Jum`at, 08 Agustus 2025
Beranda / Pertahanan dan Keamanan / Ahli Gizi Ingatkan Bahaya BPA di Makanan Kaleng

Ahli Gizi Ingatkan Bahaya BPA di Makanan Kaleng

Kamis, 07 Agustus 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi. Ahli Gizi Ingatkan Bahaya BPA di Makanan Kaleng. [Foto: Shutterstocks]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Temuan terbaru soal tingginya kandungan Bisphenol A (BPA) dalam makanan kaleng memicu keprihatinan di kalangan ahli gizi dan pakar keamanan pangan. 

Studi yang dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada mengungkap, kadar BPA dalam tuna kaleng bisa mencapai 534 nanogram per gram (ng/g) -- angka yang mendekati batas aman yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, yakni 600 mikrogram per kilogram (0,6 bagian per juta).

Dr. Karin Wiradarma, Spesialis Gizi Klinik, menyebut temuan ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi konsumen dan otoritas pengawas pangan. 

"Selama ini masyarakat terlalu fokus pada BPA di galon air minum, padahal justru makanan kaleng adalah sumber utama paparan BPA harian," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (7/8/2025).

Menurutnya, berdasarkan data global, 73 persen sampel makanan kaleng di berbagai negara mengandung BPA, sementara makanan segar hanya 7 persen. "Itu artinya, setiap kali kita konsumsi makanan kaleng, kita berisiko terpapar BPA dalam jumlah signifikan," jelas Dr. Karin.

Lebih jauh, ia mengutip studi Harvard School of Public Health tahun 2011 yang menunjukkan bahwa konsumsi sup kaleng lima hari berturut-turut dapat meningkatkan kadar BPA dalam urin hingga 1.000 persen. 

"Ini bukan lagi isu potensial, tapi sudah terbukti secara klinis," tegasnya.

Ahli: Kandungan BPA di Galon Jauh Lebih Rendah

Pernyataan serupa disampaikan oleh Prof. Ahmad Sulaeman, Guru Besar Keamanan Pangan dari IPB University. Ia menjelaskan bahwa migrasi BPA terjadi akibat lapisan epoksi dalam kemasan kaleng yang mengandung senyawa tersebut. 

"Saat makanan disimpan lama atau dipanaskan, BPA dari lapisan itu bisa larut ke dalam makanan," paparnya.

Prof. Ahmad juga menyoroti adanya ketidakseimbangan persepsi publik. "Galon air minum dari polikarbonat itu hanya mengandung sekitar 0,128 sampai 0,145 ng/g BPA, jauh lebih kecil dibanding makanan kaleng. Ini ribuan kali lebih rendah," jelasnya.

Ia menekankan pentingnya edukasi publik dan kebijakan yang berbasis bukti ilmiah. "Fokus kita seharusnya pada sumber paparan utama, bukan yang marginal," tandasnya.

Dorongan Revisi Aturan dan Edukasi Konsumen

Menanggapi temuan ini, BPOM mengakui perlunya revisi aturan terkait ambang batas BPA di makanan kemasan. "Kami tengah mendorong penguatan regulasi, termasuk verifikasi mandatori dan pelabelan risiko pada produk makanan kaleng," kata juru bicara BPOM.

Para ahli sepakat bahwa konsumen perlu membatasi konsumsi makanan kaleng dan lebih memilih makanan segar. "Ibu hamil, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya sebaiknya menghindari makanan kaleng, karena BPA bisa mengganggu sistem hormonal dan perkembangan," ujar Dr. Karin.

Dengan meningkatnya bukti ilmiah terkait bahaya BPA dari makanan kaleng, para pakar berharap ada pergeseran fokus pengawasan dan kebijakan. 

"Jangan sampai kita sibuk mengatur risiko yang kecil, tapi lengah terhadap yang jauh lebih besar," pungkas Prof. Ahmad. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI