kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Akankah APBA di-Pergub-kan? (bagian 5)

Akankah APBA di-Pergub-kan? (bagian 5)

Selasa, 30 Januari 2018 20:13 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ampuh Devayan

Penundaan APBA 2018 bukan hanya membuat spekulasi anggaran makin liar. Tapi makin melebarkan konflik kepentingan. Hal ini akan melalaikan tanggung-jawab pemerintah, terutama bidang pelayanan dan pembangunan. Satu-satunya jalan keluar untuk melepas jerat uang rakyat yang coba diolah-olah itu, adalah membuat peraturan gubernur (Pergub).

Tentu,  langkah ini menjadi pilihan akhir yang dapat ditempuh oleh Gubernur Aceh Irwandi bila jalan penyelesaian lurus di parlemen tidak juga dibuka. Namun ada kerugiannya kalau hal ini ditempuh karena berarti Guberbur harus menggunakan pagu anggaran 2017 sehingga ini sebenarnya juga membawa kerugian bagi masyarakat Aceh karena seharusnya dapat menikmati anggaran belanja yang lebih besar.

Menjawab penyelesaian pengesahan APBA 2018 melalui Pergub, Ketua DPRA Muharuddin kepada wartawan seusai penundaan rapat pembahasan hari Senin (29/1), sangat tergantung pada gubernur Irwandi.

Hanya saja kalau APBA 2018 dipergubkan sudah pasti akan mengacu pada anggaran sebelumnya yang hanya Rp 14,7 triliun. Kecuali kitu, banyak masalah lain yang berdampak tidak baik jika melalui pergub. Misalnya bila gubenur ingin membuat jalan secara multiyers dipastikan tidak bisa dilakukan karena harus mendapat persetujuan dari DPRA.

Dirinya berharap APBA 2018 dapat disahkan melalui qanun, apalagi DPRA punya kewenagan pengawasan dimana Perbug juga tidak bisa serta merta diarahkan kepada semua keinginan gubernur, karena itu Gubernur Aceh diminta membuka diri kalau APBA merupakan kebutuhan rakyat Aceh secara menyeluruh.

"Namun kita serahkan kembali kepada Gubernur Aceh sendiri. Kesepakatan sangat tergantung pada gubernur dan TAPA, DPRA masih sangat membuka diri dan terus menjalin komunikasi yang baik," pungkas Muharuddin.

Sinyal bahwa APBA akan disahkan tanpa kehadiran legislatif semakin terlihat. Di antaranya, terbaca dari telegram Kementerian Dalam Negeri, khususnya Dirjen Bina Keuangan Daerah kepada Kadis Keuangan dan Inspektorat Aceh, nomor; T.005/306/Keuda, tanggal 19 Januari 2018 agar pembahasan percepatan persetujuan rencana peraturan daerah (Perda) tentang APBD tahun anggaran 2018, akan dilaksanakan rapat koordinasi pembahasan pada hari, Selasa, 23 Januari 2018, pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat di ruang Dirjen Bina Keuangan Daerah, lantai 8 Gedung H, Kemendagri," tulis surat berklasifikasi segera ini.

Jubir pemerintah Aceh Syaifullah Abdul Gani, membenarkan adanya telegram itu. Namun dia menjelaskan kalua  telegram bukan terkait dengan perihal APBA 2018 yang belum ada kata sepakat antara DPRA dengan Pemerintah Aceh untuk disahkan.

Menuru Saifullah, Pergub bukan pilihan! Rezim anggaran adalah qanun. Tapi UU memperbolehkan Pergub akibat konsekuensi tidak adanya pembahasan. Jadi, Saya tidak mau berandai-andai.

Sebelumnya, dua juru bicara Pemerintah Aceh, yaitu Wiratmadinata dan Saifullah A. Gani dalam siaran persnya, 18 Januari 2018 menjelaskan. Pengesahan APBA-2018 dilakukan secara hati-hati. Andai pun tak mencapai kata sepakat, maka Pergub akan dikeluarkan awal Februari 2018.

Sementara, anggota DPRA, Bardan Sahidi, menyatakan opsi Pergun itu sebagai pilihan sulit. Karena itu pihak legislative dan eksikutif tidak lagi berdebat soal-soal teknis. Karena tenggat waktu hanya beberapa hari (sampai 4 Februari). Tanggal 5 Februari 2018 sudah  di meja Direktorat Bina Keuangan  Daerah, Depdagri untuk dievaluasi. Hasilnya dikirimkan tim evaluasi kepada Menteri Dalam Negeri  yang nantinya akan mengeluarkan surat keputusan (SK) berisi rekomendasi Kemendagri terhadap APBA 2018.

Desakan dari berbagai elemen masyarakat agar APBA di-Pergub-kan saja, semakin terdengar dan menjadi diskurus di media-media social serta warung-warung.

Akmal Ibarim, Bupati Abdya, menulis status di akun facebooknya, agar Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mestinya sudah harus mengakhiri ketidakpastian anggaran Aceh dengan mem-pergubkan APBA 2018. Pendapat tersebut ditegaskan lagi ketika ditemui wartawan di Banda Aceh. Selain Akmal, pendapat yang minta RAPBA 2018 di-pergubkan juga disampaikan oleh Bupati Aceh Besar Mawardi Ali dan Bupati Simeulue Erly Hasyim.

Akmal Ibrahim mengatakan, mulai 2018 pengelolaan dana Otsus sepenuhnya ditarik ke provinsi. Pada tahun ini juga, sudah sekitar sembilan kewenangan beralih dari kabupaten/kota ke provinsi. Pengalihan kewenangan ini, kata Akmal diikuti pengurangan alokasi anggaran. Akibatnya, jumlah anggaran kabupaten/kota saat ini terus menurun.

Gubernur memang pernah mendiskusikan keinginannya untuk membangun sinergi dan harmonisasi politik, utamanya dengan DPRA. Bahkan beliau bersedia memperbesar alokasi dana aspirasi dan berharap bisa melakukan pembahasan bersama. Sayangnya sekarang, sisa waktu sudah tak ada. Dengan segala kebesaran jiwa, harus ada keputusan untuk memastikan hak-hak rakyat tidak terabaikan, sesegera mungkin.

Akmal menandaskan,  Pergub adalah solusi konstitusional yang diberikan oleh undang-undang ketika mekanisme normal tidak mampu mencapai kesepakatan hingga 60 hari. "Jadi jangan apriori dengan Pergub. Itu hak konstitusional, hak legal yg diberikan oleh UU. Hak konstitusional  gubernur ini juga tidak menghapus hak-hak konstitusuional DPRA, seperti hak kontrol dan hak legislasi. Biasa sajalah itu. Dalam soal anggaran nggak sepakat, dalam soal lain kan bisa sepakat," kata Akmal.

Menurut Akmal, Pergub merupakan keputusan legal dan solusi konstitusional yang diberikan kepada kepala daerah. Keputusan itu baru bisa dilakukan apabila setelah 60 hari pembahasan anggaran tidak dicapai kesepakatan, maka kepala daerah bisa mengeluarkan Pergub sesuai Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Seharusnya, pengesahan RAPBA 2018 sudah selesai di akhir November atau sebulan anggaran baru berjalan. Oleh sebab itu, bila tidak mem-Pergub-kan sekarang, Gubernur telah melanggar undang-undang tentang perencanaan keuangan daerah.

Untuk menyelamatkan pemerintahan dan pelayanan,  Akmal menyarankan, pertama Pergub -kan RAPBA. Kedua, Plt-kan atau lantik pejabat baru. Kalau belum memenuhi syarat menurut ASN, Plt-kan. Kepala daerah yang dilarang melantik pejabat baru, mem-Plt-kan tidak apa-apa agar mereka tidak ragu-ragu lagi.

"Dua itulah obat Aceh untuk saat ini," imbuhnya yang meyakini dengan dua tips itu Gubernur Aceh bisa memiliki aparatur pemerintah yang loyal. Sehingga, pejabat yang menduduki jabatan kepala dinas tidak lagi terikat dengan persoalan masa lalu atau sponsor.

Solusi melalui Pergub juga disarankan Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali. Dia pesimis pengesahan RAPBA 2018 bisa tercapai secara mekanisme normal.  Karena dengan keterlambatan pengesahan RAPBA sangat berdampak pada macetnya pembangunan di daerah.

Saar ini, kata Mawardi, masing-masing daerah memiliki porsi dana otsus yang dikelola oleh provinsi. Seharusnya, provinsi sudah bisa melakukan tender program pembangunan dari dana otsus yang diusulkan oleh kabupaten/kota.

Tanggapan serupa disampaikan Bupati Simeulue, Erly Hasyim. Menurut Erly, legislatif dan eksekutif seharusnya lebih mengutamakan kepentingan rakyat dalam proses pembahasan anggaran, sehingga polemik seperti ini tidak berlarut.

 "Kalau memang proses pembahasan tidak bisa dilaksanakan, seharusnya Pemerintah Aceh mencari satu format baru untuk bisa membuat sebuah pelaksanaan kegiatan agar kegiatan yang ada di kabupaten/kota bisa didahului. Tetapi formatnya sangat tergantung dengan kesepakatan politik antara DPRA dan Pemerintah Aceh," katanya.

Gubernur harus mengeluarkan Pergubkan APBA 2018, menjadi pilihan di tengah kebuntuan komunikasi politik antara eksikutif dengan legislative di Aceh. Karena keterlambatan pengesahan akan semakin memperburuk keadaan ekonomi publik di Aceh.

Koordinator Pusat Mahasiswa Pemuda Peduli Perdamaian Aceh (M@PPA), Azwar A.Gani, menilai  kegagalan pengesahan APBA karena adanya upaya dari pihak tertentu terhadap pagu anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan  e-budget dan e- planing.

"Jika ini menjadi salah satu kendala, maka Gubernur tinggal menjalankan saja ketentuan hukum yang berlaku. Ini juga menjadi salah satu barometer bagi publik untuk menilai komitmen Irwandi dalam melawan mafia Anggaran yang teroganisir. Kami yakin rakyat akan mendukung Gubernur," kata Azwar (sumber:mediaaeh.com)

Dikakannya lagi, APBA yang lama disahkan juga akan akan berimplikasi kepada proses perdamaian dan rekonsliasi yang sedang dibangun yang nantinya akan mengakibatkan munculnya konflik2 baru di Aceh.

"Saya yakin DPRA tau resiko apa yang akan terjadi dengan semakin terlambatnya pengesahan APBA. Masih banyak agenda agenda pemulihan pasca konflik yang bersumber dan dibiayai oleh pada APBA," kata Azwar.

Pergub adalah keniscayaan bagi Pemerintah Aceh jika tidak ada lagi jalan keluar dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh 2018. Peraturan Gubernur Aceh tentang APBA bukanlah barang haram. Aturan ini sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mulai undang-undang, hingga Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Balada APBA 2018 harus diakhiri. Sebab logika sehat kita tidak bisa menerima alasan dari para penentu kebijakan, terutama legislative untuk tidak membahas dana pembangunan untuk kesejahtraan rakyat Aceh itu.

Berbagai alasan yang dikemukan tidak akan menyelaikan punca masalah APBA. Misal, DPRA menganggap penyusunan KUA dan PPA haruslah didasari oleh dokumen Qanun RPJMA versi Irwandi-Nova, namun tidak serta merta dapat mengakibatkan terhentinya pembahasan KUA dan PPAS. Mendagri melalui surat edaran yang dikeluarkannya memberikan jalan keluar di mana pemerintahan transisi terlebih dahulu dapat mempedomani qanun RPJMA yang sudah ada. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi DPRA untuk tidak membahas dan mengoreksi rancangan KUA dan PPAS tahun 2018.

Lalu siapakah yang paling bertanggung jawab atas macetnya pembahasan anggaaan Aceh ini?

Dokumen KUA dan PPAS sudah diserahkan oleh TAPA ke DPRA pada Juli 2017 tapi tidak ada kesepakatan. Dari sisi waktu tentu Pemerintah Aceh pada posisi on the schedule. Artinya pihak DPRA lah yang enggan membahas KUA dan PPAS karena alasan qanun RPJMA 2017-2022 belum ditetapkan. Alasan ini tentu tidak mendasar, karena Kemendagri telah memberikan jalan keluar.

Jadi apa sebenarnya yang mengakibatkan pembahasan ini macet? Karenanya, Pergub adalah jawaban yang tepat untuk penyelesaian. Sehingga APBA bisa disajikan segera. Jalan Pergub ini bukan tanpa hambatan dan risiko, tapi Pemerintah Aceh harus yakin bahwa rakyat Aceh akan berdiri di belakang Pemerintah Aceh. Kita tunggu komitmen dan keberanian Gubernur Irwandi Yusuf.!!

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda