Usai Shalat Subuh Sarapan Pagi di Pendopo
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
DIALEKSIS.COM| Feature- Muslim itu bersaudara. Ibarat tubuh, bila ujung jari kaki yang sakit, maka akan terasa sampai ke kepala. Nilai persaudaran yang dibangun dengan satu kepercayaan diwujudkan para jamaah masjid, khususnya pada shalat subuh.
Ada catatan sejarah bagi jamaah subuh di Masjid Agung Ruhama Takengon. Usai sujud dan mendengarkan tausiah, mereka bersama-sama menuju Pendopo Bupati Aceh Tengah. T, Mirzuan, Pj Bupati mengundang mereka untuk sarapan pagi bersama.
“Ini hanya sarapan pagi bersama jamaah, tidak ada acara yang lain,” sebut Mirzuan sambil melepaskan senyum, memandang Dialeksis.com yang merupakan bagian dari jamaah Masjid Agung Ruhama Takengon, Senin (14/08/2023).
Para jamaah masjid, kaum Hawa dan Adam, melangkahkan kakinya ke diaman orang nomor satu di Aceh Tengah. Di sana terlihat rasa persaudaraan dan keakrapan itu terbangun. Tidak ada acara khusus, bahkan T Mirzuan tidak menyampaikan kata sambutan.
Dalam agenda sarapan usai subuh di Pendopo, terlihat ketua PWI Aceh Tengah Wen Yusri Rahman, Camat Lut Tawar, Hardi Selisih Mara, juga berbaur bersama jamaah.
Namun sebelum mulai menyuapkan nasi ke indra pengecapan, Mirzuan meminta Ali Hasymi, ketua pengurus Masjid Agung Ruhama Takengon, untuk sedikit menyampaikan “tausiah”.
Ketua pengurus masjid menyebutkan, ini adalah catatan sejarah jamaah subuh diundang ke pendopo untuk sarapan pagi usai shalat subuh. Sebelumnya para jamaah sering diundang oleh mantan Wakil Bupati Aceh Tengah, Firdaus, untuk sarapan pagi usai shalat subuh.
Hasymi juga mengungkapkan keadaan masjid Agung Ruhama yang sering pembangunan mengabaikan azas manfaat. Ada program bangunan yang baru, justru merusak bangunan yang lama.
Salah satu contoh, ketika dilakukan pembangunan di bangian atap masjid, bangunan yang lama berupa seng, banyak yang rusak terinjak-injak. Ketika disampaikan kepada rekanan mereka tidak mau tahu, dampaknya ada kebocoran di masjid agung.
Demikian dengan air bersih. Sebenarnya air bersih di masjid mencukupi dan tidak menjadi masalah. Namun karena pipa induk untuk masjid kecil, dimana dari pipa ini menyalurkan air untuk 30 kran, tidak mencukupi.
“Ketika disampaikan kepada pekerja agar mengganti pipa yang lebih besar, mereka memberikan jawaban bukan wewenang mereka, apa yang ada dalam gambar itulah yang mereka lakukan. Karena ini proyek mereka tidak menggantikanya,” sebut Hasymi.
Dampaknya, kebutuhan air di masjid Agung Ruhama sering kekurangan. Demikian ketika pemasangan keramik MCK, ketika disampaikan agar keramik yang dipasang agak kasar sedikit, agar tidak licin, namun rekanan tidak mengantikanya, karena itu sesuai dengan gambar.
Akibatnya, ada jamaah masjid yang terpeleset karena licin saat berwuduk. Demikian dengan pembangunan lainya, sering bongkar pasang. Datang bangunan yang baru, justru merusak bangunan yang lama. Tidak ada keselarasan antara bangunan yang baru dengan yang sudah ada.
Tahun depan, direncanakan Masjid Agung Ruhama Takengon akan dikelola oleh PUTD Pemda Aceh Tengah. Kiranya ke depan apapun pembangunan di masjid Agung Ruhama Takengon disesuaikan dengan masterplan yang matang, sehingga tidak ada bangunan yang mubazir.
Catatan Dialeksis.com, banyak pembangunan di masjid Agung Ruhama Takengon, khususnya Pokir (DPRA) yang sudah “disiapkan” mulai dari anggaran dan bestek, sering tidak relevan dengan bangunan masjid yang sudah ada. Ahirnya masjid agung terkesan semraut, tidak memiliki masters plan yang baik.
Kini masjid agung kebanggaan rakyat Aceh Tengah ini akan dikelola Pemda melalui salah satu UPTD. Apakah kedepanya juga pembangunan dan penataanya “sesuka hati”. Para jamaah masjid sangat mengharapkan masjid yang menjadi ikon Aceh Tengah ini dikelola dengan baik.
Disela-sela sarapan pagi dengan T Mirzuan, usai shalat subuh, para jamaah berharap rasa persaudaraan yang sudah terbangun tetap terpelihara dengan baik. Balutan nurani dalam satu aqidah tetap menyatukan.
T. Mirzuan sebelumnya juga sudah melakukan beberapa kali safari subuh untuk kepala dinas, lokasi masjidnya berpindah-pindah dari satu masjid ke masjid lainya di seputaran kota Takengon.
Aktivitas yang baik ini harus dipelihara, karena bukan hanya sekedar berkumpul, namun mengeratkan persaudaraan karena muslim itu bersaudara. *** Bahtiar Gayo