Beranda / Liputan Khusus / Indepth / “Manuver" Bustami Melawan Badai Buatan Sendiri

“Manuver" Bustami Melawan Badai Buatan Sendiri

Selasa, 01 Oktober 2024 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Ilustrasi manuver politik. Foto: net


DIALEKSIS.COM | Aceh - Bustami Hamzah atau yang saat ini disapa Om Bus, bukan orang baru dalam tubuh Pemerintah Aceh. Boleh dibilang, sejak 20 tahun terakhir ini, terhitung 2004 Bustami merupakan pemain inti dalam tata kelola Pemerintahan Aceh, terutama masalah anggaran. 

Catatan Dialeksis.com, saat dana otonomi khusus Aceh dan dana bagi hasil Migas berlaku di Aceh Tahun 2008, Bustami saat itu merupakan Sekretaris Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA), selama lima tahun sampai 2013. 

Saat itu, Kepala Dinas DPKKA Paradis sempat memiliki kasus korupsi penyimpangan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Aceh tahun 2011 dengan potensi korupsi Rp 22,3 miliar. Bustami selamat. Paradis, Hidayat dan Mukhtar ditahan pada Desember 2016. 

Setelah itu, Bustami diamanahkan oleh Gubernur dr Zaini Abdullah menjadi Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh selama 2 tahun lebih kurang (2013–2015). Kemudian menjadi Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Ekonomi dan Keuangan (2015–2016). 

Akhirnya, Bustami di-nonjob-kan oleh Abu Doto, karena dianggap tidak patuh dan setia terhadap arahan pimpinan. 

Saat Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah memimpin Aceh pada periode kedua, Bustami kembali dilantik menjadi Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (2019–2021). Saat itu, Nova Iriansyah menjadi Plt Gubernur Aceh melanjutkan Irwandi Yusuf yang tersandung korupsi. Bustami dilantik oleh Sekda Darmawan yang akan berakhir masa tugasnya sebagai Sekda Aceh. 

Kembalinya Bustami menjadi tokoh kunci di Pemerintah Aceh tidak lepas dari “jasanya” mempertemukan Irwandi Yusuf dengan Muzakir Manaf di rumahnya pada Rabu pagi, 22 Februari 2017. Pada pertemuan itu ikut hadir Sofyan Daod dan Kautsar. 

Namun, kemesraan itu tidak berlangsung lama. Kasus apendix merupakan titik noda hitam yang membuat hubungan Bustami Hamzah Cs dengan Nova Iriansyah berantakan. Nova Iriansyah murka. 

Pemicunya kejadian di awal tahun anggaran 2021. Alkisah, pada saat rapat pimpinan (Rapim) di P2K kantor Gubernur Aceh. Salah seorang Kepala SKPA dengan polos bertanya kepada Gubernur Nova Iriansyah, banyak orang berbeda yang datang kepadanya (kekantornya) mengaku-ngaku bahwa paket pekerjaan itu merupakan miliknya. 

Dan itu disebut atas arahan dari beberapa anggota dewan terhormat yang dikenal dekat dengan Nova. Saat bertanya kepada Sekda Taqwallah, Kepala SKPA itu tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, sehingga dengan polosnya dia bertanya kepada Gubernur langsung. 

Atas dasar itu, Nova Iriansyah lalu meminta Sekda Taqwa untuk kembali menyisir anggaran yang diberi kode Apendiks tersebut. Dan hasilnya sungguh mencengangkan, angkanya sangat fantastis. Bisa jadi di luar “kesepakatan” atau yang diperintahkan. 

Alhasil, semua anggaran yang berkode AP tersebut pada tahun 2021 tidak boleh dicairkan alias dibekukan.

Menariknya, sejumlah kerabat Bustami Cs baik yang berasal dari Anggota Dewan maupun pihak lainnya marah besar kepada Kepala SKPA tersebut. Gara-gara pertanyaan dia, anggaran batal cair. Padahal saat itu sedang ditahap pencairan.

Menurut sejumlah informasi, semua itu berawal dari rencana untuk pendanaan pada Pilkada serentak 2024. Menurut sumber yang dapat dipercaya, saat itu Nova Iriansyah meminta kepada Bustami Hamzah agar menyediakan dana Rp 500 miliar untuk kebutuhan cost politik mengikuti Pilkada 2024. 

Dana itu disebut-sebut untuk mendukung pencalonan Nova di Pilkada Gubernur, pencalonan Kautsar di Pilkada Banda Aceh dan pencalonan Ikhsanuddin di Pilkada Pidie Jaya. Terakhir, untuk mendukung cost politik pencalonan Hendra Budian di Pilkada Bener Meriah. Saudara Bustami sendiri nanti akan berada pada posisi sebagai Sekda Aceh.

Akibat terbongkarnya dana siluman Apendiks tersebut, segala rencana yang akan dijalankan buyar. Puncaknya Bustami mengundurkan diri dari Kepala BPKA, Juni 2021. Lagi-lagi Bustami selamat. 

Saat Nova Iriansyah lengser pada pertengahan 2022, Bustami kembali bergerilya. Kali ini targetnya bukan lagi sebagai Kepala Dinas, namun menjadi Sekda Aceh menggantikan Taqwallah.

Pj Gubernur Aceh yang baru Mayjen Achmad Marzuki yang pada awal menjabat sangat mendengar masukan serta saran dari DPR Aceh menjadi Bumerang bagi dirinya sendiri. 

Angin segar yang diberikan oleh Ahmad Marzuki kepada DPR Aceh menjadikan DPR semakin menjadi-jadi. Anggota DPR Aceh menyaratkan jika ingin pembahasan anggaran berlangsung mulus, maka Sekda Aceh Taqwallah harus diganti. 

Celah itu kemudian dimanfaatkan Bustami dengan sangat lihai. Melalui saran dari DPR Aceh, Achmad Marzuki mengusulkan nama tunggal Bustami menjadi Sekda kepada Presiden. Dan pergantian itu berjalan dengan mulus bahkan tanpa hambatan. 

Taqwallah yang sedang dalam penugasan untuk mengatasi stunding melalui program GISA, harus segera kembali karena esoknya posisinya sebagai Sekda digantikan oleh Bustami Hamzah. Peran kembalinya Bustami ke tampuk tertinggi birokrasi Aceh itu disebut tidak lepas dari dukungan Mualem. 

Seiring berjalannya waktu, Sekda Bustami kembali menciptakan badai yang akan dia arungi sendiri bersama para Cs nya. Bustami berhasrat ingin menjadi Pj Gubernur Aceh menggantikan Achmad Marzuki. 

Dengan lobi Bustami, seluruh Fraksi di DPR Aceh mendukung Bustami. Nama yang direkomendasikan oleh DPRA pun tunggal. Hasilnya gagal. Jakarta lebih memilih Achmad Marzuki melanjutkan kekuasaan di Aceh. 

Hubungan Bustami dengan Achmad Marzuki pun merenggang. Sempat merebak kabar adanya pertemuan keduanya. Bustami ditanya soal hasratnya menjadi Pj Gubernur Aceh. Namun, dirinya mengaku sama sekali tidak berminat apalagi sampai mengupayakannya.

Perpanjangan kembali Achmad Marzuki juga diikuti kabar tak enak. Achmad Marzuki disebut sengaja kembali dipersiapkan Jakarta untuk “memecah” hegemoni partai politik lokal di Aceh menuju Pemilu dan Pilkada Aceh 2024.

Pernyataan Bustami yang murka ke Achmad Marzuki dilansir berbagai media. Bustami menyebutkan Pj Gubernur Achmad Marzuki menjual Aceh dengan mengeluarkan IUP.

Bukan Bustami jika cepat patah semangat. Dalam diam, Bustami kembali bergerilya di Jakarta. Setelah Pilpres peta politik berubah. Dia menjumpai sejumlah petinggi partai. Lengkap dengan data "kesalahan" Achmad Marzuki di Aceh selama Pilpres berlangsung. Dan dia pun dengan bantuan penuh Muzakkir Manaf melalui DPRA, berhasil dilantik menjadi Pj Gubernur Aceh. 

Muzakir Manaf yang saat itu akan berangkat umrah pun menunda keberangkatannya untuk menghadiri Pelantikan Bustami di Kemendagri, Jakarta. 

Dalam amanatnya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan agar Bustami dapat menyukseskan agenda Nasional di Aceh yaitu PON, PSN dan Pilkada. Dia pun menyanggupinya, hal ini terlihat saat baru-baru pertama kali dia menjabat. 

Soal izin IUP yang disebut Bustami, Pj Gubernur Ahmah Marzuki “menjual” Aceh dengan harga murah, hasil Pansus DPRA yang dilaporkan di akhir September 2024 justru memunculkan angka yang mencengangkan.

Sebelumnya sebuah video seorang wanita menyebutkan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki telah menerbitkan 15 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh.

Berita ini dibantah oleh Jubir Pemerintah Aceh. MTA menyampaikan, 15 IUP yang dimaksud tersebut merupakan punya lama yang diberikan oleh Pemerintah Aceh, saat ini sedang dilakukan evaluasi menyeluruh oleh tim evaluasi IUP Pemerintah Aceh. 

Hasil temuan terkini Pansus DPRA ternyata Achmad Marzuki hanya menerbitkan 12 IUP. Justru dalam lima bulan Bustami menjabat sebagai Pj Gubernur Aceh dugaan praktik pat gulipat penerbitan 9 (sembilan) Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

Salah satunya ada IUP untuk PT MIFA Bersaudara milik Surya Paloh yang memimpin partai pengusung Bustami Hamzah sebagai calon gubernur Aceh. Direktur PT MIFA sendiri sendiri adalah Ketua DPW NasDem Aceh, yaitu Irsan Sosiawan. 

Hasil kerja keras Pansus di lapangan cukup mengejutkan, IUP PT MIFA jatuh tempo pada Agustus tahun 2025. Namun, tanggal 5 Agustus 2024 izin produksinya langsung diperpanjang hingga 25 Agustus 2035. 

Tiga hari kemudian, tanggal 8 , Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai NasDem Willy Aditya mengatakan bahwa partainya memutuskan mengusung Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Bustami Hamzah pada Pilkada Aceh 2024.

Dalam perjalanan, konsentrasi Bustami menjadi pecah. Melalui kerabat dekatnya, Bustami mulai kencang menghembuskan isu bahwa dia akan menjadi Calon Gubernur untuk melawan Mualem. Amanat dari Mendagri pun dianggap angin lalu. Bustami berhasrat tinggi untuk menjadi Cagub Aceh. 

Dan hasrat itu dia tuntaskan dengan meninggalkan tanggung jawabnya seperti penyelenggaraan PON dan menyukseskan Pilkada serentak. Puncaknya hubungan Bustami dengan sejumlah anggota DPRA menjadi naik turun. Bustami dianggap mengkhianati Mualem. 

Baru-baru ini mencuat pemberitaan sejumlah media, Bustami Cs menjadi pengatur sejumlah proyek di Dinas Pendidikan Aceh. Kasus westafel yang mencuat dengan anggaran Rp 43 Milyar lebih. Menurut BPKP total kerugian negara mencapai Rp 7 Milyar.

Kepala Dinas saat itu Rachmad Fitri, PPTK dan Pejabat Pengadaan digelandang ke penjara. Namun pihak menyebutkan, Bustami Cs bernasip baik dia selamat dari garukan Wastafel. 

Kini, apakah manuvernya menjadi Gubernur Aceh akan berjalan mulus atau menjadi pertaruhan terakhirnya? Kita ikuti saja selama 2 bulan ke depan, apakah ia akan sukses melawan badai yang dia ciptakan sendiri. Selamat atau tamat. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda