Sebaiknya PON XXI Ditunda!
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
DIALEKSIS.COM | Feature - Pesta rakyat adalah pesta penuh “kegembiraan”, disambut dengan suka cita. Namun apakah pesta rakyat harus tetap dilaksanakan bila dampaknya akan menyengsarakan rakyat?
Bila dalam tahun yang sama, ada dua pesta besar yang harus dilaksanakan, sementara keadaan keuangan kurang memungkinkan untuk menyukseskan dua pesta akbar itu, apakah keduanya harus dipaksa?
Apakah tidak sebaiknya salah satunya ditunda terlebih dahulu? Kalau dipaksakan apakah hasil yang diharapkan akan maksimal? Bila harus “berhutang” demi sebuah pesta yang ujungnya menyusahkan rakyat, apakah itu merupakan sebuah kebijakan yang baik.
Inilah persoalan pelaksanaan pesta rakyat. Ada dua pesta dalam tahun yang sama yang menyedot anggaran terbilang besar, pesta demokrasi dan pesta olahraga (PON) yang akan dilaksanakan di Aceh dan Sumut.
“Sebaiknya pelaksanaan PON XXI Aceh - Sumut ditunda,” sebut anggota komisi V DPRA Tarmizi SP. Kesiapan untuk suksesnya PON masih minim. Belum lagi ada pesta besar dalam tahun yang sama, Pileg dan Pilpres, Pilkada.
Perasaan pesimis juga disampaikan anggota Komisi X DPR RI asal Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal, dia belum yakin akan maksimal, bila pelaksanaan PON akan tetap dilaksanakan di tahun 2024.
"Lebih baik ditunda karena hasil pertemuan DPR Aceh dengan Komisi X DPR RI, terungkap bahwa tidak maksimal jika tetap dipaksakan pada 2024, karena terjadi benturan jadwal yakni September 2024 juga akan digelar Pilkada serentak," jelas Tarmizi kepada Dialeksis.com, Minggu (17/12/2023).
Apakah karena pesta rakyat ini beradu ditahun yang sama, pesta demokrasi dan olahraga, daerah harus kelimpungan memikirkan dana? Harus berhutang, kemudian membayar ditahun berikutnya, kayakah daerah untuk membayar hutang bila harus dipaksa?
Apalagi pemerintah pusat sepertinya tidak mampu menangani persoalan PON yang waktunya beradu dengan pesta demokrasi. Bukti pemerintah pusat tidak memiliki anggaran, persoalan PON dibebankan ke Provinsi Aceh-Sumut.
“Pada 2024 dana APBA hanya Rp 10,3 triliun, angka tersebut berkurang lagi dari Rp 11,6 triliun di tahun 2023. Bayangkan saja, dari Rp 10,3 T harus lunas bayar utang JKA, untuk PON Rp 1,2 T, ditambah lagi dengan Pemilu dan Pilkada, mana ada uang lagi," ungkapnya.
Bila dipaksakan, menurut Tarmizi, hasilnya akan kurang maksimal. Untuk itu, perlu ketegasan dan kejelasan dari pusat, apakah PON Aceh-Sumut akan lanjut atau tunda.
"Paling telat sampai akhir tahun ini sudah jelas soal jadwal, jangan sampai PON Aceh - Sumut terjadi ketidakpastian jadwal," tuturnya.
Politikus ini menyebut, semua Provinsi yang akan mengirimkan atlet ke Aceh dan Sumut. Semua daerah mengalami permasalahan anggaran, karena semua daerah sedang fokus untuk penyelenggaraan Pilkada pada September 2024.
"Seluruh Indonesia akan mengirim atletnya ke Aceh dan Sumut, pasti mereka perlu hibahkan dana ke KONI, namun disaat yang sama mereka juga harus fokus ke Pilkada," jelasnya lagi.
Untuk Aceh, kebutuhan KONI untuk memaksimalkan perhelatan PON itu minimal perlu dana Rp 120 miliar. Namun nyatanya yang dianggarkan dalam APBA 2024 hanya Rp 30 miliar.
"Takutnya dengan dana minim akan berdampak tidak baik pada atlet, dan target masuk 10 besar akan jauh. Maka lebih baik kita tunda ke 2025," pinta Tarmizi.
Pernyataan pesimis itu juga diungkapkan politikus wanita yang sudah mengukir sejarah Aceh. Anggota Komisi X DPR RI asal Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal menyatakan sedikit pesimis jika pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut tetap di tahun 2024.
Illiza yang bertugas di bidang pendidikan, olahraga, dan sejarah, menyebutkan, walau demikian pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemenpora dan melakukan evaluasi di setiap sidang DPR RI kedepannya.
"Sejauh ini, kita masih berharap agar tetap bisa on the track walaupun memang kita masih sedikit pesimis, karena anggaran yang minim," kata Illiza kepada Dialeksis.com, Minggu (17/12/2023).
Menurut wanita yang pernah menjabat sebagai pejabat publik di Banda Aceh ini, pembangunan venue merupakan ranah Kementerian PUPR. Dari hasil komunikasi Komisi X, PUPR menyatakan optimis, 14 venue yang akan digunakan pada PON Aceh-Sumut selesai sesuai jadwal.
“Namun apabila nantinya 14 venue ini tidak selesai sesuai jadwal, sebaiknya kita harus sepakat pelaksanaan PON Aceh-Sumut ditunda,” pintanya.
Dijelaskan Illiza, ketidaksiapan para tuan rumah PON 2024 ini bukan semata-mata karena pemerintah pusat. Karena, sejak ditetapkan tuan rumah ada miskomunikasi antara KONI dan Pemerintah Aceh.
Ada keterlambatan persiapan yang dilakukan Pemerintah Aceh juga, seperti keterlambatan SK kepanitiaan, penetapan venue olahraga, sehingga tahapan yang berlangsung tidak sama dengan daerah lain.
"Ini banyak persoalan sebenarnya, bukan hanya soal persiapan venue atau kesiapan anggaran yang disiapkan pusat dan daerah. Tetapi juga memang political komitmen yang masih kurang dari semua pihak," terangnya.
Untuk itu, kata dia, permasalahan itu harus dievaluasi sehingga kedepan adanya satu standar apa yang harus diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah.
"Intinya kita ingin dengan UU Keolahragaan itu pemerintah daerah sudah ada kewajiban membina minimal 2 cabang olahraga untuk olimpiade,”pinta Illiza.
Targetnya bisa melahirkan atlet berprestasi di tingkat nasional dan dunia. PON bukan hanya olahraga prestasi tetapi juga olahraga masyarakat diikutsertakan bahkan ada kearifan lokal.
“Seharusnya ajang ini para tuan rumah punya komitmen yang tinggi dan mendapat prestasi. Serta diharapkan terbinanya perilaku sehat dari masyarakat terutama anak muda, dan ini menjadi satu kebanggaan,” sebutnya.
"Tuan rumah harus mempersiapkan diri maksimal, karena ketika dia bisa menang di daerah, bisa jadi pemicu untuk berprestasi di nasional," tutupnya.
Tentunya sebagai Ketua Umum KONI Aceh, Kamaruddin Abubakar atau yang akrab disapa Abu, dia akan menjalankan amanah yang diberikan kepadanya sebagai pihak yang menyukseskan PON ke XXI.
Dia berharap, semua pihak serius menyukseskan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 di Aceh - Sumatera Utara sesuai jadwal yang ditetapkan.
Apalagi beberapa waktu lalu, Kementerian PUPR sudah teken kontrak untuk merehab 12 venue olahraga untuk PON 2024. PUPR berjanji bahwa mereka siap melakukan pekerjaan itu dan dipastikan selesai sebulan sebelum hari H. Kita pegang saja janji itu,” kata Abu Razak kepada Dialeksis.com, Minggu (17/12/2023).
Bagi KONI selaku pihak yang bertugas menyiapkan para atlet hanya mengikuti prosedur apa yang sudah jadi komitmen bersama di awal.
“Saya melihat pemerintah pusat sudah serius untuk sukseskan PON, apalagi usai teken kontrak 12 cabor yang akan direhab, walaupun masih tersisa 8 venue lagi menyusul di tahap 2,” terangnya.
Untuk itu, Abu Razak meminta semua pihak ikut mendoakan agar PON Aceh - Sumut berjalan tepat waktu dan sukses. Sebuah harapan yang mengembirakan bila semuanya berjalan mulus. Namun apakah semudah itu?
Melihat dari beragam persoalan yang muncul, disaat pesta demokrasi yang membutuhkan biaya besar, pada tahun yang bersamaan juga dilaksanakan pesta olahraga, juga membutuhkan biaya besar, logika kita sebagai manusia sedang diasah.
Bijaksanakah kita dalam mengambil keputusan? Menentukan yang urgen dan harus diutamakan, ataukah kita masih harus memaksakan diri untuk menyukseskan kedua duanya pada tahun yang sama.
Apakah negeri ini kayaraya? Sehingga harus memaksa kegiatanya sekaligus dalam tahun yang sama? Pikirkan juga nasib rakyat, jangan karena ego dan kepentingan kita memaksakan kehendak. Jangan karena pesta berujung sengsara. * Bahtiar Gayo