DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masalah pekerja migran asal Aceh, baik yang legal maupun ilegal, masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh, Siti Rolijah, menegaskan bahwa perlindungan pekerja migran tidak bisa dilakukan parsial, melainkan harus melibatkan semua level pemerintahan, mulai dari pusat hingga ke gampong.
Menurut Siti, kerangka kerja perlindungan pekerja migran sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Regulasi itu menempatkan peran penting pemerintah daerah, khususnya kabupaten/kota, untuk bersinergi dengan desa dalam memberikan edukasi, memfasilitasi dokumen, hingga menangani kasus-kasus pekerja migran.
“Kami ini sama-sama aparat negara. Desa juga digaji oleh negara, begitu pun kami. Kalau semua pihak menjalankan mandat undang-undang, sebenarnya perlindungan pekerja migran bisa berjalan mulus hingga ke tingkat desa,” ujar Siti kepada media dialeksis.com, Jumat (8/8/2025).
BP3MI Aceh mencatat, masih banyak desa yang belum memahami sepenuhnya tugas mereka dalam perlindungan pekerja migran. Ada yang belum mengetahui regulasi, ada pula yang tahu namun terkendala anggaran dan sumber daya manusia.
“Bahkan ada yang menganggap urusan pekerja migran bukan prioritas, kalah penting dibandingkan membangun jalan atau program ekonomi. Padahal, dampak kasus pekerja migran bermasalah bisa sangat besar, termasuk biaya pemulangan yang harus ditanggung negara hingga miliaran rupiah,” kata Siti.
Kendala lain datang dari rendahnya kesadaran masyarakat. Banyak warga yang bekerja ke luar negeri tanpa melapor ke pihak desa. Akibatnya, ketika terjadi masalah, desa kesulitan memberikan keterangan atau data pendukung untuk penanganan kasus.
Siti menjelaskan, peran desa meliputi memfasilitasi dokumen identitas, memastikan persetujuan keluarga, mencatat rencana keberangkatan warga, serta membantu menangani permasalahan yang timbul di luar negeri. Namun, banyak desa yang belum memiliki mekanisme pencatatan ini.
“Desa harus punya buku catatan. Siapa warganya yang berangkat, dokumennya apa, tujuannya ke mana, ini semua penting. Bahkan ketika ada masalah di luar negeri, desa yang akan mengeluarkan surat keterangan resmi untuk proses hukum atau klaim asuransi,” jelasnya.
BP3MI Aceh juga menjalin koordinasi erat dengan imigrasi, kepolisian, syahbandar, dan instansi terkait. Salah satu bentuknya, imigrasi berhak menunda penerbitan paspor jika calon pekerja terindikasi akan berangkat secara ilegal.
“Baru-baru ini ada dua warga Aceh Besar yang paspornya ditunda karena dicurigai akan bekerja ke Malaysia, sementara visa pekerja asing ke Malaysia belum dibuka. Mereka kami edukasi, kami bantu carikan peluang kerja yang legal,” kata Siti.
Selain itu, BP3MI menggelar sosialisasi rutin setiap tahun di kabupaten/kota yang menjadi kantong pekerja migran. Tahun ini, BP3MI fokus ke daerah-daerah yang sudah memiliki nota kesepahaman (MoU) atau yang pernah terjadi kasus besar, seperti Aceh Utara, Bireuen, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Langsa, Lhokseumawe, dan Aceh Singkil.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian BP3MI adalah pengiriman massal satu desa di Aceh Singkil ke Kamboja yang berujung masalah. Peristiwa ini memicu BP3MI melakukan edukasi langsung di desa tersebut untuk mencegah kejadian serupa.
“Bicara pekerja migran itu seperti gunung es. Yang terlihat sedikit, tapi masalahnya banyak. Banyak yang ilegal dan tidak terdata, akhirnya ketika bermasalah negara yang harus menanggung biaya pemulangan, bahkan dendanya,” tegas Siti.
Siti menekankan, keberhasilan perlindungan pekerja migran sangat bergantung pada kesadaran bersama. Ia juga mendorong pemerintah kabupaten/kota mengeluarkan peraturan bupati/wali kota sebagai dasar bagi desa untuk mengalokasikan anggaran perlindungan pekerja migran dari dana desa.
“Jangan tunggu warganya bermasalah dulu baru bergerak. Pemberdayaan, pelatihan, dan sosialisasi harus dilakukan sejak awal. Kalau semua pihak menjalankan peran sesuai mandat, banyak nyawa dan masa depan yang bisa kita selamatkan,” pungkasnya.[nh]