Beranda / Gaya Hidup / Budayawan Din Saja Sebut Warung Kopi Jadi Ruang Budaya Masyarakat Aceh

Budayawan Din Saja Sebut Warung Kopi Jadi Ruang Budaya Masyarakat Aceh

Minggu, 26 Januari 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Budayawan Din Saja. Foto: dok Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sebelumnya tulisan berjudul Maraknya Warung Kopi di Banda Aceh, Tradisi atau Anomali Ekonomi? Pemikiran Herman RN dipublikasi Dialeksis (25/01/2025). Menuai reaksi lain yang dikirimkan ke redaksi Dialeksis, seorang budayawan dan seniwan tulen Aceh yakni Din Saja, atau yang dikenal pula dengan nama Ade Soekma dan Fachruddin Basyar.

Menurut Din Saja menawarkan pandangan yang lebih optimis terhadap fenomena maraknya warung kopi di Banda Aceh. Berbeda dengan Herman RN yang melihatnya sebagai anomali, Din justru memandang warung kopi sebagai manifestasi dinamis dari budaya Aceh yang terus berkembang.

Menurut Din, warung kopi adalah ruang budaya yang penting dalam masyarakat Aceh. "Di warung kopi, kita melihat perpaduan antara tradisi dan modernitas," ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa warung kopi telah menjadi wadah interaksi sosial yang melampaui sekadar tempat menikmati secangkir kopi. 

"Warung kopi adalah pusat diskusi, pertemuan ide, dan bahkan tempat kelahiran gerakan sosial di Aceh. Ini adalah ekspresi budaya yang hidup," tambahnya.

Din menolak pandangan bahwa lonjakan jumlah warung kopi semata-mata mencerminkan ketidakberdayaan ekonomi atau minimnya industri. Baginya, fenomena ini justru menunjukkan kemampuan masyarakat Aceh beradaptasi dengan perubahan zaman. 

"Warung kopi adalah bukti kreativitas dan daya tahan ekonomi masyarakat Aceh di tengah keterbatasan lapangan kerja formal. Mereka menciptakan peluang dari apa yang mereka miliki: tradisi minum kopi dan kehangatan dalam bersosialisasi," jelas Din.

Ia juga menyoroti pentingnya melihat fenomena ini sebagai peluang, bukan ancaman. 

"Daripada khawatir akan efek buruk, kenapa tidak kita manfaatkan fenomena ini untuk memperkuat sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Aceh?" tanyanya. 

Din mengusulkan agar pemerintah daerah berperan aktif dalam mendukung pertumbuhan warung kopi dengan cara memberikan pelatihan, bantuan modal, dan promosi untuk menjadikannya destinasi unggulan.

Din juga menyarankan agar warung kopi diberdayakan sebagai ruang seni dan budaya. "Bayangkan jika setiap warung kopi memiliki sudut khusus untuk seni dan literasi, seperti pameran lukisan lokal atau pojok buku. Ini akan memperkaya pengalaman pengunjung sekaligus melestarikan budaya Aceh," ungkapnya penuh semangat.

Bagi Din, warung kopi adalah bagian dari evolusi budaya Aceh yang harus dirangkul dengan bijak. 

"Budaya itu tidak statis. Ia terus bergerak dan menemukan bentuk baru. Warung kopi adalah bagian dari perjalanan itu. Jika kita mengelolanya dengan baik, ia bisa menjadi kebanggaan, bukan kekhawatiran," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI