kip lhok
Beranda / Feature / PLN Mengaku Lebih Bayar, Masyarakat Masih Menuntut Ganti Rugi

PLN Mengaku Lebih Bayar, Masyarakat Masih Menuntut Ganti Rugi

Minggu, 26 November 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Suasana pertemuan Masyarakat dengan Forkopimda Aceh Tengah di ruang Pimpinan DPRK Aceh Tengah. (foto/ Bahtiar Gayo)

DIALEKSIS.COM | Feature - Persoalan ganti rugi terkena proyek PLTA Peusangan, Aceh Tengah, bagaikan mengurai benang kusut. Sudah puluhan tahun tidak kunjung tuntas.

Pihak PLN Persero/PLTA mengakui sudah lebih membayarkan ganti rugi terhadap lahan, tanaman dan perumahan penduduk yang terkena proyek. Namun masyarakat mengklaim belum keseluruhan harta mereka yang diganti rugi.

Catatan Dialeksis.com, ada 132 masyarakat yang mengklaiam bahwa pihak PLN Persero belum menyelesaikan ganti rugi terhadap tanah, tanaman dan perumahan penduduk yang terkena proyek PLTA. Kasusnya berlarut-larut sejak 1998 sampai kini belum tuntas.

Ahirnya PLN UIP SBU menentukan sikap, meminta masyarakat untuk menempuh jalur hukum. Karena pihak PLN takut membayarkan ganti rugi bila tidak didasarkan atas hukum yang kuat, karena pihak PLN sudah membayarkan ganti rugi lebih dari data yang ada.

Memang persoalan ganti rugi PLTA Peusangan rumit dan kusut. Ada aparatur kampung yang dijatuhi hukuman penjara karena persoalan ganti rugi. Di lain sisi persoalan dilapangan belum tuntas, masyarakat tidak membenarkan pihak PLTA melakukan kegiatan di harta mereka sebelum tuntas ganti rugi.

Pihak PLN menyatakan sudah lebih membayar ganti rugi. Mengapa bisa lebih, siapa penerima uang ganti rugi ini, sementara dilain sisi ada 132 masyarakat yang mengklaim pihaknya belum mendapatkan ganti rugi.

Dalam berbagai pertemuan dan demo yang dilakukan masyarakat menuntut ganti rugi, pada prinsipnya masyarakat enggan menempuh jalur hukum. Karena mereka berkeyakinan, kalau pihak PLTA perlu dengan harta kekayaan mereka, maka pihak PLTA yang harus menyelesaikanya.

Perwakilan masyarakat (Harjuliska dan Adriansyah Sunos ) meminta jalur musyawarah, adanya kesepakatan validasi dan verifikasi yang sudah disetujui bupati, terhadap selisih ganti rugi.

“Masyarakat tetap memegang hasil verifikasi dan validasi data sesuai dokumen tahun 1998-2000 di  Tan Saril, dan sudah ditanda tangani Forkopimda Aceh Tengah pada bulan Juli 2022,” sebut Adriansyah Sunos, salah seorang perwakilan masyarakat.

 “Ada tanah masyarakat terkena proyek PLTA, namun belum seluruhnya diganti rugi. Itu yang kami tuntut, karena itu hak pemilik, sesuai dengan hasil ferivikasi dan validasi yang ditanda tangani Forkopimda,” sebut Harjuliska perwakilan lainya.

Waktu diselenggarakan aksi demo di DPRK Aceh Tengah, Kamis (09/02/2023) Dialeksis.com yang menyaksikan bagaimana alotnya negosiasi antara masyarakat dan pihak PLN yang ditengahi Forkopimda Aceh Tengah.

Ahirnya dalam pertemuan itu disepakati persoalan konflik lahan reservoir PLTA Puesangan 1&2 di desa Lenga Kecamatan Bies, Desa Sanehen Wih Sagi, Indah dan Desa Wihni Bakong, Kecamatan Silih Nara, akan diselesaikan di Pengadilan.

Namun bukan masyarakat yang menggugat, akan tetapi dilakukan oleh pihak PLN. Terlihat dalam berita acara Kamis 9 Ferbruari 2023 itu ada tanda tangan basah. Ada tanda tangan T Mirzuan Pj Bupati Aceh Tengah. Ada Yovandi Yazid Kepala Kejaksaan.

Ada tanda tangan AKBP Nurrochman Nulhakim (Kapolres), Letkol. Kurniawan Agung Sancoyo (Dandim 0106), Edi Kurniawan (wakil ketua DPRK Aceh Tengah) dan Rizka Afri Kiniko dari perwakilan PLN UPP Sumbagut 2.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, giliran pihak PLN yang meminta masyarakat untuk menempuh upaya hukum.

SRM Perijinan pertanahan dan komunikasi PLN UIP SBU sekaligus juru bicara PLN, Cokky Anthonius Feri Yuska B memberikan keterangan Pers di Medan (Jumat 24/11/2023). Dia meminta masyarakat untuk menempuh upaya hukum.

Dalam penjelasanya Cokky menyebutkan, PLN adalah perusahaan negara yang membangun atas amanah negara dan untuk kemaslahatan masyarakat, serta dalam menjalankan semua tugas dan fungsinya selalu berasaskan hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku.

"Begitu juga dalam hal melakukan pembayaran, kami dari PLN tidak pernah menolak atau menghalangi hak hak warga, selalu siap dan tidak berkeberatan untuk membayar lahan tersebut, berapapun nilainya sepanjang ada alas hukumnya, pasti akan dibayar oleh PLN," ucap Cokky.

Untuk masalah di Aceh Tengah, dijelaskan Cokky, berdasarkan apa yang disampaikan perwakilan masyarakat di media, itu sudah menunjukan bahwa masyarakat memahami proses pengadaan lahan yang telah berlangsung.

Mulai adanya dokumen tahun 2000, selanjutnya terbentuknya tim klarifikasi, verifikasi dan validasi sampai dengan terbitnya berita acara yang menyatakan bahwa seluruh lahan telah terbayar, sebut Cokky. 

"PLN UIP SBU selama ini sudah bertindak proaktif dan senantiasa memfasilisasi setiap kegiatan perwakilan masyarakat dalam hal memperjuangkan hak haknya, termasuk mempertemukan dengan pihak Kejaksaan Tinggi Aceh bidang Datun dan Forkopimda Aceh Tengah dan lain lain," jelas Cokky.

“Atas permintaan perwakilan masyarakat PLN telah meminta pandangan hukum terkait permasalahan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Aceh. Dimana pihak Kejati Bidang Datun bahkan sudah turun ke lokasi yang dipermasalahkan dan berdiskusi langsung dengan sejumlah pihak, baik dilokasi maupun di kantor Kejati,” sebutnya.

PLN sangat terbuka dan menunjukan komitmennya untuk mendukung dan memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam memperjuangkan hak-haknya, walau sampai saat ini pekerjaan dilokasi tersebut masih belum dilaksanakan karena masih diblokir oleh masyarakat," jelas Cokky.

“Dalam pandangan hukum, jika masyarakat merasa rumah dan tanah mereka belum dibayarkan, silahkan menempuh jalur pengadilan untuk membuktikan kebenaran sesuai dengan proses hukum yang berlaku,” jelasnya.

"Artinya, bila memang benar apa yang diklaim masyarakat bisa dibuktikan secara hukum, PLN pasti akan membayarnya. PLN tidak pernah menolak atau menghalangi hak warga. Berapapun nilainya sepanjang ada alas hukumnya pasti akan dibayar PLN (PLN juru bayar)," sebut Cokky.

Mendapat pengakuan ini, warga yang mengklaim hartanya belum diganti rugi sempat terkejut. Karena komitmen awal dengan Forkopimda Aceh Tengah, pihak PLN lah yang menempuh upaya hukum, namun kini pihak PLN meminta masyarakat yang menempuh jalur hukum.

“Kita akan bermusyawarah dulu untuk menentukan langkah dan sikap sehubungan dengan permintaan pihak PLN yang menginginkan masyarakat menempuh upaya hukum,” sebut Adriansyah Sunos, menjawab Dialeksis.com.

Persoalan ganti rugi terkena proyek PLTA Peusangan bagaikan mengurai benang kusut. Pihak PLN mengakui sudah lebih membayar ganti rugi. Mengapa bisa lebih, kepada siapa dibayarkan, sehingga berlebih. Namun mengapa dilain sisi ada 132 warga masyarakat yang menuntut ganti rugi, karena hak mereka belum dibayarkan.

Ganti rugi PLTA Peusangan juga sudah menyeret aparatur kampung. Tiga aparatur Kampung Pendere Saril, sudah dijatuhi hukuman dalam persidangan korupsi, mereka itu mantan reje Kampung, Bendahara dan Banta.

Kini persoalan ganti rugi itu kembali hangat, setelah pihak PLN meminta masyarakat untuk menempuh upaya hukum. Sejarah apalagi yang akan tercatat dalam persoalan PLTA ini? * Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda