Minggu, 29 Juni 2025
Beranda / Pertahanan dan Keamanan / 1.000 Napi High Risk Dipindah ke Nusakambangan, Menteri Imipas: Zero Narkoba Harga Mati!

1.000 Napi High Risk Dipindah ke Nusakambangan, Menteri Imipas: Zero Narkoba Harga Mati!

Sabtu, 28 Juni 2025 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) memindahkan hampir 1.000 narapidana kategori high risk ke Lapas Super Maximum dan Maximum Security di Nusakambangan. [Foto: dok. Kemenimipas]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) memindahkan hampir 1.000 narapidana kategori high risk ke Lapas Super Maximum dan Maximum Security di Nusakambangan. Menteri Imipas Agus Andrianto menegaskan, langkah itu bagian dari upaya bersih-bersih Lapas dari peredaran narkoba.

Zero narkoba adalah harga mati!” tegas Agus dalam pernyataan resminya yang dilansir pada Sabtu (28/6/2025).

Pemindahan tersebut merupakan bagian dari strategi masif Ditjen Pemasyarakatan dalam memutus mata rantai peredaran narkoba di dalam Lapas dan Rutan. Menteri Agus mengatakan, pemindahan dilakukan secara bertahap dan berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikan, serta asesmen yang ketat.

“Ini bukan sekadar mindahin napi. Ini soal menyelamatkan sistem Pemasyarakatan dari kerusakan,” ujar Agus. “Kami tidak mau Lapas jadi sarang pengendali narkoba. Kalau ada napi yang high risk, langsung kita tempatkan di Nusakambangan!”

Terkini, sebanyak 98 Warga Binaan dari Jakarta dan Jawa Barat telah dipindahkan pada Minggu (15/6/2025). Agus menyebut, langkah ini tak hanya menyelamatkan narapidana lain dari pengaruh negatif, tetapi juga melindungi napi high risk itu sendiri agar tak terus berbuat pelanggaran.

Di sisi lain, redistribusi napi ini juga jadi cara pemerintah menekan tingkat overcrowding. Beberapa Lapas disebut mengalami kelebihan kapasitas hingga ratusan persen.

“Bayangin, Lapas Bagansiapi-siapi over kapasitas sampai 1.000 persen. Itu udah di luar nalar,” kata Agus.

Upaya mengurai kepadatan ini dilakukan lewat redistribusi, pemberian hak bersyarat, pembangunan Lapas baru, serta mendorong implementasi pidana non-pemenjaraan seperti kerja sosial dan pengawasan.

Agus juga menyoroti keberhasilan sistem peradilan anak pasca UU No. 11 Tahun 2012. Jumlah Anak Binaan yang sebelumnya mencapai 7.000 orang kini turun menjadi sekitar 2.000.

“Diversi dan putusan nonpenjara terbukti efektif. Kita ingin pendekatan serupa diterapkan pada pecandu narkoba atau pelanggar ringan,” pungkasnya. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI