Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Cannabis Aceh Bermanfaat Bagi Dunia Medis

Cannabis Aceh Bermanfaat Bagi Dunia Medis

Selasa, 04 Februari 2020 07:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Ilustrasi daun ganja. [Foto: Shutterstock]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tanaman yang daunya berbentuk jari, tersemai di bumi Aceh, disebut sebut sebagai tanaman terbaik dunia. Dicari dan diburu. Banyak manusia yang masuk jeruji besi karenanya. Tua muda, pria wanita mendekam dalam penjara. 

Pemakaiannya juga bertaburan di seluruh penjuru. Dia disebut barang haram. Namun jadi incaran manusia. Bahkan ada yang merengang nyawa. Walau tantanganya penjara dan desingan peluru, tetap saja diburu.

Aceh dikenal dengan kualitas ganjanya. Ganja pula yang telah membuat rakyat Aceh banyak masuk penjara. Sebagian rakyat Aceh menjadikan ganja sebagai sumber hidupnya. Walau tantanganya penjara, namun tetap saja banyak manusia yang melakoninya.

Haruskah rakyat Aceh yang semakin hari semakin banyak masuk penjara karena ganja? Bagaimana kalau tanaman musiman cannabis (ganja) ini dilegalkan? Wacana untuk melegalkan ganja kini menjadi pembahasan publik.

Tanaman yang menjadi bahan baku obat ini harus dilegalkan dengan mendapatkan regulasi khusus. Wacana itu dihembuskan, seorang anggota parlemen DPR RI asal Aceh. Rafli Kande, anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS ini menginginkan agar ganja menjadi barang komoditas ekspor.

Apalagi sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan di DPR, dipenghujung Januari 2020, persoalan ganja mengemuka. Rafli kepada pers menjelaskan, legalisasi ganja yang dia tawarkan merupakan mekanisme pemanfaatan ganja Aceh untuk bahan baku kebutuhan medis.

Turunannya menjadi komonitas ekspor ke seluruh dunia yang membutuhkan. Diatur dalam regulasi dan dikawal oleh negara. Rafli mengurai konsep perdagangan bebas produk unggulan ke pasar dunia, termasuk ganja Aceh.

Konsep itu diharapkan dapat disempurnakan dengan kajian ilmiah oleh pakar di bidangnya. Aceh ditetapkan sebagai zonasi industri ganja Aceh untuk medis.

"Aceh dijadikan kawasan khusus, sebagai zonasi pilot project industri ganja Aceh untuk kebutuhan medis dan turunannya. Ganja di Aceh tumbuh subur, harus dimanfaatkan," sebut Rafli.

Rafli mencontohkan, pemanfaatan ganja untuk medis telah diakui dan dilakukan oleh sejumlah negara maju. Namun, Rafli mengakui secara aturan hukum terbentur UU 35/2009 Pasal 8 Ayat 1 tentang Narkotika golongan 1 tidak dapat digunakan untuk kebutuhan medis.

"Jika pemerintah serius mau kelola dengan bijaksana, tinggal kita ajak teman DPR dan seluruh institusi terkait, kita revisi, yang terpenting kita harus menutup celah penyalahgunaan," jelas musisi Kande ini.

Spontan pernyataan Rafli menjadi pembahasan. Publik meramaikanya. Bahkan istana negara berencana membahas atas ide yang disampaikan Rafli. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengaku akan mempelajari usulan Rafli, terkait legalisasi tanaman ganja untuk komoditas ekspor.

"Saya belum mempelajari apa maksud dan tujuannya atau pun bagaimana kerangkanya. Kami tidak ingin berikan pendapat langsung sebelum mencoba mempelajarinya," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/1) menjawab media.

Fadjroel tidak mau memberikan statemen, apakah usulan Rafli bisa diberlakukan atau tidak. Pemerintah melarang keras peredaran dan perdagangan ganja di Indonesia.

Demikian dengan Rafli, atas pernyataanya itu, dia mendapatkan teguran keras dari partainya dan meminta Rafli untuk meminta maaf.

Namun di lain sisi, sebagai anggota parlemen Rafli mendapat teguran keras dari partainya, karena dianggap sikapnya bertentangan dengan misi PKS. Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini memerintahkan Rafli untuk minta maaf atas sikap dan pernyataan pribadinya tentang ganja.

Menurut ketua fraksi PKS itu, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tegas melarang ganja dan mengkategorikannya sebagai narkotika golongan 1. Narkotika golongan ini dilarang untuk pelayanan kesehatan, meski dalam UU tersebut juga terdapat pengecualian dalam jumlah terbatas untuk riset ilmiah dan pengetahuan.

"Atas dasar itulah Fraksi PKS menegur keras Pak Rafly. Dan yang bersangkutan meminta maaf atas kesilapan pikiran dan pernyataan pribadinya itu sehingga menimbulkan polemik serta membuat salah paham di kalangan masyarakat. Dan beliau menarik usulan pribadinya tersebut," tegas Jazuli.

Rafli sudah meminta maaf secara terbuka atas pernyataanya soal ganja. Sebenarnya wacana untuk memberikan regulasi khusus tentang ganja, wacana itu sudah sering dilontarkan oleh berbagai pihak.

Taman ini tumbuh subur di Bumi Serambbi Mekkah. Akibat tanaman yang tidak dilegalkan ini, jumlah rakyat Aceh yang menjadi penghuni penjara mencapai ribuan. Keluar dan masuk penjara karena ganja, bukan lagi berita aneh di Aceh.

Bila ganja masih ada di Aceh, manusia yang akan masuk penjara akan terus bertambah. Bukan berkurang. Karena sebagian rakyat Aceh sudah menjadikan ganja sebagai bagian hidupnya. Sulit dilepaskan. Bahkan ada yang menjadikanya sebagai sumber hidup, walau tantanganya penjara.

Ganja di Dunia

Hingga saat ini beberapa negara di dunia menjadikan cannabis indica sebagai sumber kuatan ekonomi. Regulasi mereka jelas, tumbuhan yang mengandung senyawa cannabinoids, sangat dibutuhkan manusia, dunia medis menjadikanya sebagai penawar yang baik.

Beberapa negara yang menjadikan ganja sebagai kekuatan ekonomi untuk penunjang kesehatan, antara lain; Uruguay, Amirika Serikat, Portugal, Israel, Belanda, dan Chile, Peru, Australia, Spanyol, Korea Utara, Jamaika, Swiss, dan Republik Ceko.

Dari berbagai sumber yang berhasil Dialeksis rangkum, pertama sekali ganja dilegalkan dunia, dilakukan oleh Uruguay 10 Desember 2013. Namun, belum diketahui berapa nilai perputaran ekonomi dari hasil pelegalan ganja di negara ini. Peredaranya di apotik baru dilakukan pada tahun 2017.

Kanada melegalkan ganja sejak 17 Oktober 2018 lalu. Proyeksinya, penjualan ganja bisa menumbuhkan ekonomi mencapai US$1,1 miliar atau sekitar Rp15,4 triliun (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS). Tak hanya itu, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) diperkirakan bisa menembus US$400 juta bagi pemerintah.

Kanada bahkan memiliki perusahaan raksasa penjualan ganja, yaitu Tilray dan Tweed. Perusahaan ini, melakukan kegiatan ekspor ganja ke sekitar 400 apotik di seluruh negara, khususnya Jerman, Australia, dan Brazil.

Produksi ganja di Kanada sebagai negara produsen ganja terbesar di dunia pada 2018, mencapai mencapai sekitar 80,7 ton.

Inggris juga sudah melegalkan ganja sekitar November 2018. Rata-rata produksi ganja di Inggris mencapai 95 ton per tahun. Kurun waktu 2016/2017, Ingris sudah menjual ganja mencapai 255 ton kepada 3 juta pengguna.

Negara Paman Sam, dibeberapa negara bagian Amerika Serikat, seperti Alaska, California, Colorado, Maine, Massachusetts, Nevada, Oregon, Washington state, Washington DC, dan Vermont, juga sudah melegalkan ganja.

Lembaga riset Grandview dalam laporannya mencatat pasar ganja AS mencapai US$11,3 miliar pada 2018. Nilai itu diprediksi akan terus meningkat. Pasar ganja AS akan menyentuh US$30 miliar atau sekitar Rp420 triliun pada 2025 dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) mencapai 14 persen.

Khusus untuk kepentingan kesehatan, nilai penjualan ganja Negeri Paman Sam diproyeksi mencapai US$13,1 miliar atau sekitar Rp183,4 triliun pada 2025, dengan CAGR 17 persen.

Negara negara yang juga masuk dalam negara produsen ganja besar di dunia, yaitu Portugal, Israel, Belanda, dan Chile dengan akumulasi diperkirakan mencapai 209,9 ton ganja legal.

Pelegalan ganja juga dilakukan di Peru, Australia, Spanyol, Korea Utara, Jamaika, Swiss, dan Republik Ceko.

Namun ada juga negara negara yang melegalkan ganja, bukan karena alasan medis. 10 negara yang melakukanya; Belanda, Siprus, Meksiko. Kolombia, Spanyol, Peru, Amirika Serikat, Kanada, Israil dan Italia.

Mengkonsumsi Ganja sebagai Obat

Bagaimanan bila ganja dijadikan sebagai obat? Dari kalangan madzhab Asy Syafi’iyah, Imam Nawawi berkata, "Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi sebagian narkotik untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada dua pendapat di kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah dibolehkan".

Al Khatib Asy Syarbini yang juga dari kalangan Syafi’iyah berkata, "Boleh menggunakan sejenis narkotik dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi darurat".

Kaedah yang digunakan dalam pembolehan ini adalah kaedah fiqih yang berbunyi, "Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang".

Benarkah ganja bermanfaat bila dikaji dari segi kesehatan? Semua ciptaan Allah mengandung maksut dan bermanfaat buat kepentingan manusia. Fungsi manusia sebagai khalifah adalah untuk mengexplore kandunganya.

Ganja dari segi Kesehatan

Persoalan ganja yang menjadi buah bibir, khususnya di Aceh, telah menimbulkan pro dan kontra. Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang pemanpaatan cannabis indica dalam konsktek penelitian dan industri.

Dalam surat undanganya, Rektor Unsyiah Prof. DR. Ir. Samsul Rizal, M. Eng, mengundang sejumlah dekan dan staf (Fakultas Kedokteran, gigi, pertanian, kedokteran hewan, keperawatan, FMIPA, dan peneliti Aryos Nivada (dosen FISIP), untuk mengikuti diskusi tersebut.

Agenda ini diselenggarakan di Balai Senat Unsyiah, pada Senin (3/2/2020). Agenda ini menindaklanjuti kerjasama antara Universitas Syiah Kuala dengan Frince of Songka University Thailand.

Di antara sejumlah pemateri dalam diskusi itu, Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes, Sp.OT, dari Fakultas Kedokteran, memaparkan ganja dan manfaatnya dari segi kesehatan.

Dua hari sebelum dilakukan diskusi Unsyiah ini, Dialeksi.com sudah menghubungi Dr. Syahrial, untuk memberikan statemen tentang ganja dikaji dari segi kesehatan. Karena diskusi yang digelar di Unsyiah juga membahas persoalan ganja, akhirnya Syafrizal menyampaikan materi diskusi itu kepada Dialeksis.

Menurut Syafrizal, ganja mengandung THC (Delta-9 tetrahydrocannabinol) yang memiliki efek analgesik atau penghilang rasa sakit. Sifat anti-spasmodik atau menghilangkan kejang-kejang, anti-tremor, anti-inflamasi dan lainnya.

BCP (Beta-caryophyllene) dapat digunakan sebagai pengobatan nyeri, arthritis (peradangan sendi), sirosis (peradangan dan fungsi buruk pada hati), mual dan lainnya.

Syafrizal juga menjelaskan, bahwa cannabidiol (CBD) mengandung sifat anti-inflamasi, anti-biotik, anti-depresan, anti-psikotik, anti-oksidan, serta berefek menenangkan.

Menurutnya, ganja dapat mengurangi gejala Alzheimer. The Journal of Alzheimer’s Disease mengungkapkan dosis kecil senyawa tetrahydrocannabinol dalam tanaman ganja. Senyawa ini dapat memperlambat pembentukan plak amiloid yang membunuh sel otak dan bertanggungjawab atas penyakit Alzheimer.

Demikian dengan epilepsy. Senyawa cannabinoids dalam tanaman ganja untuk mengatasi epilepsi. Senyawa tersebut bekerja dengan mengikat sel otak yang bertanggungjawab mengatur rangsangan dan rasa tenang pada manusia.

Studi yang dipublikasikan di situs pemerintah Amerika cancer.org mengungkap senyawa Cannabinoids mampu membunuh sel kanker dan memblokir sejumlah pembuluh darah yang dibutuhkan tumor untuk tumbuh. Cannabinoids antara lain efektif mengobati penyakit kanker usus, kanker payudara dan kanker hati, jelasnya.

Berbagai studi mengungkapkan, ganja sangat efektif meredakan efek samping kemoterapi, yakni rasa mual, muntah dan hilang nafsu makan. Badan pengawas obat AS Food and Drug Administration sejak beberapa tahun telah mengizinkan terapi obat-obatan berbasis cannabinoid untuk pasien kanker yang menjalani Kemoterapi.

Menurut dosen Unsyiah ini, National Eye Institute di Amerika Serikat telah menyarankan penggunaan ganja untuk mengurangi gejala glaukoma dengan cara menghisapnya sehingga dapat meringankan tekanan pada saraf mata.

Selain itu menurut Syafrizal dalam penjelasanya, ganja juga dapat menekan autoimun. Autoimun adalah penyakit radang. Autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh manusia membunuh sel-sel sehat ketimbang memerangi penyakit.

Peneliti dari University of South Carolina tahun 2014 menemukan senyawa THC di dalam ganja mampu mengubah molekul dalam DNA yang bertanggungjawab mempercepat proses peradangan.

Bagaimana dengan otak? Ganja juga dapat mengurangi kerusakan otak. Peneliti dari University of Nottingham berhasil membuktikan, bahwa ganja mampu melindungi otak dari kerusakan yang disebabkan serangan stroke.

Studi tersebut menyebut ganja membatasi area di dalam otak yang terkena dampak stroke. Kendati belum diuji klinis, temuan tersebut memperkuat teori lain bahwa mariyuana juga mampu meminimalisir kerusakan akibat trauma atau geger otak.

Selain itu, ganja juga meringankan pada penderita Sklerosis. Penyakit ini adalah gangguan pada sistem kekebalan tubuh yang merusak lapisan lemak pelindung saraf manusia.

Akibatnya saraf mengeras dan menyebabkan kejang-kejang yang memicu rasa sakit luar biasa. Sebuah studi yang dipublikasikan di Canadian Medical Association Journal tahun lalu menyebut Cannabis dapat meringankan gejala kejang pada pasien Sklerosis.

Demikian dengan Hepatitis. Studi yang diterbitkan di European Journal of Gastroenterology and Hepatology, mengungkap lebih dari 86% pasien mampu menuntaskan terapi hepatitis C dengan mengkonsumsi ganja. Cannabis diyakini mampu meredam efek samping terapi hepatitis C.

Selain itu, Syahrizal juga mejelaskan, Jenis pohon canabis yang biasa di pakai sebgai bahan industri disebut HEMP kandungan THC nya rendah, seperti kertas, selama pengolahan hemp, sejumlah besar bahan limbah yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas.

Selain itu dapat dijadikan untuk fiber. Serat alami yang tahan lama dari batang ganja, dapat digunakan untuk bahan tekstil seperti pakaian, kanvas, tali, dan untuk kertas grade arsip. Serat komposit fiber dapat menggantikan serat fiber yang beracun (fiberglass) dan bahan bangunan yang dibuat dari plastik daur ulang.

Apakah bisa untuk bahan bakar? Penggunaan hemp hurds sebagai bahan bakar biomassa untuk produksi adalah menarik dengan sejumlah alasan. Produksi bahan bakar biomass, pakan ternak dan bahan kimia industri secara ekonomis, demikian penjelasan Syafrizal.

Akankah Aceh Melegalkan Ganja?

Akademisi sekaligus pengamat ekonomi, Rustam Effendi, menjawab Dialeksis, soal wacana melegalkan ganja di Aceh mengemukakan pendapatnya. " Jangan ada yang korban dan disalahkan dalam persoalan ini. Keputusanya harus keputusan bersama."

"Kalau dilihat dari sudut ekonomi tidak bisa kita bantah. Ini juga menyangkut dengan kebutuhan farmasi, untuk kesejahteraan. Namun persoalanya tidak sesederhana itu. Kita juga harus perhatikan kultur adat dan budaya, agama dan tantangan sosial," sebut akedimisi Unsyiah ini.

"Tidak ada jalan lain dalam menyikapi wacana ini. Kalau mau dilegalkan pemerintah Aceh harus duduk bersama ulama, sejumlah pakar, tokoh adat dan budaya, Agar nanti jangan ada yang disalahkan," sebut Rustam Effendi.

"Kita ambil contoh, Malaysia membuat lokalisir judi di Genting. Regulasinya jelas, peruntukanya jelas. Siapa yang memanfaatkanya juga jelas," sebutnya.

"Kalau ingin melegalkan ganja, yang paling utama adalah duduk bersama, berdiskusi untuk menentukan sikap. Jangan sampai karena ekonomi, kita butuh uang, lantas kita mengadaikan sesuatu yang lebih penting, yaitu nilai-nilai," sebut Rustam.

Demikian dengan qanun-nya tentunya harus benar-benar jelas. Masukan masukan dari semua pihak harus diterima dan dijadikan bahan kajian, dibahas dalam diskusi. Jangan nanti kita dianggap kapitalis, melanggar agama, macam-macam nanti keteranganya.

"Bila dijadikan untuk medis dan kebutuhan dunia yang sifatnya urgen, ada kekhususan. Bagaimana dan siapa yang bisa memanfaatkanya. Bagaimana mengelolanya, regulasinya harus jelas, harus diatur sedemikian baik," sebut Rustam.

"Kita punya tokoh masyarakat. Kita punya ulama, Aceh memiliki kekhususanya dengan undang-undang yang istimewa. Kita diskusikan terlebih dahulu, sepakat atau enggak soal ini. Jangan besok yang kena Plt, kasihan beliau," kata Rustam.

"Saya pengamat, tetapi enggak semuanya salah beliau. Saya enggak sepakat juga kalau semuanya disalahkan ke beliau. Jangan besok kena Plt (Gubernur), kan kasihan beliau," jelasnya.

"Bagaimana kita punya peluang ekonomi, pangsa pasar bagus dan terjamin, kita bisa kaya. Apakah uang itu halal kita makan. Harus duduk tokoh-tokoh dan stockholder, duduk sepakati dulu, jangan besok saling salah menyalahkan. Salah Plt, salah MPU, salah pengamat ekonomi, salah semuanya," sebut Rustam.

Untuk tingkat bioskop saja, sudah ribut. Bioskop belum jadi, sudah berkelahi. Di sinilah hebohnya, semuanya punya tantangan dan kendala. Untuk itu semuanya, sebelum terjadi harus duduk dulu, buat MoU dan lahirkanlah sebuah qanun, pinta Rustam.

Bila dikaji secara ekonomi, tentunya tidak terbantahkan. Namun harus dikemas betul-betul, jelas segmen dan pengelolaanya. Digunakan untuk apa, wilayahnya juga harus dibatasi, termasuk wilayah yang mau dikembangkan.

"Harus ada kajian khusus dan mendalam. Harus ada kesepahaman dalam sebuah MoU, agar kita kelak tidak saling salah menyalahkan, saling tuding menuding," pinta Rustam.

Wacana Aceh akan dijadikan daerah yang melegalkan ganja, sampai kita masih ramai di dibicarakan. Negara negara yang menjadikan ganja sebagai barang legal dijadikan kiblat dalam pertumbuhan ekonomi.

Namun persoalan agama, adat istiadat juga turut dibahas. Banyak persoalan yang dikaji dalam permasalahan ganja di Aceh, di mana daun jejari ini sudah tidak asing lagi bagi penduduk di ujung barat Pulau Sumatera ini.

Keakraban sebagian masyarakat dengan ganja, bukan lagi sebuah rahasia. Banyak sudah rakyat Aceh, tua muda, pria dan wanita, bahkan ibu ibu paruh baya harus merasakan penjara, karena ganja. Angka pemakai terbilang tinggi, demikian dengan pengedarnya.

Pemakainya semakin hari menunjukkan peningkatan demikian dengan pengedarnya. Mereka yang masuk penjara karena ganja datangnya silih berganti. Walau tantanganya penjara dan desingan peluru, sebagain rakyat Aceh masih tetap bermain dengan ganja.

Apakah rakyat Aceh akan bertambah yang masuk penjara karena ganja? Akankah ganja di sana dilegalkan? Pembahasan tentang ganja belum tuntas di negeri yang disebut-sebut memiliki kualitas ganja terbaik dunia ini. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda