kip lhok
Beranda / Feature / Trend! Negeri Saman Masyarakatnya Mencintai Pesantren

Trend! Negeri Saman Masyarakatnya Mencintai Pesantren

Jum`at, 12 Mei 2023 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Ilustrasi

DIALEKSIS.COM | Gayo Lues - Tiga tahun terakhir ini ada fenomena menarik di negeri seribu bukit. Di negeri tarian Saman ini ternyata para orang tua lebih menyukai menyekolahkan anaknya di pesantren daripada sekolah umum.

Budaya masyarakat di Gayo Lues ini untuk mencintai pesantren semakin tumbuh. Ada trend baru di sana, para orang tua lebih bangga anaknya bila bersekolah di pesantren, apalagi sang anak menjadi hafiz.

Berilah pendidikan yang baik kepada anak anak. Janganlah merasa rugi kehilangan harta karna mendidik anak anaknya di pesantren. Sebesar apapun harta yang kalian kumpulkan, ketika ketika anak kalian bermasalah, harta itu sekejab akan hilang.

Petuah itu melekat dalam sanubari masyarakat Gayo Lues, sehingga mereka lebih memilih menyelamatkan anak-anaknya dengan menyekolahkan di pesantren. Karena ketika anak bermasalah, bukan hanya dirinya yang hancur, keluarganya juga hancur, orang lain juga hancur.

Keyakinan masyarakat untuk menyekolah anaknya di pesantren tumbuh dan berkembang. Perjuangan masyarakat yang digagasi H. Muhammad Amru, M.S.P. mantan Bupati Gayo Lues periode 2017-2022, telah membuat gaung menyekolahkan anak di pesantren di negeri penghasil kemiri ini menjadi kebanggaan.

Bagaimana kisahnya, Dialeksis.com, Kamis (11/05/2023) mewawancarai Muhammad Amru yang menaruh besar mendidik generasi penerus bangsa di pesantren. Dalam penjelesanya, mantan anggota DPRK dua priode ini mengurai kisah perhatian masyarakat kepada pesantren.

Mengapa sekolah negeri di Gayo Lues kurang dimintti, masyarakat lebih cenderung mempercayakan anaknya kepada pesantren? Menurut Amru banyak factor yang mempengaruhinya. Ada faktor budaya, ada tingginya kesadaran, terhadap derasnya tantangan zaman.

“Kita kampanyekan kepada masyarakat bagaimana bahayanya perkembangan zaman bila anak anak tidak dibentengi dengan aqidah, ahlaq. Ketika anak tidak santun dan beretika, bukan hanya dia yang korban, namun pihak lain juga akan menjadi korban,” sebut Amru.

“Kita sampaikan, hati hati dengan kemajuan zaman ini. Bila kita tidak baringi dengan pendidikan agama, nanti pada satu saat akan menjadi bahaya. Jangan sempat genarasi muda penersus bangsa bakal menjadi musuh, untuk itu mereka perlu dibekali,” jelasnya.

Amru yang memberikan keterangan kepada Dialeksis.com terlihat serius ketika berbicara tentang masa depan generasi muda di negeri adiknya Aceh Tengah ini. “Masyarakat menyadari tentang keadaan ini,” jelasnya.

Menurutnya, ada anak anak yang sebelumnya bandel, kemudian masuk pesantren. Hasilnya berubah drastis, ditambah lagi dari ada perhatian dengan memberikan bantuan beasiswa dua tahun pertama, 2018 dan tahun 2019.

Pada tahun 2017 dilakukan pendataan siapa saja yang berhak mendapat bea siswa dari Pemerintah Gayo Lues. Pendataanya dilakukan dengan baik dan benar, karena ini menyangkut masa depan bangsa ini, jelasnya.

Di Gayo Lues, jelas ada budaya yang kini sudah bergeser namun harus tetap dibudayakan dengan tehnis yang sedikit berbeda. Di Gayo Lues, anak gadis dan anak lajang, mereka bagaikan tabu berkumpul di rumah orang tuanya, khususnya untuk tidur di malam hari.

Bagi anak gadis untuk tempat mereka berkumpul dan mengembangkan dirinya, ada tempat namanya penomen si beru (tempat tidur si gadis). Ditempat ini anak anak gadis berkumpul yang dibimbing induk semangnya.

Sementara untuk anak lelaki lajang, ada tempat berkumpul mereka yang namanya manah. Tempat ini semacam lumbung padi, dimana dibagian bawahnya berisi padi, sementara di bagian atasnya dipergunakan oleh anak lajang sebagai tempat ditidurnya sambil menjaga padi.

Di tempat inilah baik anak gadis maupun perjaka berekpresi mengembangkan diri. Namun sekarang seiring dengan perkembangan zaman, tempat ini sudah terkikis. Tidak ada lagi penomen si beru dan manah untuk anak lajang.

Budaya itu sudah tergerus, hanya masih ada di kawasan Lesten, Perlak. Karena disini padinya sudah berkurang, otomatis manah itu tidak lagi dijaga, dengan sendirinya budaya itu tergerus.

Melihat perkembangan ini, para orang tua mulai merasakan ada tantangan besar dalam mendidik generasi penerusnya, terutama dalam tempaan ahlaq. Salah satu upaya untuk menyelamatkan generasi muda ini, pesantren adalah pilihan yang paling tepat.

Dengan memasukan anak anak ke pesantren, jelas Amru, budaya tadi yang sudah tergerus dalam menempa generasi penerus tetap terjaga. Mereka akan menjadi manusia beragama, berkualitas, ada multi efek.

Lebih banyak ke pesanrean, rugi juga pemerintah bila semuanya lari ke pesantren? “Inikan tantangan zaman, semakin besar tantangan itu maka harus semakin kuatlah kita membentenginya,” jelas Amru.

“Kita berupaya membimbing anak anak kita ini agar bukan hanya mendapatkan pengetahuan umum, namun mendapatkan pengetahuan agama. Bagaimana etika, moral itu harus kuat, mereka harus mencerminkan Ahlaq yang baik,” jelasnya.

Untuk sekolah umum, sebutnya, kolaborasi kurikulum, penguatan lokal itu tentang akidah, penguatan agama harus dikedepankan. Ini sudah dimulai disekolah umum dengan adanya tambahan pendidikan ekstra kulikuler, memperbanyak muatan lokal.

 “Beda betul prilakunya antara anak didik yang ditempa di pesentren dan di sekolah umum, segi ahlaq dan etika moralnya. Karakternya berbeda, itu yang membuat para orang tua lebih dominan mendidik anaknya di pesantren,” jelasnya.

 Sambil melempar senyum, Amru mengingat kisah bagaimana ada fenomena menarik di tengah masyarakat. Ini menyangkut dengan kaum ibu. Bukan gosip, namun fakta.

Menurut Amru, ada tren ketika bercerita sesamanya. Mereka tidak lagi menanyakan, apakah anaknya mampu bersenandung lagu dangdut dan lainya. Mereka udah jarang membicarakanya, namun mereka lebih banyak membahas persoalan pesantren.

Perubahan sikap ini menjadi budaya yang baik. Mereka bercerita anak-anaknya sekolah di pesantren mana, udah hafal berapa juz. Pergeseran cerita ibu ibu sudah terjadi di sini, dan pesantren menjadi topik.

Seorang ibu yang memasukan anaknya kepesantren ada kepercayaan pada dirinya, dipandang tinggi statusnya, apalagi anaknya berhasil, dia dimuliakan. Walau segi ekonominya pas-pasan, namun dia bisa memasukan anaknya ke pesantren, menjadi sebuah kebanggaan yang luar biasa.

Pemerintah daerah, pada masa Amru, juga memberikan perhatian kepada orang tua yang mendidik anak-anaknya di pesantren, apalagi anaknya mengukir prestasi. Walau kehidupanya pas-pasanya, pemerintah memberikan penghargaan sebentuk reward.

Demikian juga kepada anak anak yang berprestasi dan mereka lulus kuliah di luar negeri, mereka diberikan fasilitasi berupa beasiswa. “Baitul Mal juga memperhatikan mereka, apalagi mereka yang yang menempuh pendidikan agama, itu sudah berjalan tiga tahun, ” sebut Amru.

Apakah semasa amru menjabat sebagai bupati, mereka mereka anak pesentren yang berprestasi diberikan di fasilitasi beasiswa untuk sekolah keluar negeri, ke turki mesir.

Saat ini ada yang menarik di Gayo Lues, khususnya soal kenakalan remaja, mampu ditekan serendah mungkin, semuanya itu karena generasi mudanya menaruh minat yang besar untuk ditempa di pesantren.

“Kita jauh jauh hari sudah memberikan pencerahan kepada masyarakat. Sudah ada wanti wanti, terkait kemajuan jaman kemajuan tehnologi ini. Bila tidak disikapi dengan pemberian pendidikan agama yang bagus, akan menjadi berbahaya di masa depan, mulai dari negeri yang kecil dan terpencil ini,” jelasnya.

“Bangsa ini akan hancur, itu selalu kita kampanyekan. Berilah pendidikan yang baik kepada anak anak. Janganlah merasa rugi kehilanagan harta karna mendidik anak anaknya dipesantren,” sebut Amru.

Sebesar apapun harta yang dikumpulkan, ketika ketika anak-anak terjerumus kepada kenakalan remaja, terlibat narkoba, atau kejahatan lainya, harta yang dikumpulkan itu sekejab mata akan hilang. 

Contoh sudah cukup banyak kejadian. Itu yang membuat masyarakat sadar dengan melihat contoh contoh yang terjadi. Ketika terlibat dalam kejahatan, kenakalan remaja, bukan hanya dirinya yang hancur. Keluarga juga hancur, orang lain juga menjadi korban. 

Fakta- fakta itu sudah membuka mata hati masyarakat Gayo Lues. Mereka bangkit menyelamatkan generasi penerus bangsa dengan mendidiknya di pesantren. Mereka ingin menjaga budaya leluhur yang santun, beretika, bersendikan agama.

Negeri dalam tarian saman ini sudah sudah memulai gebarakan baru dalam menyelamatkan bangsa ini, menyelamatkan generasi muda. Menempa pelanjut perjuangan dengan ahlaq dan mentalnya, serta ilmu pengetahuan. Tarian Saman yang indah itu semakin indah ketika generasi penerusnya beretika, santun. Berahlaq.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda