Beranda / Gaya Hidup / Waspadai Batuk dan Sesak Nafas Anda, Bisa Jadi Fibrosis Paru

Waspadai Batuk dan Sesak Nafas Anda, Bisa Jadi Fibrosis Paru

Sabtu, 03 Maret 2018 20:02 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Gejala batuk, dan sesak napas sering dianggap sepele oleh kebanyakan orang. Padahal dua gejala tersebut bisa jadi tanda-tanda awal kerusakan paru-paru akibat penyakit IPF (Idiopathic Pulomanary Fibrosis) atau di Indonesia kondisi ini dikenal dengan Fibrosis Paru.

IPF adalah penyakit fatal, penyebabnya adalah luka parut pada paru-paru yang bersifat progresif (berkembang) sehingga menyebabkan kesulitan bernapas, bahkan pada beberapa kasus bisa menghalangi organ hati, otot, serta organ vital lainnya yang membutuhkan pasokan oksigen.

Ketua Kelompok Kerja Interstitial Disease dr. Sita Andarini, PhD, Sp.P(K) menyebutkan bahwa IPF ini bersifat irreversible dan fatal.

"Paru-paru mengalami luka yang terus menerus terjadi. Ketika organ tubuh terkena luka, maka imun tubuh akan menyembuhkannya dengan cara meregenerasi. Namun sayangnya hal ini terus menerus terjadi, sehingga membuat mengkerut lalu menutupi alveoli yang merupakan jaringan penyalur oksigen keseluruh tubuh," ucapnya saat ditemui dalam acara temu media mengenal IPF di Jakarta, Jumat (2/3).

Lebih lanjut Sita menjelaskan, karena jaringan alveoli tertutup membuat penderita IPF mengalami kesulitan untuk bernapas. Sehingga tubuh kekurangan oksigen, dan menurunkan kinerja tubuh secara perlahan.

Beberapa faktor dugaan yang menjadi penyebab dari IPF ini adalah gaya hidup merokok, lingkungan berpolusi, infeksi virus, dan faktor genetik.

Hingga saat ini penyakit IPF banyak ditemukan pada laki-laki berusia lanjut mulai dari 55 tahun ke atas, dibandingkan dengan wanita hanya sedikit kemungkinan mengalami penyakit IPF ini.

Sayangnya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu IPF dan apa bahaya dari IPF sendiri. Padahal IPF merupakan penyakit langka yang hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan.

"Rata-rata penderita IPF dapat bertahan 2-5 tahun, tergantung diagnosis masing-masing penderita. Namun sayangnya karena gejala yang tidak spesifik, dan kurangnya pemahaman masyarakat membuat penyakit ini sulit untuk dikenali, " ujarnya. (Viva)

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda