolitikan dengan plus minusnya. Ketua PDIP Aceh ini mengakui ada juga pihak lain yang sudah menjalin komunikasi dengan pihaknya dalam pengusulan nama dari PDIP untuk dijagokan seperti Mahmud Sulaiman, mantan ketua DPRA. Tengku Muharuddin Ketua Majelis Tinggi (MTP) atau dikenal dengan sapaan Tgk Muksalmina dan Tengku Irwansyah atau tengku Mek.

Demikian dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga punya kandidat. Partai ini mengusulkan H Ruslan M Daud sebagai calon Wakil Gubernur Aceh. Anggota Komisi V DPR RI, H Ruslan M Daud mengatakan, untuk ditingkat tataran partai memang telah ada pembahasan.

Meskipun demikian dirinya harus bermusyawarah terlebih dahulu dengan Tgk. H. Muhammad Amin atau Abu Tumin dan Teungku Haji Hasanoel Bashry atau Abu Mudi.

“Apa yang saya dapatkan saat ini, maka tidak terlepas dari dukungan dan bantu Abu, maka terkait dengan persoalan tersebut, saya harus bermusyawarah dulu dengan Abu. Apabila Abu mengizinkan maka saya siap,” ujar Ruslan kepada dialeksis.com (11/11/2020).

Lain lagi yang dikatakan Abi Muhib, ketua Partai Daerah Aceh ini menyebutkan, bagi dirinya tidak ada persoalan kalau ada wakil gubernur alhamdulilah, tidak ada juga tidak menjadi masalah.

“Partai memang meminta saya untuk maju, namun kita jangan memaksa Allah. Kalau itu baik untuk saya, baik untuk ummat maka saya akan menjalankan amanah itu. Namun kalau enggak baik buat apa dipaksa,” sebut Ketua DPP Partai Daerah Aceh (PDA), Tgk. Muhibbussabri A Wahab.

Menurutnya menjawab Dialeksis.com, umurnya sudah 52 tahun. Kalau ikut umur Rasul hanya 11 tahun lagi tersisa. Lantas buat apa dipaksa, kalau nantinya sisa umur kita tidak benar, ahirnya bergumul dengan persoalan yang tidak baik.

“Tapi kalau secara partai secara regulasi meminta saya, kenapa tidak. Kalau saya ambisius tidak, kalau orang bertanya ambisi, orang politik itu harus punya ambisi, kalau tidak ada ambisi bukan orang politik, tetapi jangan ambisius,” jelasnya.

Persoalan Waktu

Soal waktu untuk mendudukan wakil Gubernur Aceh, Pengamat Politik dan keamanan, Aryos Nivada mengatakan, Parpol pengusung tidak punya waktu yang banyak untuk persoalan wakil gubernur.

Aryos kepada Dialeksis.com menyebutkan, paska dilantiknya Nova Iriansyah, seharusnya Parpol pengusung Irwandi - Nova sudah mengusulkan nama calon wakil gubernur, agar dapat diproses sesuai ketentuan.

Menurut Aryos, sesuai dengan amanat UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Pasal 54 ayat (3). Dalam pasal ini disebutkan, apabila terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur/yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, gubernur mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil gubernur / untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRA.

Usulan itu berdasarkan usulan partai politik atau gabungan partai politik, atau partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal, atau gabungan partai politik dengan partai politik lokal yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan gubernur. Ketentuan serupa juga diatur dalam Pasal 174 ayat (2) UU pilkada, jelasnya.

Menurut Aryos, dalam pasal 174 ayat (4) UU Pilkada juga disebutkan, apabila gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dicalonkan dari fraksi atau gabungan fraksi-fraksi atau gabungan fraksi yang mengusung gubernur yang berhenti atau yang diberhentikan mengusulkan 2 (dua) orang calon gubernur kepada DPRD Provinsi untuk dipilih.

Saat ini, sebut Aryos, Parpol pengusung tidak memiliki banyak waktu lagi, sebab lewat dari Desember 2020, Parpol pengusung tidak dapat lagi mengajukan calon wagub.

“Apabila dilihat sisa waktu dari Desember 2020 hingga juni 2022 itu pas 18 bulan. Lewat dari Desember 2020, parpol tidak dapat mengusung wagub lagi. Sebab, sudah melewati ketentuan peraturan perundangan. Artinya Nova tidak ada wakil hingga berakhirnya masa jabatan,”ujar Aryos yang juga Dosen Fisip Unsyiah ini.

Menurut Aryos, parpol pengusung harus bermufakat bersama dalam hal pengusungan calon. Jangan sampai saluran komunikasi terhambat, karena akan mempengaruhi proses pengusulan calon kedepan.

“Akan terjadi tarik menarik kepentingan. Dinamika pengusulan calon oleh partai pengusung akan sangat terasa sekali. Terlebih tidak ada yang gratis dalam dunia politik,” jelasnya.

Tentunya, kata Aryos, ada pertimbangan kebutuhan kepentingan sosok personal orang tentang kenyamanan dari Gubernur Nova sendiri. Disisi lain bila ini terus bergulir, menarik untuk melirik siapa kelak calon wagub yang mengambil sikap untuk maju dalam situasi seperti saat ini.

Karena pasti proses pengusulan wagub ini relatif mengeluarkan cost politik yang tentunya tidak sedikit. Terlebih dalam situasi pandemi seperti saat ini, tentu setiap orang akan mengkalkulasi cost politik yang dikeluarkan,” ujarnya yang juga pendiri Jaringan Survei Inisiatif ini.

“Komunikasi yang kurang baik antar partai pengusung dapat menjadi hambatan dalam proses pengusulan wagub Aceh kedepan. Kunci disini adalah pada bangunan komunikasi dan penyelarasan kepentingan antara parpol pengusung dan Nova Iriansyah selalu gubernur sendiri. Disini juga akan ada pertimbangan kenyamanan Pak Nova dalam menentukan wakilnya,” jelas Aryos.

Soal waktu juga disebutkan Miswar Fuady, sekretaris PNA. Dia berharap waktu yang tersisa bisa dimaksimalkan. "Saya pribadi berharap, untuk memaksimalkan waktu sisa dua bulan ini dapat menghasilkan nama cawagub yang disepakati oleh seluruh partai pengusung," jelas Miswar.

Muslahuddin ketua PDIP Aceh, kepada Dialeksis.com mengakui, walau adanya bargaining-bargaining untuk mengusulkan siapa yang akan mengisi kursi Wagub, kalau dilihat dari segi waktu sebenarnya masih cukup. Namun terpulang pada keseriusan partai pengusung, jelasnya.

“Kalau mekanisme dengan KIP tidak ada persoalan hanya mengambil form saja. Kemudian KIP ajukan ke gubernur, gubernur diteruskan ke DPRA untuk dilakukan pemilihan,” jelasnya.

Namun yang krusial sebenarnya dari consensus partai pengusung yang sudah mendudukan pasangan Irwandi- Nova sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.

“Sebenarnya tidak lama. Namun yang krusialnya dipartai pengusung. Diskusi diskusi informal sebenarnya sudah terjadi, Namun kita berharap dalam waktu dekat akan diskusi partai pengusung yang kemudian mengerucut pada nama yang akan diusulkan untuk menjadi wagub,” sebut Muslahudin.

Soal waktu bagi Tgk. Muhibbussabri A Wahab, ketua DPP PDA tidak menjadi beban. “Soal waktu saya tidak optimis banget dan juga tidak pesimis,” sebutnya sambil berkelakar.

“Tanggal 30 harus selesai anggaran. Artinya pihak DPRA punya tugas khusus untuk menyelesaikan anggaran sesuai amanah. Semua akan sibuk, jadi tidak bisa dipaksakan. Demikian dengan anggota DPRA dari partai pengusung, semuanya sibuk dimana tanggal 30 November harus ketuk palu,” jelasnya.

Untuk komunikasi lintas partai, menurut Abi Muhib biasa- biasa aja. Dia mengakui sering ngopi. Namun dia ngopi bukan hanya dengan partai pengusung, namun dengan semua partai politik juga sering ngopi bareng.

Namun Abi Muhib dengan tegas menantang dan menolak adanya permainan logistik. Makanya dia tidak ada beban bila pertemuan dilangsungkan di Aceh tidak harus diluar daerah. Karena ini menyangkut persoalan publik, kalau ada yang mengetahuinya justru baik.

“Kami berdoa dan berharap tidak ada permaiann logistik didalamnya, karena itu haram. Lebih baik tidak ada wakil gubernur kalau ada beli membeli. Kecuali ada fatwa yang mengatakan boleh, kita tidak mau masak partai agama main beli membeli,” sebut ketua PDA.

“Saya dan beberapa pengurus pimpinan partai pengusung di jajaran porvinsi kita berdoa jangan ada cost cost politik untuk ini. Dalam artian money politik, beda dengan money ngopi. Kalau manoey ngopi, ini money public itu dan harus kita keluarkan terus, “sebutnya berkelakar.

Jadi menurut Abi Muhib tidak usah harus duduk bareng di Jakarka, di Aceh kenapa? Kalau ada yang menyebutkan di Aceh ketahuan, kalau ketahuan mengapa memangnya, sebutnya sambil senantiasa melepaskan canda.

“Kalau saya diajak duduk dimanapun tidak masalah, kecuali ada pertanyaan kamu bisa bayar berapa, lantas kamu berani berapa. Jadi tidak ada hal yang tabu dalam persoalan ini, dimanapun duduk tidak ada masalah,” sebutnya.

Abi Muhib mengakui, dia sudah jauh jauh hari mengingatkan agar persoalan ini sudah dibahas. Namun kini semuanya dimulai dari nol, Abi Muhib mengkhawatirkan diskusi ini nantinya akan dikejar kejar waktu.

Harapan

Ada harapan publik dalam hingar bingarnya soal wakil Gubernur Aceh ini. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry, Dr Ernita Dewi , mengungkap isi hatinya ketika menjawab Dialeksis.com.

Menurutnya sosok wakil gubernur yang ditampilkan hendaknya mampu menyatukan dan diterima oleh legislatif agar pemerintahan berjalan dengan baik di sisa periode.

"Masalahnya di Aceh sekarang adalah ketidakharmonisan antara eksekutif yakni pemerintah Aceh dan legislatif yakni DPRA. Kalau sosok yang dipilih sebagai wakil gubernur tidak diterima oleh legislatif, kita khawatir ketidakharmonisan terus berlanjut," sebut Dr Ernita.

"Kita akan debat kusir selalu. DPRA tidak mau tanda tangan, berdebat dengan eksekutif. Begitu terus. Sementara masyarakat butuhnya segera ada realisasi dari sebuah pemerintahan. Memberi dampak baik bagi masyarakat," jelasnya.

Dekan FISIP UIN Ar-Raniry menuturkan, untuk membangun sebuah daerah, maka yang paling penting adalah kesatuan visi-misi antara legislatif sebagai pengawas dan penentu anggaran dengan eksekutif sebagai pelaksana.

Makanya, sebutnya, Wakil Gubernur Aceh yang dipilih itu harus benar-benar dari partai politik, yang kira-kira mewakili anggota-anggota parlemen yang ada di DPRA. Harus ada kekuatan itu dulu. Calon wakil yang dipilih itu harus betul-betul disetujui, disepakati dan didukung oleh minimal 51 persen anggota parlemen," sebut Dr Ernita.

Selain itu tambahnya, calon yang dipilih ini harus betul-betul bisa diterima dan bisa mendinginkan DPRA. Kemudian calon ini harus memiliki kompetensi, kredibilitas, integritas, punya keberpihakan kepada rakyat, bukan hanya didukung partai dan parlemen saja," jelasnya.

Menurut Dr Ernita, disisa masa jabatan Nova Iriansyah dan wakilnya nanti, agenda besar yang harus dilaksanakan adalah mengembalikan kepercayaan publik. Sebab masyarakat Aceh terlebih saat pandemi ini cenderung merasa skeptis dan pesimis dengan pemerintahan Aceh.

"Saya pikir itu dulu. Bagaimana caranya, harus betul-betul bekerja keras menunjukkan keberpihakan beliau terhadap masyarakat Aceh, baik itu melalui peningkatan ekonomi dan juga menekan sejumlah angka pengangguran di Aceh," jelas Dr Ernita.

Disisa masa jabatan, Nova Iriansyah harus bisa menggerakkan ekonomi rakyat, sehingga ada indikator perkembangan tercapainya kemakmuran bagi masyarakat Aceh. Dulu mungkin masih Plt, belum punya power. Sekarang sudah berbeda, sebut Ernita.

Hingar bingar soal siapa yang akan dicalonkan menjadi wakil Nova, sampai saat ini masih terus mengelinding. Partai pengusung belum menentukan sikap dan belum memastikanya. Sementara waktu terus bergulir.

Masing masing partai pengusung sudah mengelus elus jagonya siapa yang akan bakal mendampingi Nova. Apa yang akan dihasilkan oleh partai pengusung pasangan Irwandi –Nova, siapa yang akan diusulkan hingga menjadi sidang resmi di DPRA? Kita ikuti saja bagaimana sejarah yang mereka buat untuk negeri ini. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda