Bantulah Mereka Terkena ODHIV Untuk Melawan Penyakitnya
Font: Ukuran: - +
Reporter : Rizkita
Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kabupaten Aceh Utara, dr. Achriani Fitri sedang menghubungi ODHIV. [Foto: Rizkita Gita/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Tidak ada manusia yang ingin tubuhnya dihinggapi penyakit. Apalagi penyakit itu "mengerikan" lambat laun berujung maut. Semua manusia ingin hidupnya, bugar, sehingga dapat beraktivitas.
Namun garis perjalanan hidup sudah ditentukan. Banyak kejadian diluar kemampuan dan jangkauan manusia, sebagai makhluk semua itu harus dijalani. Tantangan hidup yang dibentangkan di hadapan kita merupakan bagian dari sebuah ujian.
Bagaimana kalau hidup Anda dihinggapi penyakit yang mematikan, penyakit yang manusia “alergi” mendengarnya, banyak yang enggan membahasnya, bahkan ada yang mengucilkannya jika penyakit ini hinggap di tubuh.
Saya ingin sekilas merangkai kata tentang sebuah penyakit HIV, sebuah nama penyakit yang banyak pihak masih ada yang memandangnya sebagai sebuah penyakit yang “menjijikan”, harus dihindari, mendapatkan diskriminasi.
Hari sudah pagi bergerak menuju siang. Jarum jam menunjukkan Pukul 09.08 Wib, pada Sabtu 19 Agustus 2023. Saya dan dr. Achriani Fitri sebagai Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kabupaten Aceh Utara, Sebutkan instansi mana dengan lengkap. janjian bertemu di sebuah kafe yang terletak di pusat Kota Lhokseumawe.
Melalui telepon genggam milik dr. Achriani Fitri saya dapat berbincang-bincang dengan seorang pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif. Sebut saja Kumbang (nama samaran) dia enggan ditemui karena tidak ingin orang mengenalnya.
Bukan tanpa alasan dia menutup diri, agar dia tidak didiskriminasi oleh orang-orang terdekatnya, karena dapat mempengaruhi mental dan aktivitasnya akibat adanya didiskriminasi.
Meski begitu, walau dia mengidap HIV positif. Dia punya semangat yang tinggi untuk melawan keadaan. Dia tunjukan kemampuanya menghadapi tantangan hidup. Lelaki 37 tahun masih terbilang berprestasi dan juga menjadi tulang punggung keluarganya.
Ia juga masih sempat mengikuti berbagai aktivitas sosial dalam mengkampanye HIV. Berbagai kegiatan itu dibuktikan bahwa sebagai ODHIV tak menghalangi untuk berprestasi.
“Saya sedang di Jakarta untuk mengisi acara sosialisasi untuk teman-teman ODHA di sini, untuk membangkit semangat agar mereka tidak bosan minum obat,” kata Kumbang kepada DIALEKSIS.COM via telepon.
Kumbang menceritakan, berkat BPJS Kesehatan melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) membuka akses lebih besar bagi dia untuk mendapatkan kemudahan dalam pelayanan kesehatan.
Dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan membatu ia mendapatkan obat terapi antiretroviral (ARV) dengan rutin secara gratis.
“Saya dan teman ODHA sudah sangat prima dengan layanan BPJS Kesehatan saat ini. layanan yang saya terima sama seperti pasien lain pada umumnya,” sebut Kumbang (nama samaran).
“Kita pasien tidak meminta agar dibuatkan layanan khusus tapi dukungan fasilitas kesehatan menyediakan untuk kami, ruang konseling PDP, sudah menyediakan layanan senyaman mungkin bagi kami, bahkan sebutan nama- nama ruangan bagi pasien menggunakan bahasa yang sangat nyaman bagi kami dan pasien penderita penyakit lainnya,” sebutnya.
Kumbang berbagi pengalamannya. Bahwa, dengan menerapkan sistem pencatatan berbasis online orang terinfeksi HIV dan AIDS (Odha) dapat memberikan pelayanan terbaik sama seperti pasien penyakit lainya secara umum dan setara tanpa diketahui kerahasiaan ODHA oleh orang lain.
Teknis ini tidak menyulitkan pasien HIV untuk mendapatkan layanan kesehatan apabila bepergian ke luar pulau, tidak harus mengisi catatan formulir maupun mengajukan kartu berobat ke petuga rumah sakit atau puskesmas pasien ODHA. Cukup menyebutkan nomor Regnas (kode khusus ODHA) mereka bisa berobat seperti pasien pada umumnya.
Sistem itu akan mempermudah dalam melakukan follow-up seumur hidup tanpa perlu membuka rekam medis yang tebal.
“Layanannya sudah sangat mempermudahkan kami. Layanan setara seperti pasien pada umumnya tapi yang kami terima seperti diprioritaskan, kami juga tidak harus mengantri,” jelasnya.
Kumbang menyebutkan, selama ini tidak kendala apapun dalam mendapatkan obat. Melalui JKN KIS sudah mempermudah ODHA dengan sebutan pasien transit.
“Kode khusus itu kami bisa mengakses layanan PDP di berbagai daerah di Indonesia. Saya sudah sering ambil obat di Jakarta apabila stok obat saya habis, jadi tidak harus pulang ke daerah asal saya,” katanya lagi.
Kumbang berharap kepada ODHA lainya agar rutin minum obat selagi gratis. Baik itu layanan konseling, obat ARV, pemantauan kepatuhan ARV oleh petugas dan kader HIV.
“Saya berharap teman- teman patuh minum obat. Karena ini obat bukan harga murah, kita harus disiplin terapi selagi gratis. Harapan saya kepada pemerintah agar saling menjaga data pasien. Saya sangat berterima kasih kepada Pemerintah dan BPJS Kesehatan melalui program JKN KIS sudah mempermudah layanan masyarakat khususnya, ” harapnya.
Persediaan Layanan Kesehatan
Untuk mempermudah pelayanan kesehatan bagi masyarakat hingga ke pedalaman, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah menyediakan sebanyak 32 Puskesmas yang tersebar di 27 kecamatan di daerah itu.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Amir Syarifuddin menyebutkan, dari jumlah tersebut terdapat empat Puskesmas sudah tersedia layanan PDP yaitu Puskesmas di Kecamatan Lhoksukon, Tanah Jambo Aye, Langkahan dan Dewantara.
“Untuk 32 puskesmas itu sudah melayani VCT. Semua tenaga kesehatan sudah terlatih. Juga tersedia dokter, perawat dan juga petugas administrasi, kemudian ada petugas yang melakukan skrining,” sebut Amir Syarifuddin.
VCT adalah Voluntary Counseling and Testing, yaitu serangkaian tes untuk mengetahui apakah Anda positif atau negatif mengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus).
“Kemudian, Puskesmas tersebut sudah terakreditasi. Ada beberapa kategori pasien di prioritas, seperti pasien HIV, bayi, ibu hamil dan pasien lansia,” katanya.
Seiring perkembangan teknologi maju, masyarakat dimudahkan sehingga tidak perlu lagi mengantri untuk mendapatkan layanan kesehatan. Sementara BPJS tidak lagi harus bawa KTP, KK, karena data mereka sudah lengkap di Puskesmas dan Rumah Sakit Umum.
“Program BPJS JKN KIS tidak ada perbedaan pasien, semua setara, apalagi semua layanan BPJS Kesehatan online, tidak ada satu hal yang menyebabkan kesulitan untuk peserta itu sendiri. Apalagi pasien ODHA harus rutin konsumsi obat ARV jadi mereka bisa mendapatkan obat meski sedang di luar kota maupun ke luar Provinsi,” katanya.
Berdasarkan catatan total kasus HIV-AIDS di Aceh Utara sepanjang tahun 2007 sampai 2023 sebanyak 173 kasus. Saat ini pasien yang masih aktif mendapatkan layanan kesehatan sebanyak 111 orang. 62 lainnya dinyatakan meninggal dunia.
“Pesan saya kepada masyarakat agar tidak diskriminasi jika keluarnya menderita HIV-AIDS positif . Mereka yang positif bukan berarti mereka berperilaku jahat,” ujarnya.
BPJS Kesehatan Cepat, Mudah dan Setara
Layanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe. [Foto: Dialeksis/Rizkita Gita]Kepala BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, Syafrudin Imam Negara, kepada Dialeksis.com mengatakan berdasarkan Regulasi dan ketentuan penjaminan layanan HIV-AIDS sama dengan penyakit lainnya sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Kecuali dalam hal pelayanan obat untuk pasien dengan HIV menjadi tanggungan program (Kementerian Kesehatan) sebagaimana tertuang pada Permenkes Nomor 28 Tahun 2014, Bab IV Pelayanan Kesehatan, Huruf A. Ketentuan Umum.
Diatur bahwa pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS, Tuberculosis (TB), malaria serta kusta dan korban narkotika yang memerlukan rehabilitasi medis. Pelayanannya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang merupakan bagian dari pembayaran kapitasi dan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA-CBGs, sedangkan obatnya menggunakan obat program.
Saat ini BPJS Kesehatan mengedepankan kemudahan layanan yang dapat diakses peserta JKN dengan hanya menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada pada KTP atau KK.
Selain itu BPJS Kesehatan juga menjamin kemudahan, kecepatan dan kesetaraan akses layanan kesehatan yang dapat dimaksimalkan melalui pemanfaatan layanan daring, seperti pemanfaatan KIS digital, pengambilan nomor antrian daring, pengecekan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, serta melakukan beberapa urusan administrasi yang bisa diakses peserta JKN melalui aplikasi Mobile JKN dan PANDAWA (Pelayanan Administrasi melalui WhatsApp).
“Pelayanan peserta JKN yang didiagnosa HIV dan AIDS sama dengan pelayanan penjaminan kesehatan peserta JKN dengan diagnosa penyakit lain,” sebut Syafrudin Imam.
BPJS Kesehatan yang diamanatkan untuk menyelenggarakan Program JKN mengacu pada Undang-Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. yang salah satu prinsip pelaksanaannya adalah portabilitas, artinya peserta JKN dapat melakukan pendaftaran kepesertaan dan akses layanan JKN dimana saja tanpa terikat pada domisili.
Peserta JKN dapat mengakses layanan dimana saja sesuai dengan regulasi alur layanan yang berlaku. Peserta JKN yang membutuhkan layanan kesehatan dapat mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) tempatnya terdaftar atau FKTP terdekat dengan domisili sementara.
Kemudian mendapatkan pelayanan tuntas, jika dokter atau tenaga medis menyatakan bahwa terhadap yang bersangkutan memerlukan layanan rujukan tingkat lanjut, maka yang bersangkutan akan diberikan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) ke rumah sakit atau klinik utama sesuai dengan kebutuhan medisnya.
“Saat ini BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Pemda Aceh untuk mendaftarkan seluruh masyarakat Aceh ke dalam Program JKN. BPJS Kesehatan juga terus melakukan berbagai inovasi untuk kemudahan layanan, salah satunya yaitu inovasi pemanfaatan layanan JKN bisa dengan hanya menunjukkan Nomor Identitas Kependudukan (NIK) pada KTP dan KK, serta pengambilan nomor antrian layanan yang dapat diakses secara daring melalui Aplikasi Mobile JKN,” pungkasnya.
Tidak harus Dikucilkan
Apakah mereka yang mengidap penyakit HIV harus dikucilkan? Mereka tidak ingin tubuhnya dihinggapi penyakit. Mereka berupaya bangkit melawan penyakitnya, agar bisa sembuh dan kembali normal.
Apakah mereka yang berjuang untuk bangkit, melawan penyakitnya harus kita diskriminasikan, harus dikucilkan? Bagaimana bila penyakit itu hinggap di tubuh Anda? Bagaimana pengaruh mental Anda ketika dikucilkan?
Sebagai makhluk Tuhan yang setiap manusia punya kelemahan dan tidak mampu melawan kekuatan takdir sang pencipta, sudah seharusnya kita bisa saling memberi dan mengisi dalam hidup ini.
Pemerintah sudah menyiapkan fasilitas dan memberikan kemudahan kepada mereka yang mengidap HIV untuk melawan penyakitnya. Karena mereka juga punya hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, setara dengan mereka yang mengidap penyakit lainya.
Mereka yang tertimpa penyakit HIV tidak harus dikucilkan. Bila ada diantara kita yang terkena penyakit yang harus dilawan dengan serius dan penuh ketekunan ini, sudah seharusnya kita mendukungnya untuk bangkit.
Memberikan semangat kepadanya untuk “melawan” dirinya, mengalahkan kelemahannya agar dia mampu bangkit. Mampu melakukan karya-karya, bukan pasrah pada keadaan.
Tuhan tidak menurunkan penyakit, namun memberikan juga penawarnya. Kembali kepada kita bagaimana memberikan perhatian dan menyikapi penyakit itu. Ketika ada diantara kita yang tertimpa musibah, terkena penyakit, sudah seharusnya kita memberikan bantuan, minimal menegarkan semangatnya untuk bangkit.