Selasa, 17 Juni 2025
Beranda / Feature / Philadelphia dan Invasi Zombie Nyata di Jalanan Kota

Philadelphia dan Invasi Zombie Nyata di Jalanan Kota

Minggu, 15 Juni 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Kondisi masyarakat di jalan Kensington Avenue di klaim sebagai manusi zombie di Philadelphia. Foto: doc Dialeksis.com (Sabtu, 14/06/2025)


DIALEKSIS.COM | Feature - Kensington Avenue, Sabtu Pagi, 14 Juni 2025 trotoar yang terkikis waktu dan kepedihan menyambut tim Dialeksis di jantung Kensington Avenue, Philadelphia. Di balik gedung - gedung tua, Amerika Serikat menampakkan wajah lain yang jauh dari kilau brosur pariwisata sebuah realitas suram yang dijuluki "Zombie Land".

Julukan itu bukan hiperbola. Ia terpampang nyata pada tubuh-tubuh manusia yang membungkuk bagai patah, terperangkap dalam daging yang membusuk. Mereka berjalan tertatih layak mayat hidup, atau terduduk kaku di sudut-sudut bangunan, jarum suntik masih mencengkeram tangan yang lemas.

Sebagai episentrum krisis opioid Amerika, Philadelphia memang telah lama bergulat dengan penderitaan. Namun sejak 2019, wajah krisis ini berubah drastis. Xylazine obat penenang hewan untuk sapi dan kuda menyusup ke pasar gelap. Dikenal sebagai "tranq" atau "obat zombie", zat ini dicampur dengan fentanyl, analgesik sintetis yang mematikan. Inilah epidemi baru yang paling ganas.

Tranq bukan opioid. Inilah sumber malapetaka. Nalokson (Narcan), penawar ajaib untuk overdosis opioid, tak mempan melawannya. Saat fentanyl dan tranq bersenyawa, efeknya mengerikan "fly" yang berkepanjangan dibayar dengan luka borok membusuk hingga ke tulang. Tanpa perawatan intensif, amputasi seringkali menjadi akhir cerita yang pahit.

“Pernah kulihat pemuda duduk di sudut jalan dengan luka menganga di kaki. Bau busuknya tercium tiga meter. Tak ada yang peduli. Semua sudah kebal,” kisah Zulfikar, warga Aceh yang sudah menetap 20 tahun di Amerika mendampingi liputan.

Kensington Avenue kini menjadi simbol mengerikan dari krisis tranq Amerika. Trotoarnya bagai medan perang: dipenuhi sampah dan jarum suntik bekas, sementara manusia banyak di antaranya masih belia membatu membusuk di terik matahari.

Di tengah horor ini, suara korban terdengar lirih. “Dulu aku punya keluarga,” bisik Maria dilogat spanyolnya, yang wajahnya mengerut bak usia 60 tahun. “Kini, mereka tak peduli apakah aku hidup atau mati.” Ia menunjukkan luka membusuk di tangannya, bukti dua tahun kecanduan tranq. Ketika ditanya apakah ia ingin pulih, matanya kosong: “Ingin... tapi tak tahu caranya.”

Kembali ke cerita Zulfikar, ia mengungkapkan bahwa pemerintah kota mengaku kewalahan, meskipun jumlahnya sudah berkurang. Namun, keberadaan mereka masih tetap ada karena mereka mengklaim wilayah tersebut sebagai tempat tinggal yang telah menjadi kebiasaan sejak lama.

Ia lanjut menerangkan Tranq menyebar lebih cepat daripada respons kebijakan. Pusat rehabilitasi pun kelabakan luka fisik yang parah membutuhkan perawatan medis kompleks sebelum rehabilitasi mental bisa dimulai. Warga yang tinggal di kawasan seperti Kensington hidup dalam frustrasi mendalam.

“Anak-anak kami menyaksikan orang menyuntik di depan rumah. Setiap hari,” keluh Ramon, ayah tiga anak. Pendekatan represif polisi dinilai banyak pihak kontraproduktif, mendorong desakan untuk solusi berbasis kesehatan masyarakat, bukan kriminalisasi.

Namun, krisis ini lebih dalam dari sekadar narkoba. Philadelphia adalah gambaran nyata keterpurukan sosial. Kota ini bergulat dengan kemiskinan akut di Philadelphia, jika merujuk data The Pew Charitable Trusts

Tingkat kemiskinan di Philadelphia pada tahun 2024 turun menjadi 21,7%, yang merupakan tingkat terendah dalam lebih dari 20 tahun, menurut The Pew Charitable Trusts. Salah satu yang tertinggi di AS, dengan 11.7% hidup dalam kemiskinan parah (pendapatan di bawah 50% garis kemiskinan federal.

Belum lagi di pemerintah setempat Philadelphia menghadapi meledaknya keberadaan tunawisma yang meluas. Point in Time Count Januari 2024 mencatat 5.191 individu tunawisma di Philadelphia, naik sekitar 10 % dibanding tahun sebelumnya, namun masih di bawah level sebelum pandemi ~5.600 orang.

Kondisi lain seperti krisis perumahan dan ketimpangan ekonomi yang berujung kriminalitas mendera Philadelphia,”masyarakat Amerika sangat berhati hati dan takut untuk melewati sepanjang jalan Kensington Avenue Philadelphia jika malam hari,” ungkap Zulfikar.

Philadelphia bukan cuma kisah satu kota. Ia adalah cermin dunia yang kian timpang, tempat kemiskinan, pengabaian sosial, dan industri narkoba bertabrakan dengan konsekuensi mengerikan. Tranq mungkin belum merambah Asia Tenggara, tapi epidemi tak mengenal batas negara. Kensington Avenue adalah sirene peringatan yang meraung kencang.

Bagi Indonesia, Aceh, dan seluruh dunia, inilah saatnya bertanya: Siapkah kita mencegah "zombifikasi" manusia sebelum terlambat? Atau kita akan berdiam diri, menunggui generasi berikutnya berjalan dengan daging membusuk di bawah terik matahari tanpa nama, tanpa masa depan?

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    dpra