DIALEKSIS.COM | Aceh - Seiring pergantian pucuk pimpinan di Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, sejumlah akademisi dari tiga universitas besar di provinsi ini menyampaikan harapan dan saran agar institusi kepolisian semakin dicintai dan dipercaya masyarakat.
Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Marwan, IPU, menekankan pentingnya konsistensi dan sinergis dalam mewujudkan “Polri Untuk Masyarakat” sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan, ketertiban, serta membantu masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Menurutnya, kepercayaan publik hanya akan tumbuh jika kepolisian mampu menunjukkan integritas tanpa pandang bulu.
“Sejalan dengan itu, tantangan terbesar Kapolda Aceh adalah bagaimana memastikan hukum ditegakkan dengan adil, tanpa intervensi politik maupun kepentingan kelompok. Pada sisi lain, polisi harus bisa hadir sebagai pengayom untuk mendapatkan simpati masyarakat,” ujarnya kepada Dialeksis saat berpendapat.
Ia menambahkan, beberapa isu yang harus segera dibenahi di Aceh adalah penanganan kasus narkoba, memberantas judi online dan pinjol illegal, mengawasi pengelolaan sumberdaya alam dan kejahatan lintas batas. Aceh sebagai daerah perbatasan kerap menjadi jalur masuk narkotika internasional.
Sementara itu kepada Dialeksis, Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Herman Fithra, menyoroti aspek pelayanan publik. Ia menilai, wajah kepolisian di mata masyarakat Aceh bukan hanya terlihat dari operasi besar, melainkan dari interaksi sehari-hari antara polisi dan warga.
“Kami berharap Kapolda yang baru bisa memperkuat budaya pelayanan di tubuh kepolisian. Polisi yang ramah, cepat merespons laporan, serta proaktif membantu masyarakat dalam situasi darurat akan lebih mudah mendapatkan tempat di hati rakyat. Reformasi pelayanan publik adalah pintu masuk untuk meningkatkan citra kepolisian,” jelasnya.
Prof Herman juga menegaskan perlunya pemanfaatan teknologi dalam memperbaiki pelayanan kepolisian.
“Era digital menuntut layanan yang cepat dan transparan. Saya kira sudah waktunya kepolisian memperluas penggunaan aplikasi daring untuk pelaporan, pengaduan, maupun pemantauan proses hukum, sperti di Polres Lhokseumawe dengan aplilasi "Rijang" Dengan begitu, masyarakat tidak lagi merasa jauh dari polisi,” tambahnya.
Selanjutnya respon lain disampaikan Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof Dr. Ishak Hasan, menekankan pentingnya kolaborasi antara polisi dan masyarakat sipil, khususnya generasi muda. Menurutnya, anak-anak muda Aceh membutuhkan figur polisi yang inspiratif, dekat, dan bisa menjadi teladan.
“Institusi kepolisian akan lebih dicintai jika membuka ruang kolaborasi dengan perguruan tinggi, komunitas, dan organisasi pemuda. Polisi jangan hanya terlihat ketika ada masalah, tetapi juga hadir dalam kegiatan edukasi, pencegahan narkoba, kampanye keselamatan lalu lintas, hingga pemberdayaan masyarakat. Itu akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap institusi ini,” katanya kepada Dialeksis.
Prof Ishak menambahkan, penting bagi polisi untuk merawat hubungan harmonis dengan tokoh agama dan adat di Aceh.
“Kepolisian harus mampu merangkul ulama dan tokoh masyarakat sebagai mitra. Dengan begitu, pesan-pesan keamanan dan ketertiban bisa lebih mudah diterima. Jika polisi dekat dengan masyarakat akar rumput, maka tidak ada jarak antara hukum dan rakyat,” jelasnya.
Diakhir penyampaiannya Prof Ishak menegaskan, Polisi juga harus berperan aktif dalam memberi ruang yang nyaman dan pengungkit bagi kemajuan dunia usaha dan investasi tidak sebaliknya menjadi penghambat kenyamanan dalam berusaha dan investasi.
Ketiga pemimpin perguruan tinggi tersebut sepakat bahwa Kapolda Aceh ke depan dituntut tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga merawat kepercayaan publik. Harapan mereka, kepolisian semakin profesional, humanis, dan mampu menjadi garda depan dalam menjaga ketertiban serta kedamaian di bumi Serambi Mekkah.