DIALEKSIS.COM | Aceh Tengah - Angin siang dingin Tanah Gayo di Desa Rutih, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Kasmawati berdiri di depan rumah barunya menatap bangunan kokoh yang berdiri menggantikan gubuk reyot miliknya dulu disulap menjadi rumah layak huni. Air matanya jatuh perlahan, mengalir di pipi tak bisa ditahan.
Wanita paruh baya terus mengangis saat para prajurit TNI perlahan membuka spanduk hijau army yang menutupi bangunan di depannya. Rumah itu sengaja diselubungi kain besar agar menjadi kejutan bagi wanita 58 tahun itu. Begitu spanduk itu terbuka tampak dinding rumah barunya berdiri megah di bawah cahaya siang.
Ia menutup wajah dengan kedua tangan berlutut di lantai. Suara isaknya pecah, dengan air mata yang terus mengalir. “Terima kasih ya Allah terima, kasih terima kasih ya Allah,” ucapnya lirih berulang kali.
Cucunya yang masih kecil memeluknya dari belakang, sementara para prajurit berdiri diam menahan haru melihat pemandangan itu.
“Dari gelap menjadi terang. Saya tidak pernah membayangkan bisa punya rumah sebagus ini,” ucap Kasma Wati dengan suara bergetar saat melihat rumah barunya.
Dulu, di tempat yang sama, berdiri rumah reyot berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah. Kini, berdiri bangunan kokoh dengan dinding setengah permanen, lantai keramik, dan atap yang tak lagi bocor setiap hujan datang.
“Saya tidak menyangka punya rumah sebagus ini. Dulu saya hanya bisa berdoa agar saya bisa menempati rumah nyaman seperti tetangga saya. Sekarang sudah terwujud,” tuturnya.
Bergotong royong personel TNI Kodim 0106 Aceh Tengah mebangun rumah itu. Kasmawati terus menetes air mata setelah melihat bangunan serba hijau itu dilapisi lantai keramik, dindingnya kokoh terdapat dapur dan kamar mandi, di sudut kamar tampak ranjang dilengkapi tempat tidur dan lemari baju untuk anak dan cucu-cucunya. Senyum bahagia menghapus lelah dan derita panjang yang selama ini ia jalani.
Bagi Kasmawati bantuan TMMD bukan sekadar bangunan rumah tetapi hadiah kehidupan baru baginya, ia berkali-kali menyalami Dandim 0106 Aceh Tengah Letkol Inf Raden Herman Sasmita dan para personel TNI yang telah membangun rumah itu. Mereka hadir dan menyerahkan kunci rumah pada 7 November 2025. Menangis sambil memeluk mereka seraya mengucap terima kasih tanpa henti.
Suasana haru juga dirasakan masyarakat yang menyaksikan penyerahan kunci rumah warga ikut meneteskan air mata menyaksikan kebahagiaan Kasmawati.
Kedekatan juga terlihat antara Kasma Wati dan Babinsa Serda Riswandi yang menjadi pengusul utama penerima bantuan tersebut Riswandi yang gagah dengan seragam lorengnya ikut menitikkan air mata ketika ibu itu memeluknya dengan rasa haru, bukan tanpa alasan berkat pengamatan dan data yang ia kumpulkan Kasmawati akhirnya mendapat rumah layak huni.
Kondisi rumah Kasmawati sebelum di bangun (Dialeksis.com/Rizkita).
Perempuan Kepala Rumah Tangga
Selama 20 tahun lalu di gubuk anyaman bambu, perempuan paruh baya itu membesarkan tiga buah hatinya seorang diri, kondisi itu dia jalan setelah suaminya merantau tanpa kabar hingga hari ini. Menjadi perempuan kepala rumah tangga baginya tidak mudah kala itu, tepat anak pertamanya masih duduk di bangku SMP dan anak bungsunya masih sekolah dasar. Sejak itu pula dia menjadi tulang punggung keluarga.
Semua pekerjaan dia jalani untuk menghidupi kebutuhan keluarga. Memetik daun pakis di hutan untuk dijual ke pasar. “Satu ikat saya jual dulu Rp.500 perak, sekarang Rp.2000 satu ikatnya,” ceritanya dengan mata menerawang.
Meski penghasilan tak seberapa semangatnya tidak pernah luntur. “Kalau ada rejeki dalam sehari dapat Rp. 80 ribu, kalau jualan nya sepi Rp 30.000 per hari,” kenangnya.
Kini tiga anaknya sudah tumbuh dewasa dan memiliki keluarga masing masing. Anaknya kerap mengajak ibunya tinggal bersama namun dia menolak karena tak ingin merepotkan anak- anaknya.
Sementara anak perempuannya terpaksa tinggal bersama Kasmawati lantaran suaminya meninggal dunia sejak dua tahun lalu. Anaknya dan tiga cucunya masih tinggal bersamanya.
“Sekarang hari- hari saya jaga cucu saya di rumah sedangkan anak saya kerja buruh harian petik biji kopi di kebun. Penghasilan Rp 100 ribu kalau hasil panen banyak, cukup lah untuk beli beras dan biaya sekolah cucu saya,” ucapnya suara pelan.
Penuh sabar di rumah kecilnya dulu di ruangan 3x3 meter persegi, Kasmawati memasak, tidur dan tumpukan barang miliknya. Kala itu tak ada kamar mandi.” Mau mandi saya ke masjid di dekat sini,” katanya.
“Dulu kalau hujan turun, saya cuma bisa berdoa agar atap tidak ambruk walaupun atap bocor. kalau mau masak biar tidak terkepung asap cucu saya suruh main di luar,” katanya lirih.
Teks Foto: rumah setelah dibangun (Dialeksis.com/Rizkita).
Namun, harapan yang dijaga dengan doa panjang itu akhirnya menemukan jawabannya. Rumah Kasma Wati dipilih untuk direnovasi menjadi rumah layak huni. Serda Riswandi, Babinsa yang bertugas di desa itu, menjadi sosok pertama yang memperjuangkannya.
“Waktu saya survei ke rumah Bu Kasmawati, saya lihat lantainya tanah, dindingnya miring, atapnya bolong. Saya tahu, beliau harus dibantu saya ajukan ke Kodim, dan alhamdulillah disetujui,” tutur Riswandi.
Selama tiga puluh hari, para TNI bekerja bergantian memasang dinding, menuang semen, menata atap, hingga membangun kamar mandi yang layak. Tiap ketukan palu seolah menumbuhkan harapan baru bagi keluarga Kasmawati.
Tak hanya Kasma Wati, manfaat TMMD juga terasa hingga ke pelosok Desa Kute Riyem, Kecamatan Linge. Di sana, prajurit TNI membuka jalan baru sepanjang 3,6 kilometer, pembersihan jalan sepanjang 1.500 x 5 meter, pemasangan lima gorong-gorong, pembangunan jembatan kayu berukuran 4x8 meter.
Dulu akses menuju ke kebun sempit ditambah ranting dan rumput tumbuh tinggi sehingga jalan itu susah dilalui sepeda motor. Kini petani di Kampung Kute Riyem, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, bisa menghemat waktu setelah dibukanya akses jalan menuju kebun. Jika sebelumnya mereka hanya mengandalkan jalan setapak yang sulit dilalui, kini kendaraan roda dua hingga roda empat sudah bisa dilintasi dengan mudah untuk mengangkut hasil tani.
“Sekarang truk bisa langsung masuk ke kebun, Hasil panen bisa dijual lebih cepat. Dulu kami parkir motor di tengah hutan jalan kaki ke kebun sampai dua jam. Sekarang 10 menit dari rumah sudah sampai ke kebun,” kata salah seorang petani setempat, Abdul Muti, disaat ditemui di kebun.
Kata dia, sebagian besar petani di Aceh Tengah ini budidaya kopi, sere, jagung. "Inilah yang sudah lama kami tunggu. Masyarakat sudah pernah buka jalan tapi tidak berhasil berkat TMMD akses jalan memudahkan petani," terangnya.
Program TMMD ke-126 ini tidak hanya membangun rumah dan jalan. Personel loreng itu juga membuat jembatan kayu, lima titik air bersih, tiga unit MCK, serta menanam seribu batang pohon. Semuanya dikerjakan bersama masyarakat dalam semangat gotong royong.
Dandim 0106/Aceh Tengah saat surve jalan baru untuk petani di Kecamatan Linge. Foto: Rizkita/Dialeksis
Sementara itu, Dandim 0106 Aceh Tengah, Letkol Inf Raden Herman Sasmita, menyebutkan, wilayah pembukaan jalan ini bukan kawasan hutan yaitu termasuk Area Pemanfaatan Lain (APL), sehingga bisa dimanfaatkan masyarakat untuk perkebunan dan permukiman.
“Kita berharap jalan ini bisa mengembangkan perekonomian masyarakat. Pesan saya kepada masyarakat agar akses jalan ini kita jaga, masuk area hutan jangan merusak hutan atau dirambah.TMMD bukan sekadar program pembangunan. Ini bentuk nyata kemanunggalan TNI dengan rakyat,” terangnya.
Dia berharap kepada masyarakat bersama- sama saling menjaga dan merawat pembangunan ini. Dengan harapan apabila terjadi kerusakan maka saling bergotong royong memperbaikinya.
Disisi lain, Dandim berharap kepada Kasmawati penerima manfaat rumah agar bisa merawat rumah dengan baik. “Saya berharap dengan adanya rumah nyaman ini cucunya bisa belajar dan menjadi anak-anak yang sukses nantinya,” harap Dandim.
Lanjutnya, kata Dandim secara keseluruhan pembangunan telah rampung dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Program TMMD ke-126 secara resmi ditutup melalui upacara di Lapangan Linge, Kabupaten Aceh Tengah. Upacara penutupan dipimpin langsung oleh Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda (Pangdam IM) Mayjen TNI Joko Hadi Susilo.
“Waktu yang singkat, tapi semangat kita semua dalam waktu 30 hari semuanya selesai dikerkakan tepat waktu oleh personel kita yang juga punya kemapuan di budang pembangunan jadi sangat membantu suksesnya program ini,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, menekankan pentingnya gotong royong antara warga dan TNI, serta tanggung jawab bersama dalam menjaga hasil pembangunan.
“Masyarakat juga harus berkomitmen ikut merawat infrastruktur pembangunan ini. Karena pembangunan ini demi kebutuhan masyarakat juga. Dan kegunaan ini untuk masyarakat juga,” pungkasnya.
Program TMMD ke-126 menjadi bukti sinergi antara TNI dan masyarakat dalam membangun desa. Tak hanya infrastruktur fisik, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan semangat gotong royong demi masa depan desa yang lebih baik.
Pengamat sosial Dosen Antropolog Universitas Malikussaleh, Dr Teuku Kemal Fasya, mengapresiasi program ini, apalagi program ini sudah ada sejak era orde baru yang disebut ABRI Masuk Desa (AMD) sebuah program pembangunan desa yang dilaksanakan angkatan bersenjata republik Indonesia (ABRI) kala itu. Kemudian menjadi TNI TMMD pasca remformasi.
Menurutnya, program ini bisa membantu percepatan pembangunan desa melalui kegiatan fisik seperti pembangunan infrastruktur dan non fisik seperti peningkatan kesadaran bernegara dan kesehjahteraan masyarakat.
“Secara normatif baik untuk masyarakat, membantu tumbuhnya perekonomian masyarakat juga seperti pembangunan jalan itu. Tapi ini juga harus tranparan agar masyarakat tetap percaya dengan berjalannya program ini,” pungkasnya.